6

8 0 0
                                    

Kesunyian malam ini makin membuat hatinya berkecamuk emosi, pikiran dan hatinya tak lagi memiliki satu pendapat. Pikiran yang menegaskan tak seharusnya ada benih cinta antara ia dan Reo yang notabennya adalah anak dari majikan orang tuanya. Namun hatinya tak dapat berbohong, selama bertahun-tahun mereka bersama itu adalah hal ternyaman untuknya. Meskipun hari-hari mereka tak lepas dari pertengkaran kecil yang pada kenyataannya itu makin menumbuhkan rasa yang tak pernah mereka sadari sebelumnya, bahkan jika tidak Reo jujur padanya kemarin ia tak akan tau apa yang sebenarnya hatinya sembunyikan selama ini.

Ingatannya kembali tersalur pada kejadian tadi siang di sekolah sebelum akhirnya dirinya melangkahkan kakinya menuju pulang,

"Ra, gue udah putus dari Fiona!" Suara Aga terus terngiang di telinga Keira menyisakan rasa bersalah dibenaknya. Kehadirannya ternyata memberikan kesan menyakitkan bagi perjalanan cinta antara aga dan Fiona.

Wajah Keira saat mendengarkan itu terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak ia inginkan terjadi. Ia memandang sejenak wajah Aga lalu tertunduk lesu,

"Bukan ini yang aku mau ga.." ucapnya melemah.

Aga yang tadinya memancarkan senyum sumringahnya kemudian memasang wajah datar, "Kenapa?" tanya nya yang tak dapat dijawab oleh Keira.

Sebelum dapat menjawab pertanyaan Aga, ternyata ada sebuah motor yang telah berhenti tepat di hadapannya yang kemudian membuat Keira bernafas lega. Ia dapat pulang dan mengistirahatkan pikirannya saat ini, meskipun pasti nantinya akan ada perbincangan mengenai hari ini oleh Reo.Yap! Reolah yang tengah duduk diatas motor di hadapan Keira dan Aga.

"Emm.. Ga, gue duluan ya!" Seru Keira dengan gelagapan.

Dengan gugup ia menaiki motor milik anak dari majikan orangtuanya itu, anak yang dulunya sangat sering menjahilinya, membuat ia menangis dan tertawa secara bersamaan, anak yang kemarin telah mengungkapkan kejujuran hatinya itu. Sepanjang perjalanan tak ada perbincangan yang terjadi diantara mereka, sehingga Keira dapat bernafas lega.

Namun setelah itu..

"Kei, gue sayang sama lo.." ujar Reo pelan.

Keira hanya dapat meringis pelan, sesulit inikah pilihan yang harus ia tentukan? Ingatan itu seketika buyar setelah Ibunya menghampirinya.

"Kei, kita harus pindah ke kampung.." penuturan dari ibunya kini makin membuat hatinya rasanya sangat berat.

Benaknya terlalu ragu untuk memancarkan ekspresi apa yang harusnya ada di wajahnya saat ini. Ia senang karena akhirnya tak lagi dihantui rasa dilema yang membuatnya bingung bukan kepalang. Jauh dari sosok Reo mungkin akan membuat pikirannya dapat berputar lebih lega dan tak tergesa-gesa dalam menentukan pilihan terbaik untuknya. Namun sekali lagi, ia tak dapat berbohong. Ia pasti akan sangat merindukan orang yang tiap kali menjahilinya itu.

Matanya sedikit berkaca, "Kenapa bu? Apa ibu udah gak nyaman ya kerja disini?" Tanya Keira dengan nada yang sudah bias ditebak memiliki sejuta kesedihan tersimpan.

Ibu Keira mencoba menghela nafasnya dengan berat, "Nak.. Ini saatnya kita pergi. Mencari kehidupan yang baru. Apa kamu gak bosen disini selama bertahun-tahun?" suaranya terdengar begitu sendu. Ada sesuatu yang disembunyikan, dan Keira tahu betul sikap ibunya ini.

Mendengar pertanyaan ibunya kepala Keira menggelengdengan cepat sebagai tanda bahwa jawabannya adalah tidak. Diikuti dengan deraian air mata yang kian ikut serta turun dan membuatnya sedikit sesak nafas karena mencoba untuk menahannya.

"Nggak bu... Kei gak bosen.." Ujarnya sebelum akhirnya ia memilih untuk menundukkan kepalanya dan mulai menangis lemah.

"Tapi kita tetep harus pindah ke kampung sayang" terasa sangat jelas pasti sentuhan tangan lembut dari ibunya itu dikepala Keira tentunya makin membuat hati Keira meraung tanpa seorang pun yang bisa mendengar.

Keira kemudian menengok ibunya dengan cepat, tangannya menahan tangan sang ibu kemudian memancarkan senyuman. "Tapi kan Kei masih sekolah bu, jadi kita gak bisa secepet itu pindah! Ya kan bu?" terdengar seperti memaksakan diri untuk terlihat gembira.

Kini air mata yang tadinya turun dari mata Keira telah berpindah turun dari mata ibunya dan sedikit demi sedikit membasahi pipinya, ibunya mencoba mengerti tentang kesedihan Keira. Tapi mau bagaimana lagi? Ini sudah menjadi keputusan terbaik darinya dan suaminya yang tak lain adalah ayah Keira.

"Nak.. cobalah mengerti keadaan ibu dan ayahmu.." Rintihnya yang semakin membuat benak Keira meronta ingin marah, menangis, semuanya.

Sekali lagi, Keira menundukkan kepalanya mencoba memahami maksud dari keputusan yang diputuskan oleh ibu dan ayahnya. Kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang rasanya tak akan dijawab. Mengapa? Ada apa sebenarnya?

***

Mentari pagi mulai menampakkan sinarnya, Reo dengan senyum sumringahnya menghampiri Keira yang tengah besiap-siap dengan tas gandeng warna biru miliknya.

"Morning Kei!" Ujarnya penuh semangat. Berharap mendapat tanggapan yang sama semangatnya seperti dirinya.

Tapi ternyata sepertinya wajah Keira menunjukkan raut yang tak gembira hari ini, terlihat begitu jelas. Ia hanya menatap Reo sekilas kemudian beralih untuk memakai sepatu sekolahnya.

"Kei, lo kenapa?" tanya Reo yang mulai merasakan ada yang aneh dengan sikap temannya itu.

1.2.3. Belum ada tanggapan Keira, ia masih sibuk dengan urusan mengenakan sepatunya.

Akhirnya tangan Reo mengangkat tubuh itu untuk bangun dan menghadapnya, "Kei! Jawab dong!" tegasnya.

Tes.Tes.Tes. Air matanya mulai turun secara perlahan, tentunya ini membuat Reo kaget.

"Kei maaf gue bentak lo.." sesalnya.

Keira menggelengkan kepalanya cepat, kemudian menjatuhkan dirinya ke dalam tubuh Reo untuk dapat memeluk lelaki itu.

"Re.. gue mau pindah.." Pernyataan yang terlontar langsung dari mulut Keira sukses membuat mata Reo membelalak kaget.

Rasanya seperti ada sebuah petir yang mencoba menyengatnya dengan kekuatan luar biasa. Seketika tubuhnya mendingin di dalam pelukan Keira. Benaknya bertanya, Mengapa? Sama persis dengan pertanyaan yang ada dalam pikiran Keira.

"Ah lo mah bercanda!" Ujarnya mencoba mencairkan suasana.

Keira masih dalam posisi memeluk tubuh Reo dan menjawab pertanyaan lelaki itu dengan gelengan kepalanya yang cukup keras. Karena hatinya menangis, karena bibirnya tak kuasa untuk menjelaskan, menceritakan.

"Nanti siapa yang nemenin gue kalo gak ada temen di rumah? Siapa yang gue ajak bertengkar dirumah kalo gak ada yang perhatian ke gue? Siapa yang gue jailin?" Ujarnya dengan nada sendu.

Posisi Keira masih sama, ia tak mau melepaskan pelukan itu. "Re.. gue sayang sama lo.." Ujarnya nyaris tak tertangkap oleh telinga Reo.

Mendengar pernyataan itu, tangan Reo refleks memeluk hangat tubuh gadis yang masih nyaman dengan posisinya ini. Ia tak bisa memungkiri perasaan hatinya yang sedih, dan tentunya akan sangat merasa kehilangan gadisnya ini. Tunggu, tunggu, belum menjadi gadisnya. Baru menjadi teman kecil nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Are The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang