9•[stay my bestfriend]

22 2 0
                                    

Author Pov

"Ath aku mau ngurusin administrasi dulu ya"

Athala dengan gerakan cepat menahan pergelangan tangan Aleta, membuat Aleta tidak jadi melangkahkan kakiknya untuk pergi.

"Kenapa Ath?"

"Gak mau ditinggal"

Aleta menghela napas, memasang wajah tersenyum lalu kembali duduk di kursi samping brankar Athala.

"Manja banget sih yang lagi sakit"

Athala mengerucutkan bibirnya, membuat Aleta merasa semakin tak tega meninggalkan bayi besarnya itu.

"Tidur aja gih"

"Temenin tapi?"

Aleta sempat mendecak sebal, kalau seperti ini mana bisa ia melakukan semua urusan dengan cepat. Dasar Athala, untung Aleta sayang.

Ups.

"Ya Al?"

Nada memohon berada dalam permintaan Athala, membuat Aleta mengulurkan tangan mengapit tangan kanan Athala dengan kedua tangannya. Saling menggesekkannya secara lembut, hal yang cukup untuk membuat Athala merasa kantuk.

"Gak mau, masih dingin"

"Yaudah acnya aku matiin"

"Gak mau, maunya dipeluk kamu"

"Ihhh Athala, sakit aja tetep ngeselin"

Athala terkekeh, dirinya selalu merasa nyaman bersama Athala. Walaupun tuhan menciptakan jutaan manusia dibumi, tetap yang diinginkan Athala cuma Aleta.

"Temenin ya sampai tidur"

"Okey, no prob"

Aleta mengelus puncak kepala Athala,  mengelus juga tangan kekar yang ia genggam dengan lembut. Kini alunan lagu mulai muncul dari bibir Aleta, nada yang terkesan menenangkan bagi yang mendengarnya.

Terimalah lagu ini dari orang biasa
Tapi cintaku padamu luar biasa
Aku tak punya bunga
Aku tak punya harta
Yang kupunya hanyalah hati yang setia
Tulus dariku

[Reff lagu 'Cinta Luar Biasa' - Andmesh]

Athala entah sedari kapan telah memejamkan matanya, menikmati alam bawah sadar dengan wajah tampan yang tetap terpampang. Aleta selalu menyukai hal kecil tentang Athala, seperti ekspresi Athala saat tidur. Athala yang terlihat tenang, tak menampilkan wajah garangnya, Aleta suka.

Ditengah hal itu perhatian Aleta terhenti karna sebuah pesan yang cukup memekakkan mata muncul dilayar iphone rose gold milik Aleta yang diletakkan diatas nakas.

Jeno : dtg ke halte dkt rs gpk bct

Aleta tak membalas, merenung beberapa saat sambil menggigit bibir bawahnya. Kemudian dirinya memilih menelfon Pinjai meminta tolong untuk menemani Athala dirumah sakit sampai Aleta kembali.

. . .

Jeno berada di halte dengan sepuntung rokok ditangan kanannya, entah sudah keberapa kali pria itu menyesap bahan berbahaya yang berada dalam benda kecil itu.

Dari arah jam 3 Jeno menangkap sosok yang selalu coba ia habisi, namun takdir selalu berkehendak lain.

"Lama amat, jalan apa ngesot"

Aleta tak heran dengan apa yang dilontarkan Jeno, ia sudah terbiasa akan hal itu.

"Bagi atm"

Huh, Aleta sudah menduganya. Padahal beberapa waktu lalu uang senilai seratus juta baru ia transfer, kemana perginya uang itu? Aleta tak pernah tahu apa yang dilakukan Jeno.

Tak ingin menimbulkan debat Aleta segera saja mengeluarkan black card dari dompetnya dan memberikannya pada Jeno.

"Pinter banget jadi adek"

Aleta mengulas senyum tipis disana, hampir tak terlihat. Senyum itu juga senyum senang bercampur sedih, sangat samar.

"Gue punya hadiah"

Aleta heran dengan apa yang diungkapkan Jeno kali ini. Hadiah? Oh mungkin bukan hal yang baik.

Jeno mengeluarkan pisau kecil dari saku jaketnya, menarik tangan kiri Aleta yang hanya terbalut seragam SMA pada seperempat lengannya. Dengan cekatan Jeno menggoreskan pisau itu ditangan mulus Aleta.

"Akh"Aleta meringis merasakan sakit ketika darah segar itu dengan cepat mengalir, membuat tangannya terasa perih.

"Pergi dulu, gue doain cepet mati"

Aleta menegang ketika ucapan kembali keluar dari mulut Jeno. Sungguh....

Terkutuk.

Aleta perlahan menitihkan air mata, langit yang semula cerah tiba-tiba mendung diiringi hujan. Dirinya tak berteduh pada halte bus, melainkan duduk disamping trotoar jalan yang terlihat sepi. Membiarkan lukanya terkena hujan, oh mungkin juga luka hatinya.

Aleta menunduk dan terisak, ouh itu menyedihkan.

Tuhan berikan Aleta keadilan kumohon.

Sampai Aleta mendongak kala tidak merasakan tetesan air hujan yang turun.

"Ta, lo ngapain? Ini hujan ntar kalo lo sakit gimana?"

Itu Prisil, orang yang selalu menjadi alasan terkuat Aleta hidup selain Athala. Aleta berdiri, beruntunglah karena hujan Aleta tak terlihat sehabis menangis. Aleta dan Prisil berada dalam satu payung.

"O-oh nggak, tadi..tadi.."

"Ta, abang lo?"

Prisil menyela ucapan Aleta, Prisil tahu hanya dua hal yang bisa membuat Aleta sedih.

Jeno

Dan mendiang orang tuanya

"Aku cuma..."

"Cuma apa Ta? Kita ini sahabat lo nggak usah nyembunyiin apa yang jadi beban lo, kapanpun lo butuh gue siap bantu"

Lagi-lagi Prisil menyela ucapan Aleta, jujur Prisil tak ingin melihat Aleta yang seperti ini. Prisil menyayangi Aleta layaknya saudara sendiri. Prisil....Prisil benar-benar tak ingin semua itu terjadi.






Tebece:)

•MIRACLE•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang