Chapter 2

7.5K 548 15
                                    

Almara bisa mendengar suara jepretan kamera juga beberapa bisikan keras yang tertuju kearahnya. Atau pada apa yang terjadi padanya. Tapi kepala Alma kosong. Semuanya seperti kertas putih bahkan tanpa ada satu titik hitam yang membuat gadis itu beku. Apa yang terjadi? Alma bahkan tidak mengerti.

Ia hanya bisa merasakan sesuatu menindih mulutnya. Menyesap juga dengan belaian halus sebuah lidah yang terasa dingin tapi manis dalam waktu bersamaan. Kehangatan bibir itu menggoyahkan nuraninya. Memberikan Alma sebuah kesalahan karena dengan bodohnya ia membiarkan benda asing itu masuk kedalam mulutnya. Desakan samar terasa dibagian tengah perutnya, seolah ada yang bergerak disana melilit dia dengan sesak.

"Alma!" Suara kesiap hadir dari sosok yang dikenalnya. Membuat Alma membuka matanya yang tidak disadari oleh dirinya sendiri kapan ia menutupnya.

Alma meradang. Apa yang terjadi, tanpa menunggu menit berlalu waktu Alma mendorong tubuh itu. Memegang bibirnya dengan merana. Matanya menatap buas kearah sosok tampan yang sedang mengusap bibirnya dengan ibu jarinya. Senyum layaknya iblis tampak di bibir pria itu, membuat Alma merinding dengan dingin. Dengan siapa dia berurusan? Pria macam apa yang melakukan semua ini padanya? Lalu kenapa dia menikmatinya?

Alma mundur selangkah. Tapi bahkan sosok yang penuh dengan dominasi itu mengambil jarak mendekat dua langkah. Membuat Alma tercekat oleh ludahnya sendiri.

"Apa.. yang kau lakukan?"

Pria itu memiringkan kepalanya. Senang tampak terukir diwajahnya yang seperti pahatan indah. Apa ini semua adalah mimpi Alma? Apakah dia masih berada di pesawat sedang tidur cantik? Alma rasa memang ya.

"Bukan siapa kau, tapi apa yang kau lakukan?"

Suara pria itu merdu. Seolah ada yang bernyanyi di telinga Alma. Gadis itu menggeleng, tidak. Dia tidak bisa termakan semua keindahan pria ini. Ia harus memilih sikap yang tegas.

"Aku tanya padamu, apa yang kau lakukan pria gila?!"

Suara keras yang ia sengajakan itu membuat Alma malah tersiksa sendiri. Alma tidak biasanya melakukan semua ini tapi karena memang tidak pernah ada yang melakukan pelecehan semacam ini padanya. Pria ini.. entah dengan segala arogansinya mendorong Alma ketitik paling bawah.

"Maafkan saya, nona. Saya sangat minta maaf."

Orang lain yang baru muncul diantara mereka membuat Alma bingung. Kenapa harus dia yang meminta maaf?

"Apa yang kau perbuat, Mushap!?" Suara bentakan pria itu sanggup membuat Alma harus mundur lagi tapi pandangan mata secerah langit itu memaku dia ditempat.

"Tapi pangeran.."

"Apa aku memintamu untuk meminta maaf pada calon istriku, Mushap?"

Alma tertegun. Tunggu dulu, apa? Calon istri? Alma rasa ia memang bermimpi.

"Tapi pangeran, apa yang anda lakukan.."

"Jauhkan dirimu dari area ini, Mushap. Sebelum aku mengirimmu ke penjara paling buruk di Denmark." Ancam pria itu pada pria paruh baya yang langsung undur diri. Dengan segala rasa hormat yang berteriak di tubuhnya tentu saja.

Alma mencerna. Ia mendengar kata pangeran tadi, apa pria ini berada dalam negeri dongeng? Jangan-jangan pria ini adalah pasien rumah sakit jiwa.

"Alma?" Suara yang hadir dibelakangnya membuat Alma menatap, Luna. Jelas keterkejutan Alma sama besarnya dengan Luna, jadi Alma yakin kalau dia tidak sedang bermimpi karena sahabatnya ada disini bersamanya. Menyaksikan kegilaan yang terjadi padanya beberapa detik yang lalu. "Apa yang terjadi?"

Luna memang tidak tahu apa yang terjadi sejak awal karena Alma lebih dulu keluar dari pesawat meninggalkannya. Karena Luna harus mengurus beberapa barangnya. Siapa yang tidak terkejut melihat sahabatnya dicium oleh pria asing yang sangat tampan.

Alma menggeleng menjawab tanya Luna.

"Siapa dia, perempuan?" Pria itu menunjuk kearah Luna.

Alma berdehem. "Kau yang siapa? Apa kau ini pria gila? Mana bisa sembarang mencium orang seperti itu? Apa memang kota ini memberlakukan hal semacam itu? Karena di kotaku, di negaraku. Kelakuan semacam itu adalah sebuah pelecehan dan aku bisa menuntutmu!"

