03. Our Story : Happy Together

47 8 0
                                    

Kelas unggulan memang mendapat perlakuan istimewa dari sekolah. Kelasnya ber-ac, ada infocus, dan tentu saja dispenser beserta air galonnya. Penghuninya hanya ada 20 orang.

Pulang jam empat sore, dapat pelajaran tambahan setiap hari selasa dan kamis yaitu english club. Bicara bebas dengan bahasa inggris, pelajaran favorit gue. Terlebih lagi guru yang mengajar juga berbeda dengan kelas reguler, guru-guru yang mengajar kami rata-rata lulusan S2. Semua begitu tinggi begitu juga dengan SPP, dua ratus ribu per bulan.

Setiap pulang gue biasanya nebeng sama Fathiya yang kebetulan tetangga gue, karena abang gue si Rafael itu bukan kelas unggulan jadi dia pulang lebih dulu sekitar jam setengah tiga.

Dikarenakan Fathiya itu penggemar kpop jadi sepanjang perjalanan dia ngobrolin tentang oppa-oppanya. Gue cuma bisa jawab hooh, iya, benar juga, atau beneran?

Awalnya Fathiya ogah-ogahan sih temenan sama gue, apalagi sampai nebengin gue tapi setelah dia tau kalo gue bisa bahasa korea dia tiba-tiba jadi ramah sama gue.

Dia kira gue belajar bahasa korea karena suka korea, enggak ding. Gue itu suka aja sama negara yang punya huruf berbeda dari alfabet, semacam seni sih menurut gue. Maka dari itu gue tertarik pelajarin bahasa korea dan jepang.

Ditengah perjalanan, tiba-tiba hp gue bunyi. Kak Rafael? Ngapain dia nelfon jam segini.

"Halo, kak?"

.

"Kenapa?"

.

"Iya iya, bentar lagi aku sampe."

"Fat, cepetan dikit bisa gak?"

"Kenapa?"

"Itu ada masalah dirumah."

"Iya-iya," jawab Fathiya segera menancap gas tanpa bertanya lebih jauh, untunglah.

Tangan gue gemetar, gue berdoa semoga semua baik-baik saja. Apalagi sekarang? Kak Reina..

Begitu sampai dirumah gue langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Benar saja, gue langsung disuguhin adegan perkelahian antara Kak Reina dan mama.

Gue ngeliat pecahan kaca dimana-mana dan barang-barang yang sudah berserakan. Memang begitu kebiasaan jika marah. Apalagi itu Kak Reina.

"Sst!"

Kak Rafael datang dan menarik gue ke tempat aman.

"Kak, tolong jelasin apa lagi masalahnya sekarang?"

"Mama dengar dari tetangga kalo Kak Reina itu jalan sama om-om di mall."

Gue tercengang, gak percaya kalo Kak Reina bisa berbuat seperti itu.

"Kamu memang anak gak tahu diuntung! Sudah capek-capek dibesarin malah gini jadinya!! Kalo tau semua jadi seperti ini mama gak akan adopsi kamu dulu!!"

Prankk!!

Sebuah bingkai foto keluarga pecah, Kak Reina melemparnya ke lantai.

"Mama selalu ungkit-ungkit itu. Jadi kenapa? Kenapa dulu mama adopsi aku?! Aku juga benci, aku muak tinggal sama kalian!!"

Plak.

Tamparan itu mendarat di pipi Kak Reina. Gue mau nyusul tapi lengan gue berhasil ditahan Kak Rafael.

"Diam kamu! Harusnya kamu bersyukur, dasar anak jalang!"

Gue gak tau harus ngomong apa. Kenapa kata-kata itu bisa keluar dari mulut mama yang selama ini gue kenal sebagai perempuan yang paling lembut dan sabar.

High School Trouble ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang