Chapter 8

4.6K 368 4
                                    

Setelah berdebat cukup lama dan tentu saja Kavier memenangkan perdebatan itu, Alma akhirnya bisa melihat Luna. Sahabatnya itu baru saja masuk di pintu tepat saat Kavier tengah mencium keningnya. Bahkan Alma bisa mendengar suara Luna yang tersedak air ludahnya sendiri. Alma sendiri mendorong dada Kavier dengan pelan. Malu kembali merajainya.

Kavier menatap Luna. "Hanya sepuluh menit." Ucap Kavier tegas.

Alma sendiri memukul lengan Kavier. Menatap Kavier dengan tajam. Tapi gadis itu tidak bisa menyuarakan pendapatnya tentang cepatnya waktu yang diberikan Kavier untuk Luna berbicara dengannya karena Kavier sudah mengecup bibirnya. Didepan Luna, wah rasanya hidupnya tidak pernah sehebat ini. Kavier seolah datang bagai hantu dan tiba-tiba saja melekat padanya.

"Terimakasih pangeran." Luna menunduk hormat.

Kavier bangun tapi tangannya masih menggenggam tangan Alma. Matanya menyiratkan kalau dengan sepenuh hati dia tidak bisa meninggalkan Alma. Membuat Alma merasa hangat.

"Pangeran, ada panggilan dari pangeran Marcus untuk anda. Sepertinya penting." Suara Mushap mengalihkan pandangan Kavier. Sungguh kebetulan yang buruk.

Kavier kembali menatap Alma lalu dia mengecup kening, pipi dan bibir Alma cepat. Membuat Alma sudah tidak percaya diri lagi untuk memandang Luna sekarang. Kavier benar-benar agresif mendekatinya. Sungguh membuat kewalahan apalagi jika Alma melawan hanya akan membuat dirinya berakhir lebih buruk.

Kavier sudah pergi meninggalkan Alma bersama dengan Luna.

Beberapa saat mereka berdua hanya di selimuti dengan kebisuan. Alma tidak tahu harus memulai darimana, apalagi Luna tidak bersuara. Lalu deheman Luna yang memutuskan kebisuan itu.

"Jadi kau dan pangeran Henry, memang saling mencintai?"

Alma menatap Luna dengan cepat, tidak menyangka kalau Luna akan berpikir demikian. Karena nyatanya kalau memang dia memiliki sebuah hubungan dengan seorang pangeran, pasti Luna sudah akan tahu sejak dulu dari Alma. Kesimpulan salah Luna membuat Alma tidak tahan.

"Tentu saja tidak. Kau pikir kenapa aku harus pacaran dengan pria-pria bodoh yang akan menyerah dengan adikku kalau aku memang memiliki pria setampan itu di sisiku?" Alma bertanya dengan sedikit nada menekan.

Luna sendiri meringis mendengar Alma. Lebih kearah sedih karena penuturan Alma mengingatkan Luna pada apa yang terjadi dulu. Dimana Alma hanya akan terus mengeluarkan airmata semalaman suntuk saat Teresa kembali berhasil merayu prianya. Lalu Alma akan merasa baik-baik saja esok harinya, situasinya selalu saja begitu. Akan terus berulang hingga tiba-tiba Teresa meminta ayahnya untuk mengizinkan dia pergi ke Wina untuk melanjutkan pelajarannya. Awalnya niat itu di tolak mentah-mentah oleh ayahnya tapi bukan Teresa namanya kalau dia tidak memiliki seribu cara untuk pergi.

Lalu sebulan setelahnya Teresa di kabarkan pacaran dengan Jason. Bukankah semua itu memang sudah di rencanakan oleh Teresa? Karena Teresa tahu kalau Alma sangat dekat dengan Jason. Tapi lagi-lagi Alma hanya bisa mengelus dada karena kabar itu. Memang seperti itulah takdirnya yang penuh dengan drama.

"Aku juga bingung dengan pria itu." Alma bersuara. Memutuskan lamunan Luna. "Dia seolah menyatakan kalau aku adalah cinta sejatinya yang hilang. Aku bahkan tidak mengenalnya begitupun dia tapi dia tidak peduli. Yang dia tahu adalah sebentar lagi dia akan menikahiku." Ironis bibir Alma bersuara. Tapi tidak hatinya. Itulah yang membuat Alma semakin keras kepala.

"Lalu apa kau akan.."

"Tentu saja tidak! Apa aku gila menikah dengan pria asing ini. Aku hanya harus tahu cara pergi dari sini."

"Bagaimana kalau kau manfaatkan pangeran Henry selagi dia menginginkanmu?"

Selagi pria itu menginginkannya? Entah kenapa kalimat itu mengiris hatinya. Seolah ungkapan itu adalah cara nya di beritahukan kalau sewaktu-waktu pria itu akan membuangnya. Sungguh hidupnya semakin miris.

"Hei, bagaimana?" Luna menyenggol bahu Alma.

Alma mengerjap. Dia bahkan tidak menyimak dengan benar. "Apa maksudmu?"

Luna mengelus dagunya dengan gaya yang membuat Alma hanya menggeleng aneh. "Yang aku dengar pangeran Henry cukup berpengaruh di Wina karena apa yang dilakukannya. Banyak orang menaruh hormat padanya bahkan dia di puja. Bukankah itu bagus kalau dia bisa membantu kita menemukan Teresa disini. Mengingat betapa berpengaruhnya dia?"

Alma berpikir. Memanfaatkan Kavier terdengar sangat jahat. Tapi usulan Luna ada benarnya juga. Daripada mereka mencari dengan susah payah mengingat kalau Wina bukan tempat yang mereka kenal, memakai Kavier untuk membantu mereka akan cukup efisien. Alma rasa memanfaatkan akan terdengar cukup jahat tapi bagaimana kalau di ganti dengan kata meminta tolong. Sepertinya itu bagus.

"Kurasa usulan itu bagus."

Luna bertepuk tangan sekali. Menyatakan kalau dirinya jenius. Sangat berlebihan dimata Alma. "Sebaiknya kau beritahu pangeran Henry secepatnya karena aku takut Mushap akan menemukan perempuan itu lebih dulu."

Alma mengerutkan kening tidak mengerti. "Apa maksudmu dengan perempuan itu? Perempuan siapa?"

"Tentu saja gadis yang dicintai pangeran Henry, yang membuat dia sampai segila ini."

Alma merasa nafasnya baru saja dicuri. Gadis itu kehilangan cara normalnya untuk bernafas, dengan tanpa sepengetahuan Luna tangannya telah menuju kearah jantungnya yang berdetak tidak normal. Apa bisa dalam waktu semalam pria itu sudah bisa mempengaruhi dia sebanyak ini? Kenapa hatinya seolah merapalkan doa agar Kavier tidak menemukan perempuan itu? Kenapa dia jadi sepicik ini?

"Mushap mengatakan padaku kalau pangeran Henry mungkin salah mengenali orang. Bisa jadi orang itu mirip denganmu, karena aku memberitahu Mushap kalau kau bahkan tidak pernah menyebut nama pria itu dalam hidupmu."

Tapi sekarang hatinya meneriakkan nama itu.

"Jadi hanya tinggal tunggu waktu sebelum Mushap menemukan perempuan itu. Karena mudah bagi Mushap untuk melakukannya mengingat betapa berpengaruhnya mereka."

Hanya tinggal menunggu waktu sebelum pria itu membuangnya. Bukankah itu yang ingin di tegaskan Luna?

"Alma, kau baik-baik saja? Kau pucat?"

Alma menggeleng. "Kurasa karena demamku naik lagi." Bohongnya.

Luna dengan cepat meraih keningnya. "Kau benar, panas sekali. Aku akan memanggil pangeran Henry agar dia memanggilkanmu dokter."

Luna sudah akan beranjak tapi tangan Alma lebih cepat meraih pergelangan tangannya. "Tidak. Aku hanya butuh istirahat."

"Tapi, Al.."

"Kumohon, aku akan katakan pada Kavier untuk membantu kita."

"Baiklah. Aku akan kembali ke kamar dan membiarkanmu untuk istirahat. Jangan sakit lagi, oke?"

Alma memaksa bibirnya yang kaku untuk tersenyum. "Terimakasih."

"Sampai bertemu lagi saat kau sudah lebih baik."

Alma mengangguk. Ya, dia rasa tidak akan ada kata lebih baik lagi didalam dirinya. Karena nyatanya pengaruh Kavier telah menembus jantungnya. Dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini pada orang lain, hanya Kavier yang sanggup melakukan semua ini padanya. Hanya Kavier yang sanggup membuat dia seperti tidak ingin bernafas lagi. Lalu apa yang akan dia lakukan saat nanti dia melihat Kavier bersanding dengan perempuan lain? Apa yang akan terjadi pada hatinya?

Ia bahkan tidak bisa membayangkannya. Dia takut pada kenyataannya. Kenyataan kalau Kavier salah dengan perasaannya. Ia sangat takut.

***

Versi lengkap ada di playstore. Cari dengan kata kunci originalpublisher atau Enniyy

Craved by the prince ✓ TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang