Prolog

1K 274 438
                                    

*flashback on

2 bulan yang lalu..

Suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring seakan menjadi melodi membosankan yang selalu terdengar ketika sedang makan. Nuansa rumah yang awalnya sangat hangat dan nyaman bak istana, kini berubah menjadi dingin dan mungkin sedikit menyeramkan.

Wanita yang luar biasa hebat, yang selalu mempersiapkan breakfast, lunch, dan dinner tanpa diminta. Wanita yang selalu bisa mencairkan suasana sehening apapun, juga wanita yang selalu meberikan limpahan kasih sayang pada kedua Anaknya, Kendranatthan Thompson dan Aletta Thompson. Siapa lagi jika bukan Margarettha Thompson, Mamanya. Yang kini telah tiada akibat kecelakaan mobil 7 hari yang lalu. Kecelakaan itu mengakibatkan kepala Margarettha retak dan tidak dapat diselamatkan.

Suasana duka masih menyelimuti keluarga Thompson, bagaimana tidak? Salah seorang bagian terpenting dalam keluarga tersebut telah tiada. Tidak ada hari baik setelah kejadian 7 hari yang lalu. Tidak ada tawa maupun kebahagiaan. Yang ada hanya kesedihan, kehilangan, luka, kerinduan, semuanya bercampur menjadi satu. Sangat menyakitkan.

Tanpa terasa makan malam mereka berlalu sangat cepat, tidak ada yang ingin memulai pembicaraan. Situasinya tetap sama, hening.

Merasa tidak ada yang perlu Aletta lakukan lagi setelah makan, ia pun berdiri dari kursi yang ia duduki. Ketika ia hendak berjalan menuju kamarnya, langkah kakinya tertahan.

"Ada yang ingin Papa bicarakan pada kalian berdua, duduk." Titah Davinnder Thompson. Ia merupakan kepala keluarga, sekaligus Ayah dari Ken dan Aletta. Tatapanya yang semula dingin kini berubah sendu, layaknya tatapan seorang ayah yang sudah lama tidak bertemu dengan anak-anaknya.

Aletta merasa ada yang janggal. Pasalnya, semenjak kepergian sang Mama, Papanya tidak pernah mau berbicara seserius ini. Aletta pun menengok sang kakak, menatap kakaknya lekat seolah eminta pendapat.

Ken yang seakan mengerti gerak-gerik Adiknya pun segera menganggukkan kepala, meminta Adiknya untuk menuruti permintaan sang Papa.

Sepersekian detik kemudian keduanya kembali duduk. Bi Inah selaku pembantu di rumah mereka pun mengerti, dan segera membereskan piring serta sisa makanan kemudian kembali ke dapur.

"Sebenarnya... Papa ingin memperkenalkan, calon istri Papa pada kalian." Tutur Davin pada Aletta dan Ken, perasaan dihati Davin berkecamuk. Davin tahu betul bahwa saat ini bukanlah saat yang tepat baginya untuk mengatakan semua hal ini pada kedua Anaknya.

Tapi mau bagaimana lagi? Sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat pasti akan terjatuh juga kan?

Ya, itulah yang Davin pahami. Davin lebih memilih memberitahu kedua Anaknya saat ini dari pada ia harus terus-menerus menyembunyikan hubungannya dengan Pacarnya. Davin akui, ia memang masih mencintai mendiang Istrinya. Di samping ia ingin memiliki sosok Istri sekaligus Mama bagi kedua Anaknya, ia juga sangat berharap Istrinya nanti bisa menjaga dan melindungi kedua Anaknya dengan baik. Dan bukankah seorang laki-laki tidak bisa hidup terlalu lama tanpa seorang wanita? Tentu saja, karena itu sudah hukum mutlak.

Ken menatap Davin tak percaya. Namun,  ekspresi datarnya mampu menutupi semua kesedihan yang sedang ia rasa. Saat ini yang terpenting adalah Aletta. Ken tahu, bahwa Aletta pasti sangat terpukul dan Ken sudah menduga bahwa Aletta tidak akan pernah bisa merestui hubungan Papa dengan Pacar Papanya. Ken menarik napas panjang dan mengembuskanya secara perlahan, saat ini ia tak boleh mengutamakan egonya.

Ken melirik Aletta dan melihat dengan jelas bahwa sedari tadi Aletta sudah berusaha membendung air matanya agar tidak pecah.

Karena sedikit muak atas sikap Papanya yang sudah kelewat batas, akhirnya Aletta angkat bicara.

PatheticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang