Perubahan memang selalu diperlukan dalam setiap kehidupan. Tetapi tidak harus disertai dengan paksaan, kan? -Aletta Thompson.
ווו×
Keesokan harinya...
"....."
"Udah siap gue." Jawab Aletta, sembari memasukan perlengkapan sekolahnya kedalam tas ransel hitam miliknya.
"....."
"Ya udah, sih. Santai! Kayak gak pernah telat, aja." Mengambil sepatu boots hitam miliknya, Aletta segera memasangkan di kedua kaki mungilnya.
"....."
"Gue turun, sekarang."
"....."
"Oke, bye!"
Tutt..Tutt.. telepon dimatikan secara sepihak.
Senin pagi, seperti biasa. Selesai berkemas dan merapikan seragam yang ia kenakan, Aletta memoles bibirnya dengan sedikit lip balm agar tidak kering. Pantulan cermin besar yang berada di samping lemari pakaian miliknya, memperlihatkan penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Perfect, batinnya.
***
Sembari menunggu lift yang ia naiki sampai di lantai dasar, Aletta tak henti-hentinya mengunyah permen karet. Kemudian sesekali meniupkan gelembung yang cukup besar, sampai akhirnya meletup dengan sendirinya.
Aletta sengaja membeli banyak persediaan permen karet, yang sebagian besar adalah rasa anggur. Menyimpannya di dalam lemari pendingin, Aletta selalu membawa beberapa permen karet sebelum berangkat ke sekolah. Selain teksturnya yang kenyal, ia juga akan lebih bersantai saat melakukan aktivitas lainnya dengan memainkan gelembung dari permen tersebut.
Dentingan lift berbunyi tepat di lantai 3. Seseorang berpakaian sekolah dengan logo yang berbeda darinya berjalan memasuki lift ketika pintu terbuka, seorang pria. Berdiri tepat di samping Aletta, yang sempat sesekali melirik ke arahnya. Aletta hanyak mengedikkan bahu, tidak peduli.
'Ting'
Dentingan lift menunjukan bahwa tujuan mereka telah sampai di lantai satu. Mereka, Aletta dan pria yang berada di sampingnya berjalan keluar dari lift. Dan berpisah tepat di lobby, ketika salah seorang petugas apartemen berjalan menuju arahnya dengan memanggil nama Aletta.
"Selamat pagi. Nona Aletta, ya?" Sapa seorang petugas apartemen, pria. Yang meyakinkan namanya agar tidak salah orang.
"Iya, saya. Ada apa?" Jawab Aletta setelah membuang kunyahan permen karet ke dalam lipatan tissue, yang kemudian ia genggam.
"Mr. Thompson meminta anda untuk menemui, beliau." Tutur sang petugas, dengan nada suara yang sedikit merendah.
"Sampaikan pada Mr. Thompson bahwa pagi ini saya hampir telat berangkat ke sekolah." Sebisa mungkin Aletta memutuskan untuk tidak menemui Papanya, saat ini.
Baru saja Aletta hendak berbalik pergi, petugas tersebut kembali berbicara.
"Mohon maaf, Nona. Tetapi Mr. Thompson berpesan pada saya bahwa beliau tidak menerima penolakan dalam bentuk apapun." Seakan tidak ingin berhenti sampai disitu, petugas tersebut terus saja mendesak Aletta agar bersedia menemui Mr. Thompson, Papanya.
Mengembuskan napas gusar, Aletta menatap petugas tersebut dengan tatapan ingin menelannya hidup-hidup. "Dimana saya harus menemui beliau?" Aletta menyerah.
"Manager room, Nona. Jika anda berkenan, saya akan mengantarkan anda sampai sana."
"Hm." Aletta menerima tawaran sang petugas yang akan mengantarkannya sampai manager room, karena ia sama sekali tidak hafal mengenai tatanan letak di setiap ruangan yang ada di apartemen ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pathetic
Teen Fiction[PROSES REVISI - UPDATE 3X SEMINGGU] Masa remaja seharusnya menjadi masa terindah bagi kebanyakan orang. Dimana segala pengalaman, dan pencarian jati diri akan dimulai pada masa itu. Peran keluarga, terutama kedua orang tua pun tak luput dari pemben...