2

134 12 0
                                    

Kamu berhak bahagia, begitupun aku. Pergilah, aku tak pantas atas semua perasaanmu.

"Iya gue suka lo. Bahkan kalo boleh jujur, gue udah sayang sama lo. Tapi gue kecewa, Bi. Lo ngulangin sesuatu yang sama lagi, dan gue gatau ini udah keberapa kalinya. Lo hianatin gue, lagi." suara Ferdi melirih.

Bianca sedikit kesal dengan Ferdi. Mengapa dia berbicara seolah dia yang paling benar dan tersakiti?

"Apa yang gue hianatin? Apa gue pernah berjanji sama lo? Apa kita pernah membuat komitmen sebelumnya? Kita bukan apa apa, dan lo bukan siapa siapa, Fer. Lo ga sepantesnya ngekang gue kaya gini" Bianca tidak tahan lagi seperti ini. Bianca tau, kalimatnya barusan akan menyakiti Ferdi. Namun inilah yang terbaik menurutnya.

"Gue ngekang kaya gini karna gue gamau kehilangan lo. Gue sayang lo, Bi. Apa kalimat lo barusan kode buat gue supaya memperjelas hubungan kita?"

"Fer, gue emang sayang lo, tapi hanya sebagai temen gue. Gue ga bisa buat lebih dari temen. Makasih udah hibur gue saat terpuruk. Makasih udah sayang sama gue. Gue tau kalo sifat possessive lo salah satu bukti kalo lo sayang gue. Tapi gue mau yang bisa buat gue nyaman. Dan maaf, lo ga berhasil buat gue nyaman," ujar Bianca blak blakan.

"Jahat ya lo. Brengsek" Ferdi berdiri dan meninggalkan Bianca.

Makian Ferdi terhadap Bianca sangat tidak wajar. Seorang wanita di lontarkan kalimat yang kasar dari pria. Bianca kecewa, ternyata Ferdi tidak sebaik yang dia kira. Ferdi egois, hanya ingin kesenangannya saja. Dia bersikap seolah hanya Bianca yang benar benar menyakiti.

Hari belum terlalu sore, Bianca memutuskan untuk pulang ke rumah. Moodnya sudah sangat hancur. Bianca meninggalkan uang diatas meja yang ia duduki sebelum pergi meninggalkan Cafe itu.

Hari ini benar benar tidak sesuai dengan ekspetasi Bianca. Dia mengira bahwa hari ini akan jadi hari spesial karna merupakan first meet bersama Fefdi, namun salah besar. Ferdi mengecewakan, bahkan menyakitkan. Tidak ada kata indah di hari pertama bertemu dengan Ferdi, semuanya Hancur.

Saniyah Aulia.
        "Bi, dimana? Gue dirumahnya Salsa nih. Nyusul ya, ditunggu !"

Bianca mendapat pesan dari temannya, Saniyah. Sepertinya lebih baik jika Bianca menyusul kerumah Salsa saja, mungkin akan mengasyikan. Dari pada pulang kerumah, pasti sepi, karna Bianca adalah anak tunggal, dan orang tuanya pun sibuk berbisnis. Pulangnya selalu dini hari. Nanti yang ada Malah akan menambah kekesalan Bianca.

Bianca memesan Ojol menuju kerumah Salsa, Hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit saja. Karna rumah salsa tak begitu jauh dari pantai.

Bianca membuka pintu kamar Salsa, dan menemukan Saniyah dan Salsa sedang tiduran dengan masih mengenakan seragam sekolah, namun sudah tak lagi mengenakan rok. Bianca, Salsa, dan Saniyah memang sudah sangat Akrab, bahkan sudah seperti kakak adik. Rumah Salsa merupakan tempat mereka untuk berkumpul, selain nyaman karena bisa melihat indahnya pantai. Kedua orang tua Salsa juga sangat ramah, sudah seperti orang tua bersama.

" Habis ketemuan sama Ferdi ya? Tadi kita cariin di sekolah lo udah ngilang. Ciee yang ketemuan.." ujar Saniyah.

"Udalah gausah bahas Ferdi lagi. Gue gasuka. Gue gasuka sama cowok possessive yang berani ngomong kasar ke cewek hanya karna ga bisa kontrol emosinya. Sayang gue hilang, jadi benci" Bianca langsung memberi peringatan untuk tidak membahasan soal Ferdi.

GivdengetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang