chapter 8

344 25 19
                                    

Niall memperpanjang jam kunjungannya hingga waktu makan malam. Aku membangunkannya saat Mr. Malik mengetuk pintu apartemenku, dengan wajah masamnya yang biasa, menanyakan keberadaan Niall. Niall berjalan setengah sadar menuju mobil Mr. Malik dengan rambut acak-acakan, kardigan Linda Evangelista yang dipakainya masih tertempel label harga, dan hanya memakai sebelah sandal;  sandal yang satunya lagi dia gunakan untuk melambai padaku, yang terpaksa ikut turun ke parkiran sambil membawa tas-tas belanjaannya. Niall terlihat seperti habis bergulung di lantai, namun Mr. Malik memandangnya seolah tidak ada pemandangan lain yang lebih indah; mungkin memang begitu. Aku yang habis mandi dan bersisir rapi pun tampak tidak menarik jika dibandingkan dengan Niall, sekusut apapun penampilannya.

Andai saja ada yang mau memandangku seperti itu.

Aku berjalan ke atas sambil setengah melamun, hal yang sering kulakukan akhir-akhir ini.

Tapi lebih baik begini. Pikirku ketika aku sudah sampai ke dalam rumahku, mengunci pintu di belakangku dan merebahkan diri kembali ke sofa, siaran berita BBC terdengar riuh rendah dari televisi, menyediakan latar belakang suara selain gemuruh perkotaan beberapa lantai dibawah;  dengung mobil yang berseliweran dihiasi bunyi klakson setiap beberapa detik. Derik sayap jangkrik serta binatang malam lainnya yang menghuni taman kota tak jauh dari sini juga samar terdengar.

Aku mungkin sudah hampir ketiduran saat ponselku berbunyi, menampakkan nama kontak Harry di layarnya.
Aku memencet tombol terima panggilan dan mengangkat ponsel ke telingaku, 

"Halo?",
"Hei, belum tidur kan?",
"Belum, tapi-", aku berhenti sejenak untuk menguap, sebelah tanganku melayang menutupi mulutku, "tapi aku udah ngantuk",
"Yah, jangan dong. Aku kesitu, ya?",
"Buat apa?",
"Sudah, kasih tau alamatmu aja",

Akhirnya Harry menutup telepon setelah kuberitahu letak apartemenku. Aku berdiri, merebus seteko air dan bikin teh. Jam di penanak nasi menunjukkan pukul sembilan lebih duabelas. Setelah kupikir lagi, aku mengambil cangkir tambahan dan memutuskan membuat teh untuk Harry.

Fierce bangkit dari tempat duduknya di dekat jendela dan menghambur ke arah pintu mendahuluiku saat bel berbunyi. Dia mulai menggaruk-garuk pintu dengan kuku yang sudah kupasangkan penutup, dan mengeluarkan meongan cempreng,

"Lou? Kamu berubah jadi kucing?!", suara Harry teredam dari balik pintu, membuatku terkikik geli. Fierce melesat keluar tanpa aba-aba saat pintunya dibuka, hampir menyeruduk kaki kiri Harry kalau saja dia tidak cepat-cepat mengangkatnya.

"Aduh, kirain kalau malam kamu berubah jadi kucing", dia berlalu melewatiku sebelum aku mempersilakannya masuk. Dia meletakkan kotak pizza di meja tamu dan melempar mantelnya ke dalam lemari. Setelah membuat dirinya nyaman;  melonggarkan ikat pinggang dan melepas sepatunya serta menyampirkan lengannya di sepanjang sandaran sofa, dia menjulurkan lehernya untuk menatapku yang baru saja menutup pintu setelah Fierce masuk kembali.

"Buatkan aku minum, dong?", katanya. Sejurus kemudian dia meraih remote dan mengganti siaran berita malam ke stasiun televisi yang menayangkan ulang serial Laurel dan Hardy.

Aku mendelik padanya,
"Baru pertama mampir udah berasa rumah sendiri, ya?!", tapi aku tetap menghentak-hentakkan kakiku menuju dapur dan mengambilkan teh yang sudah kubikinkan. Kuletakkan dua cangkir itu di hadapannya. Dia masih tak menjawab, tak juga memperhatikan lawakan Laurel dan Hardy. Matanya sibuk mengelilingi ruang berukuran sedang yang kudiami beberapa tahun terakhir- dinding putihnya yang monoton dihiasi sedikit sekali bingkai foto, perabot-perabot simpel berwarna hitam yang sudah satu paket dengan apartemennya, jendela superbesar dan lebar, dan Fierce yang sudah berbaring di karpet bulu karamel kecil ujung ruangan, satu-satunya hiasan di lantai berlapis vinyl cokelat tua.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

• antemeridiem // larry stylinson Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang