03 - Gagal

43 12 0
                                    

Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.

・⊝・∞・⊝・∞・⊝・


"Pokoknya kita harus cepet temuin ketua Paskib!" seru Fajar. Saat ini ia dan kedua temannya tengah berjalan menuju ruang Paskib.

Tina dan Jesi hanya berjalan di belakang Fajar yang sangat bersemangat. Keduanya hanya diam, tak membalas satu pun ocehan Fajar. Jam istirahat membuat koridor sekolah ini terasa sesak, dan Fajar seperti tak menghiraukannya.

"Jar, bisa gak sih lo pelan-pelan? Di sini itu ramai!" kesal Tina. Ia tak kuat jika diberi tatapan sinis lagi oleh beberapa Kakak kelas karena tak sengaja menabraknya. "Lagian lo ngapain lewat jalan ini, sih? Ini kawasan kakak kelas bermata sinis, bego!" tambahnya.

"Sejak kapan ini jadi kawasan Kakak Kelas? Setahu gue ini kawasan sekolah, deh," timpal Fajar.

Jesi hanya diam, ikut bersuara malah akan menguras emosinya. Fajar adalah salah satu spesies yang sangat dijauhi oleh pemilik penyakit hipertensi dan jantung.

"Bodo, ah. Lagian ngapain coba ruang eskul jauh-jauhan begini? Ruang Sastra di ujung, ruang Paskib di ujung, ruang OSIS di ujung juga. Pihak sekolah demen amat maksa muridnya buat olahraga," celoteh Tina.

Fajar hanya cengengesan tidak jelas. Sekolah yang luas ini memang membutuhkan kaki yang kuat, karena ruangan yang terpisah jauh. Ditambah lagi harus melewati gedung kelas yang memiliki penghuni bermata sinis seperti yang sekarang mereka lalui.

"Lo, sih, Jar. Kenapa harus lewat koridor ini, sih? Kenapa gak lewat koridor belakang aja? Kan, gue gak mungkin disinisin mulu," cecar Tina lagi. Fajar sudah akan menjawab sebelum suara Jesi menghentikannya.

"Enggak! Udah bener Fajar milih jalan ini, ketimbang lewat koridor belakang? Koridor belakang itu bener-bener sepi, yang ada kita bertiga dikira mau ngapain lewat sana. Bisa-bisa kita gak jadi ke ruang Paskib dan malah nyaras ke ruang BK," sahut Jesi cepat.

"Nah, betul." Fajar mengangguk setuju, "Udah, jalan ini udah yang terbaik. Bentar lagi juga sampai kita ke ruang Paskib."

Ketiganya kembali menghiraukan tatapan tak suka dari para Kakak kelas. Fajar berjalan dengan kepalanya yang tegap tanda ia tak takut, sedangkan Tina harus pasrah tangannya ditarik oleh Jesi.

"Nah, kita sampai," seru Fajar.

Di hadapan mereka kini terpampang pintu putih bertuliskan Ruang Paskib.

"Alhamdulillah," ujar Tina dan Jesi.

"Siapa yang mau ketuk pintunya?"

"Ya, lu, lah!" sahut Jesi cepat.

Fajar menganggukkan kepalanya, dan memajukan badannya ke arah pintu.

Tok, tok, tok.

"Permisi."

Fajar langsung membuka pintu putih berbahan dasar kayu itu saat tak mendapatkan jawaban dari dalam. Suara desingan dari mesin AC yang berada tak jauh dari sana menandakan ruangan itu berpenghuni saat ini.

"Ada apa?" tanya sosok jangkung yang duduk tidak jauh dari pintu. Lelaki itu mengenakan bawahan olahraga berwarna abu-abu yang merupakan seragam sekolah ini, dan atasan kaos berwarna putih, Raki.

"Anu, Kak."

Tina dan Jesi refleks memukul bahu milik Fajar karena mendengar jawaban yang tak seharusnya diberikan untuk Kakak kelas yang kini tengah mengangkat alis itu.

"Eh, maaf. Maksud saya, saya ingin mewawancarai ketua Paskib mengenai kemenangan dalam lomba kemarin."

"Oh, nyari Ina? Tuh, dia ada di mejanya, tapi dia lagi sibuk sekarang."

Cinta NabastalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang