07

726 172 45
                                    

Menggoreng satu omlet besar, Sehun merasa bahwa kemampuan memasaknya semakin meningkat. Suatu makanan dengan banyak minyak, Sehun tahu bahwa itu tidak bagus bagi bayi pembangkang miliknya. Tapi bagaimana lagi? Hal yang berada pada lemari esnya, sesuatu yang masih bisa disebut sebagai bahan makanan yang layak, adalah beberapa butir telur, satu bungkus mi instan (ya, dia menyimpan minya dalam kulkas, kalian tidak berhak protes!), juga dua wortel yang masih tersegel plastik supermarket. Jadi sesuatu dalam pikiran bujangnya hanya dapat mendesis dan berkata; ah... makanan yang digoreng adalah yang terbaik.

Yoona duduk pada kursi rotan, menonton kartun pagi dengan bersemangat karena tidak harus berangkat sekolah. Semenjak kembali dari sekolahnya kemarin, gadis kecil itu tidak bisa berhenti melompat dan tertawa, seolah-olah suatu beban telah dibebaskan dari padanya.

Sehun tengah mengambil mangkuk nasi saat dia mendengar bahwa seseorang mengetuk pintu mereka. Yoona kecil melompat, berkata dengan bersemangat bahwa ia bisa membuka pintu itu untuk Sehun selama dia bekerja dengan mangkuk. Jadi Sehun diam, dengan tenang mendengarkan bagaimana kaki kecil itu berlari menuju pintu, mendengar bagaimana kunci diputar dan pintu terbuka, juga bagaimana suara nyonya Kim menyapa Yoona dengan ceria.

Nyonya Kim, tetangga mereka, suka sekali kue jahe. Bahkan semenjak pertamakali Sehun tinggal disini, Nyonya itu akan sesekali memanggilnya saat mereka berpapasan dan akan berbagi beberapa kue jahe untuknya.

Begitu Nyonya itu melihat Yoona, menggandeng tangan si kecil itu saat mereka membuang sampah bersama-sama, dia semakin sering datang. Dia akan membawakan kukis, permen, jelly, dan terakhir dia memberikan satu syal hangat bagi gadis kecil itu. Sehun benar-benar menghargainya, hampir menangis karena mau tidak mau, Sehun mengakui bahwa itu benar-benar membuatnya menghemat biaya jajan Yoona.

"Gadis kecil kita! Apa kau suka susu?" Yoona menarik tangan Nyonya itu masuk, membawanya duduk pada kursi rotan.

"Ya! Ya! Jahe!" Yoona melompat-lompat. Bertentangan dengan seleranya yang seperti seorang manula, dia bertingkah persis sebagaimana anak berusia enam. Terkadang, itu cukup membuat Sehun kebingungan.

"Astaga... cukup dengan jahenya. Kau bukan wanita tua!" Wanita itu tertawa, membuka tas kertas yang dia bawa dan mengeluarkan satu termos kecil juga dua kotak makan. Beberapa saat setelah kotak itu dibuka, Sehun dapat dengan jelas mencium aroma selai yang manis memenuhi ruang tamunya yang sempit.

"Aku membuat banyak roti, ada rasa nanas, aku tahu kau suka. Lihat, ini yang berwarna merah jambu adalah kotak roti. Lalu ini, yang berwarna coklat adalah jelly. Bawa ke dapur dan biarkan Papamu menyimpan ini sampai kalian sarapan."

Yoona mengangguk bersemangat, membawa dua kotak makan besar itu berlari menyeberangi ruang tamu dan meluncur menuju Sehun. Dengan senyuman cerah gadis kecil itu mengulurkan dua kotak makannya, matanya berbinar, tidak sabaran untuk segera melahap segala hal manis yang Nyonya Kim sengaja bawa untuknya.

"Aku akan menyimpan ini, kau kembali dan temani Nyonya Kim seperti gadis baik. Bagaimana?"

Dengan melompat-lompat Yoona kembali, bersenandung tentang keripik kentang dan tomat, sesuatu yang tidak masuk akal seperti capung dengan kepala naga.

Sehun menyimpan beberapa makanan dari nyonya Kim pada kulkasnya, lalu bergegas membawa sarapan mereka kedepan televisi. Seperti hari-hari biasanya, pagi Sehun dimulai dengan celotehan Yoona, rengekan Yoona, senyum sumringah Yoona, semangkuk nasi dan susu hangat yang disiapkan nyonya Kim untuk mereka bertiga.

.

.

.

.

WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang