Sesampainya di rumah, Sumire mencoba menghubungi Boruto berulang kali. Hasilnya nihil. Line nya tidak aktif. Hanya membuatnya pusing tujuh keliling. Dia memilih mengirim beberapa pesan agar tenang.
Uzumaki Boru
Kuharap kau jangan marah
-Send (07.34)Katakanlah jika ada masalah
-Send (07.35)Tapi, kalau enggan untuk bercerita, aku akan menunggumu sampai kau mau bercerita
-Send (07.35)Selamat malam, kau bisa menghubungiku kalau ingin
-Send (07.35)Usahanya percuma. Tidak ada yang berubah dari situasi sebelumnya. Dia berusaha mengikuti semua saran Namida. Sulit sekali rasanya menghadapi Boruto saat ini.
Sebelumnya, Boruto tidak pernah mendiamkannya seperti ini. Ketika ditimpa masalah pun, masih bisa dibicarakan baik-baik. Saling dewasa, saling memaafkan.Tidak hilang kontak seperti ini.
Sumire menempatkan diri di hadapan meja belajar yang berhadapan langsung dengan kaca besar kamarnya. Dia langsung bisa melihat kerlap-kerlipnya bintang di langit. Sangat langka, apalagi di wilayah kota. Hanya sesekali muncul.
Indahnya langit tak sepadan dengan perasaannya kali ini. Sumire membuang napas kasar. Menyerah? Tidak, ini bukan untuk memikirkan hal buntu.
Dia membuka laci mejanya. Banyak tersebar fotonya bersama Boruto. Membahagiakan, dengan melihat foto, dia bisa mendamaikan jiwanya yang tersinggung lembut. Sefrustasi inikah ketika Boruto tak di sisinya.
"Aku hanya ingin kau menceritakan segalanya padamu, keluh kesahmu. Aku ingin menjadi seseorang yang sangat kaubutuhkan kala takdir terasa buruk. Hanya itu, apakah sulit untukmu melakukan hal sederhana itu?"
Sumire ingin menangis kencang. Tapi, dia harus menghadapi sesuatu dengan logis, masalah tidak akan hilang dengan cara menangis. Menangis tidak akan mengubah apa pun.
Sumire membaringkan diri di kasur. Berharap ini semua hanya mimpi buruknya. Dia memeluk foto yang di dalamnya ada dia dan Boruto. Foto yang menyenangkan. Dia terlelap dengan bantalnya yang sedikit tercemari air mata.
"Maaf, kali ini aku menangis lagi."
Begitu erat dia menggenggam foto mereka. Hatinya sakit, jawabannya tak perlu diragukan. Perubahan kecil akan sangat mengganggu. Sumire adalah orang yang perasaannya peka terhadap sekitar. Tidak heran, berubahnya Boruto mengganggu sekali bagi akal dan hatinya.
Di sisi lain, Boruto baru saja mengaktifkan smartphonenya. Dia melihat pesan berjejalan di notifikasinya. Yang paling menarik, tentunya milik Sumire.
Dia mengabaikan pesan dari Sumire, dan memilih membuka pesan yang lebih penting dari itu.
Uchiha Sarada
Bagaimana?
-Read (10.48)Bagaimana apanya? (10.48)
Dasar bodoh, apa maumu? Telepon saja kalau kau tak paham. Memberi pesan padamu seperti menulis di atas air, tidak ada gunanya.
-Read (10.49)Baiklah. (10.50)
Tak lama, smartphonenya bergetar. Tertera jelas nama Uchiha Sarada. Dia menghela napas, kemudian mengangkat dengan sedikit tidak ikhlas.
Boruto terlibat pada pembicaraan yang lama dengan Sarada. Dengan sedikit adu argumen, akhirnya Sarada lah yang menang.
"Terima kasih Sarada. Aku merasa sangat tertolong."
"Berisik, simpan saja terima kasihmu."
"Apa kau mau pergi denganku?"
"Tentu, besok sepulang sekolah kutunggu."
Boruto mematikan smartphonenya. Tidak membalas pesan dari Sumire. Dia berusaha tidur dengan memaksa matanya terpejam.
Dia tidak bisa. Pikirannya dipenuhi Sumire. Dia mengacak surai pirangnya. Mata biru hangatnya menatap kosong ke langit-langit.
"Apa harus begini? Maafkan aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
[9] Maybe Perfect
FanfictionBoruto dengan sifatnya yang dingin, akan menjadi berbeda ketika bersama Sumire. Sosok Boruto saat berhadapan dengan Sumire sangat hangat dan menjadi kekasih profesional bersama rayuannya yang tidak bermutu. Namun, seketika semua itu berubah dalam se...