Pria itu mengangkat bahu enteng. "Tidak akan ada yang berani menghukumku. Selain karena aku adalah pangeran, aku juga calon suamimu."

Skip kata suami yang disebut pria itu. Alma lebih ingin membahas tentang pria itu yang mengatakan dirinya pangeran. Apa mereka sedang syuting acara kerajaan? Kalau ia, maka harusnya Alma diberitahukan terlebih dahulu. Karena tentu saja ia akan menolak. Dia datang ke Wina bukan untuk melakukan pertunjukan teater tapi dia ada disini karena adiknya. Hanya itu alasannya.

"Eh, pangeran sinting. Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Apa kau tidak pernah di ajari tata krama di rumahmu?"

Pria itu tampak tidak senang dengan apa yang dikatakan Alma. Pastinya karena Alma mengikutsertakan kata sinting disana. Tapi Alma tidak peduli.

Tadinya Alma pikir pria itu akan marah padanya tapi tampaknya ia mengabaikan. Dan entah datang darimana perasaan Alma yang mengatakan kalau pria itu tidak biasanya mengabaikan kata-kata kasar yang keluar dari mulut seseorang. Pria itu memiliki aura, sangat kuat yang melingkupinya.

"Soal tata krama, kau sendiri tidak akan bisa membayangkan apa yang mereka lakukan padaku perempuan. Sejak kecil bahkan caraku berjalan di kritik oleh orang-orang suruhan ayahku."

Alma berdecih. Ia tidak peduli. "Lupakan semuanya. Apa yang kau lakukan padaku, adalah sebuah kesalahan dan hanya itu yang ingin aku tegaskan. Mungkin kau memang tidak terbiasa meminta maaf pada orang lain, jelas tampak dari caramu sekarang. Jadi aku tidak akan menuntut semua itu darimu. Hanya jangan pernah lakukan semua itu lagi pada orang lain karena tidak semua orang suka di perlakuan seperti itu. Selamat tinggal."

Alma sudah akan berbalik pergi tapi pria itu telah meraih lengannya dan membawa Alma masuk kedalam rengkuhannya. Membuat Alma dengan sekuat tenaga memberontak dan menatap Luna agar membantunya. Tapi Luna yang baru saja akan maju malah terhenti oleh Mushap yang menghadang.

"Anda tidak memiliki hak untuk ikut campur pada apa yang dilakukan pangeran." Mushap berkata pada Luna.

"Tapi dia sahabatku, kalian gila!" Luna hampir histeris karena pria itu memeluk Alma seolah mereka pasangan kekasih sekarang.

"Pangeran menginginkan sahabat anda dan pangeran selalu mendapatkan apa yang dia inginkan."

"Pangeran apa? Apa kalian sedang bergurau sekarang?" Luna hilang akal. Mushap adalah orang yang pantang menyerah.

Mushap berdehem. "Pangeran Kavier Jameson Henry. Saya rasa nama itu cukup populer dibanyak negara. Anda pasti sudah mendengarnya." Jelas Mushap yang merasa perlu mengatakannya.

"Aku tidak peduli siapa pangeranmu ini, karena aku hanya ingin dia enyah dari tubuhku! Suruh dia melepaskan aku!" Teriak Alma seperti orang gila.

Yang membuat Alma lebih heran adalah orang-orang yang melihat mereka tidak ada yang peduli dengan apa yang terjadi padanya. Bahkan mereka hanya menatap sosok pria yang sekarang mendekapnya itu dengan tatapan kagum. Apa mereka semua sinting? Kota ini memang sinting.

"Pilihanmu hanya ikut bersamaku atau Mushap akan melakukan sesuatu yang buruk pada temanmu itu." Kavier tersenyum dengan lagak iblis.

Luna yang mendengar apa yang dikatakan Kavier langsung menatap Mushap. Yang ditatap hanya berlaku salah tingkah.

"Kau tidak serius?" Alma menatap Kavier dengan rona yang meninggalkan wajahnya.

"Tentu saja aku serius. Mushap adalah pelayanku yang setia, dia akan melakukan apapun yang aku perintahkan padanya."

Alma menatap Luna. Luna tampak takut dengan ancaman itu.

"Lepaskan aku! Akan aku lakukan apapun yang kau inginkan asal jangan sentuh sahabatku." Akhirnya Alma menyerah. Dia tidak bisa membuat Luna dalam bahaya.

Luna menatap Alma dengan sendu. Tapi Alma hanya mencoba meneguhkan hatinya. Dia tidak bisa lemah sekarang.

Kavier sendiri melepaskan Alma dengan lagak puas.

"Kita ke Grand Hotel Wien."

Apa? Hotel? Alma merasa kepalanya sakit.

***

Vote dan komen akan sangat membantu... Hehe

Craved by the prince ✓ TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang