Sesuai yang telah direncanakan sebelumnya, pada jam istirahat Revan harus sudah berada di perpustakaan dengan membawa secarik kertas berisikan cerita pendek yang telah ia janjikan kepada editornya. Tetapi tangan dari lelaki kelahiran 2001 itu kosong, tidak membawa yang seharusnya ia bawa.
Tania terlihat berjalan santai mendekati Revan. Lalu duduk di bangku yang berhadapan dengan Revan.
"Mulai saja ya." Katanya diiringi helaan nafas.
Revan pun mengangguk.
"Jadi mana naskah pertama lo?" Tanya Tania sedikit bingung karena Revan tidak membawa apapun.
Revan tampak berpikir beberapa saat.
"Gue jelasin dulu ya. Gini, gue belum ngerti aturan membuat cerpen dan lo sebagai editor gue seharusnya jelasin itu. Lo gimana sih?" Revan pun menyalahkan Tania.Tania tersenyum sebentar lalu mengetuk meja di depannya tiga kali. "Gue yang salah, ya? " Tanyanya.
"Iyalah. " Tidak ragu Revan pun
menjawabnya."Menurut gue lo bisa tanya Ayah lo atau cari di google. Lo terlalu kampungan, Van. " Tania mengatakan itu dengan lancar jaya seolah Revan tidak akan sakit hati dengan perkataan pahit yang baru saja diucapkannya.
"Benar juga. Tapi buat apa gue bayar lo kalau lo gak kerja. Enak di elo kan? " Revan tak mau kalah. Dia terus menyalahkan Tania.
"Dari awal siapa yang maksa gue buat jadiin editor lo? Lo kan? Lo juga belum ngasih kucing harga 80 juta itu! Gue gak untung Van! " Kata Tania.
mencoba membela dirinya sendiri.Suasana perpustakaan yang seharusnya sepi kini sedikit terganggu dengan dua makhluk keras kepala ini. Terutama murid berkacamata yang duduk di samping Revan, dia tampaknya sangat terganggu, terbukti dengan sorot matanya yang tajam ketika melihat ke arah Revan. Tentu saja Revan tidak menyadari itu, karena fokusnya sekarang adalah memenangkan pertengkarannya dengan Tania.
"Gue gak maksa, lo yang mau! "
Tania tidak mau kalah, gadis itu kembali menjawab Revan.
"Lo yang maksa! Datang ke kelas gue, ngedeketin gue di kantin. Lo gak ingat? Atau pura-pura lupa? ""Halo... Saudari Tania perlu dicatat, gue gak ngedeketin lo ya! Lo jangan salah paham!" Revan sedikit menambahkan volume bicaranya membuat penduduk perpustakaan menoleh ke arah keduanya.
Tania tersenyum manis menggantikan rasa malu di relung hatinya. "Maaf semuanya. " katanya dengan tangannya yang ditelungkupkan.
"Terserah lo! " Tania pun cabut dari tempatnya.
Bagaimana dengan seorang Revano?
Lelaki itu tersenyum merasa menang dalam perkelahilan mulut dengan Tania. Dan langsung saja dia mengejar Tania yang sedang dalam keadaan panas itu karena dirinya tidak ingin kehilangan editor satu-satunya.
"Tunggu, Tania! " Katanya mencoba menyeimbangkan langkahnya dengan Tania.
Tania terus berjalan tidak menoleh sedikitpun ke belakang. Revano sudah membuatnya kesal, dia tidak berniat menanggapi orang itu.
"Tania, gue mau bicara sama lo! " Katanya yang masih mengejar Tania.
Karena langkah Revan cukup cepat, dia pun berhasil membuat Tania berhenti.
"Bagaimana kalau kita beli kucing yang lo mau? Pulang sekolah nanti gue tunggu lo di parkiran. "
Mana mungkin Tania menolak tawaran Revano. Hatinya luluh dan langsung saja memberikan senyuman terbaiknya kepada lelaki di hadapannya. "Baiklah. "
Tania pun langsung melanjutkan jalannya. Di belakang, terlihat Revano tersenyum gemas dengan tingkah Tania. "Lucu, " gumam Revano sambil memandang Tania.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENIA
Teen FictionTania adalah editor dari penulis yang bernama Revano. Antara penulis dengan editor itu selalu terjadi pertengkaran. Tania selalu membawa hewan peliharaannya yang merupakan fobia Revano. Dan Revano yang selalu menyulitkan Tania melalui tulisan-tuli...