Semotor Berdua

283 90 19
                                    

Tania memasuki kelasnya. Sudah banyak penghuni di sana, mungkin dialah orang yang paling terakhir datang. Ini semua gara-gara Si Chino, pikirnya. Tetapi bagaimanapun Chino kepadanya, Tania akan tetap jatuh cinta dan menyayangi kucing kesayangannya itu. Tasnya dia letakkan di bangku yang di sampingnya sudah ada Reina.

"Pagi Tania. " Sapa Reina dengan tangannya yang memegang kaca. Gadis itu selalu membawa kaca kemanapun dia pergi.

"Pagi juga, Rein. " Balasnya langsung duduk.

Tania mengeluarkan Chino dari tas lalu dia mulai melakukan aksinya. Dia akan kembali membujuk Chino untuk makan.

"Lo bawa Chinai? " Tanya Reina tanpa mengalihkan pandangan dari kacanya.

"Chino!" Kata Tania sedikit menaikkan suaranya.

"Itu maksud gue. Kenapa lo bawa Chino? " Tanya Reina. Sekarang badannya sudah menghadap Tania.

Tania yang sedang menyuapi Chino menoleh sedikit ke arah sahabatnya itu. "Dia belum makan, kalau gue tinggalin, siapa yang mau ngasih makan? " Jelasnya.

Reina mengangguk. Dia tahu Mama Tania tidak akan mengurus kucing-kucingn Tania.

"Astaga, Tania lo bawa kucing lagi? " Tania dan Reina langsung menoleh ke arah sumber suara itu. Risya ternyata, teman paling menjengkelkan bagi keduanya.

"Kenapa? " Tanya Tania sedikit kesal.

"Lo tau kan ada yang gak suka kucing di kelas ini? "

Tania menatap Risya, senyuman dia berikan kepada teman cerewet nya, "Tenang, Si Chino bakal gua titipkan ke Pak Hari. " Ucapnya santai.

Risya mengangguk.

Tania kembali menyuapi Chino.

"Tan udah mau bel." Kata Reina mencoba mengingatkan.

Tania melirik ke arah jam yang berteriak di dinding. Jarum pendeknya menunjukkan angka tujuh.

"Gue titipan dulu Chino deh. " Katanya sambil melangkahkan kakinya keluar.

___

Hari ini Revano sangat bersemangat. Dia ingin segera sampai di perpustakaan dan memberikan puisi cinta kepada Tania. Senyuman selalu dia pancarkan kepada orang yang menyapanya. Dia teringat ucapan guru agama yang mengatakan bahwa senyum itu termasuk ibadah. Dan Revano berhasil mengamalkan ilmu yang telah dia dapat.

Pintu perpustakaan selalu terbuka untuk siapa saja yang ingin membaca. Revano masuk dan di belum menemukan Tania. "Gue duduk dulu aja. " Katanya lalu mencari tempat duduk. Tidak lupa dia mencari buku terlebih dahulu untuk dia baca selagi menunggu Tania datang. Buku yang dia pegang adalah tulisan Ayahnya sendiri, sengaja dia membaca buku itu. Dia ingin tahu kehebatan Ayahnya dalam hal menulis. Revano belum pernah membaca karya-karya Ayahnya.

"Hai, Van. Maaf gue telat lagi." Revano mengangkat wajahnya. Dia tersenyum membalas senyuman Tania.

"Iya gak papa, gue juga baru datang kok. "

Tania mengambil tempat duduk di depan Revano.

"Lo lagi baca apa? " Tanya Tania.

"Ini buku Ayah gue," Jawabnya memperlihatkan buku yang sedang dipegangnya ke Tania.

"Oh itu, gue udah baca. " Kata Tania.
"Bagus banget, Van. " Lanjutnya.

Revano mengangguk. Dia memang tahu Ayahnya itu penulis yang hebat.

"Jadi mana tuliasan lo?" Tania mengingatkan Revan. Revano mengambil sebuah kertas dari kantong celananya. Lalu dia berikan kepada gadis di hadapannya. "Nih, puisi cinta. "

RENIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang