Mengenai garis takdir. Kematian selamanya tidak akan mendapat ketenangan, jika tidak segera diikhlaskan.
ווו×
Waktu menunjukan pukul 19.00. Dan kondisi kamar 116 tepatnya dilantai 7 masih sama. Gelap, sunyi, dan sepi. Tidak ada yang berubah dari kondisi kamar yang sudah mendapat kepemilikan dari remaja 17 tahun.
Aletta Thompson, pemilik kamar 116 sejak dua bulan yang lalu. Memang benar, setelah kejadian malam itu Aletta memutuskan untuk tinggal di salah satu apartemen milik Papanya di Bandung. Bukan karena Aletta tidak bisa jauh-jauh dari Papanya, hanya saja Aletta tidak mau terlalu mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak penting. Kecuali untuk clubbing dan vapor, mungkin. Bukan karena Aletta pelit, tapi memang Aletta tidak akan megeluarkan banyak uang untuk sesuatu yang ia anggap tidak penting.
Untuk masalah keuangan Aletta sama sekali tidak kesulitan, karena biar pun Aletta tidak lagi tinggal di rumah. Papanya masih rutin mengisi uang jajan Aletta melalui rekening miliknya. Bahkan Papanya tak segan-segan memberikan kado ulang tahun pada Aletta berupa mobil Aventador silver, ketika usianya menginjak 16 tahun. Keren bukan?
Mengenai pakaian apa yang selama dua bulan ini Aletta kenakan. Aletta pergi ke pusat perbelanjaan keesokan hari, ketika ia sudah tinggal di apartemen. Aletta membeli beberapa pasang pakaian, baik itu atasan, bawahan. Sneakers, bahkan stock jajanan selama satu bulan pun sudah Aletta beli, salah satunya adalah permen karet, tidak banyak. Karena dua minggu setelahnya, Aletta meminta Ken untuk membawakan pakaian, peralatan make up, dan segala keperluan Aletta yang lain.
Ken bahkan sudah tau, bahwa setiap malam Aletta selalu pergi ke club dan akan kembali 3-4 jam sebelum fajar tiba. Ken tidak melarang kebiasaan Aletta yang baru itu. Selama Aletta tau akan aturan dan batasan wajar, maka Ken tidak akan melarang.
Ya, semenjak pertengkarannya dengan sang Papa. Aletta yang semula adalah remaja ceria dan penurut, kini berubah menjadi pembangkang, pemberontak, pembuat onar, perusuh, keras kepala, juga sangat angkuh. Dan jangan lupakan kebiasaannya yang baru, penghisap vapor akut. Aletta bisa saja menghabiskan waktu seharian tanpa makan dan minum, tapi untuk tidak menghisap vapor? Tentu saja tidak bisa! Saat ini, vapor merupakan salah satu bagian dari kehidupan Aletta.
Bagaimana dengan narkoba? Oh, Aletta sangat membenci sesuatu yang kotor dan menjijikkan seperti itu.
***
Aletta membuka matanya secara paksa, napasnya tak beraturan, keringat bercucuran, serta tangan dan kaki yang tak berhenti bergetar. Mama Margarettha menemuinya dalam mimpi, mengelus puncak kepala Aletta dengan senyum yang sangat manis. Tapi bukan itu yang mengganggu pikiran Aletta, melainkan perkataan Mamanya yang dirasa masih merupakan tanda tanya besar megenai jawabannya. Aletta masih mengingat, dengan samar Mamanya berkata.
Jangan pernah meninggalkan sesorang yang masih mau menemani kamu, setelah puluhan kali kamu mengusirnya. Dengan senyum yang kelewat lembut, Mamanya berusaha meyakinkan Aletta. Kemudian Mamanya menghilang begitu saja, tanpa pelukan perpisahan. Dan semuanya kembali, semu.
Dengan tangan yang masih bergetar, Aletta mengusap keringat di wajahnya gusar. Menatap langit-langit kamar yang terasa sangat monoton, ia mengambil ponsel yang ia letakan di atas nakas. Mencari kontak dengan user name Kanya, Aletta segera men-tap icon telepon yang terdapat pada apk whatsapp. Dan tanpa menunggu lama, terdengar suara dari seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pathetic
Teen Fiction[PROSES REVISI - UPDATE 3X SEMINGGU] Masa remaja seharusnya menjadi masa terindah bagi kebanyakan orang. Dimana segala pengalaman, dan pencarian jati diri akan dimulai pada masa itu. Peran keluarga, terutama kedua orang tua pun tak luput dari pemben...