Kukira yang seperti itu hanya ada di film-film tentang kenakalan remaja. Kukira rumor yang berseliweran di telingaku selama ini hanya cerita yang dilebih-lebihkan. Tetapi nyatanya aku hanya bisa melongo saat para anggota band mengeluarkan tas ransel mencurigakan dan mengeluarkan beberapa botol, kali ini bukan botol air mineral, melainkan minuman keras dan gelas plastik ke semua anggota.
Oke, kalau para murid yang diam-diam merokok di halaman belakang sekolah atau warung makan di seberang sekolah, mungkin aku sudah tidak kaget. Anak-anak yang membolos kelas dan lari ke warnet juga banyak. Tetapi kalau sampai minum-minum.... Aku tahu sejak awal para member band ini pasti bukan anak-anak yang amat lurus, tapi aku baru tahu kalau mereka separah ini.
Aku mulai tahu kebiasaan mereka itu setelah pertama kalinya mereka tampil di malam hari. Di acara pensi SMA tetangga. Band mereka mendapatkan kebanggaan untuk tampil satu slot bersama bintang tamu utama. Acara baru benar-benar selesai jam setengah sepuluh dan kami tak langsung pulang. Mereka bilang, mereka akan makan malam bersama, karena itu aku tak curiga dan ikut bergabung. Perasaanku mulai tak enak saat alih-alih ke warung makan tenda yang masih banyak buka, mereka justru menggelar tikar di sebuah halaman belakang TK yang sepi.
Steve adalah bandarnya. Dia langsung mengedarkan minuman itu ke semua teman-temannya, kecuali aku yang terus membiarkan gelasku tak tersentuh. Aku menjadi saksi bagaimana mereka perlahan makin hilang kewarasan. Steve dan Doni yang minum paling banyak mulai tak sadarkan diri dan berteriak-teriak tak jelas. Alle yang terlihat paling kuat, masih cukup sadar dibanding mereka. Dadang hanya minum segelas dan langsung minggir, mendekatiku yang sejak tadi diam saja. An bahkan juga ikut minum walau hanya seteguk dua teguk.
"Heh, kaget, ya, lihat ginian? Enggak pernah lihat orang mabuk?" tanya Dadang, satu-satunya yang masih benar-benar sadar.
"Kalian sering, ya, kayak gini? Kamu juga?" tanyaku, masih setengah tak percaya. Dadang ini penampilannya benar-benar tidak macam-macam. Bahkan kalau Dadang bilang dia anak rohis, aku mungkin akan percaya. Karena itu aku paling kaget saat melihat Dadang ikut minum.
"Cuma dikit, aku enggak gitu kuat," jawabnya. Aku masih memelotot, memaksanya untuk bercerita lebih banyak. "Aku juga tahunya pas pertama kali gabung band, diajak Kak Genta. Awalnya sama kayak kamu, kok, aku juga kaget. Tapi akhirnya penasaran, ikut nyoba juga. Walaupun tetep aku enggak doyan-doyan amat. Minum cuma buat seru-seruan aja sama mereka."
Seru-seruan? Yang ada kalau aku sampai ketahuan main dengan anak-anak seperti mereka, orangtuaku bisa langsung membuang drum dan gitarku di rumah. Aku bahkan mungkin langsung dimasukkan ke pesantren.
"Tenang, Ru. Mereka orangnya demokratis, kok. Mereka enggak akan maksa kamu minum juga kalau emang kamu enggak mau," tambah Dadang, mungkin setelah melihat wajahku yang ketakutan.
Demokratis macam apa? Mereka memang tidak memaksaku minum, tetapi mereka memaksaku tetap bergabung dengan mereka, sekalian jaga-jaga jika salah satu dari mereka mulai melakukan sesuatu di luar kendali. Memangnya mereka pikir aku tidak panik-panik cemas setiap detik apa? Tiap detik rasanya seseorang bisa muncul dari mana saja dan memergoki kami.
"Kalau sampai ketahuan guru gimana?" tanyaku lagi.
Dadang tersenyum dan menepuk pundakku. "Tenang. Enggak akan ada yang tahu kalau enggak ada yang bocorin," ujarnya, seakan memberiku peringatan.
Aku tentu saja tak melaporkannya ke guru. Aku bahkan tak bercerita ke Risya. Gadis itu bisa pingsan jika tahu aku berteman dengan anak-anak seperti itu. Dan sengeri apa pun aku dengan kebiasaan buruk mereka, permainan mereka yang bagus dan musik kami yang setipe membuatku ingin terus mempertahankan mereka. Karena kalau guru sampai tahu, bisa-bisa band kami dibubarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Letter to My First Love
RomanceSahabatku itu memintaku menyampaikan surat kepada cinta pertamanya. Di saat hidupnya telah berjalan sempurna. Saat dia telah mendapatkan pendamping yang mau menerimanya sepenuh hati. Saat pernikahan telah berada di depannya. Awalnya kupikir itu han...