Kalian pasti punya mantan pacar yang sangat berkesan dan membekas dihati kan? Aku punya. Namanya Gibran Pragiwaksono yang kata orang dia itu biasa saja. Tapi, bagi aku Gibran lebih dari sekedar ‘mantan’ atau aku saja yang terlalu terobsesi? Sini mendekat, aku ceritakan detailnya.
Hari itu harusnya hanya menjadi hari sibuk biasa dikantor tapi hari itu tidak bisa menjadi hari biasa saja berkat sepotong Line Message dari dia, iya dia yang sudah 3 tahun aku tahu kabarnya hanya lewat social media
Gibran.P : Gita, saya di Jakarta sekarang
Perlu beberapa menit untuk aku mencerna dan menahan debaran didada, padahal hanya sepotong chat tapi reaksiku berlebihan sekali , aku balas chat itu dengan tangan gemetaran. ”Iya” aku cuma sanggup mngetik tiga huruf itu, payah sekali. Tapi apa urusanku memangnya kalau dia di Jakarta? Aku mencoba menggubris perasaan antusiasku
Gibran.P: Saya kangen, Bisa ketemu?
Hampir terjengkang aku membaca balasan chat manusia satu itu. Kangen? Kangen aku? Atau kangen apa? Gibran kalau chat yang jelas donggg biar aku gak ambigu dan deg-degan seperti sekarang. Oke, aku tarik nafas dalam-dalam untuk mencoba mengembalikan kewarasanku.
Gita.C: boleh
Gibran.P: Oke, nanti malam saya telfon ya
Gibran tidak berubah sama sekali tetap to the point kalau bicara. Aku gak membalas lagi dan masih membeku dimeja kerjaku. Ketemu? Memangnya aku sudah siap bertemu orang yang terakhir kali kudengar suaranya itu saat dia memutuskan hubungannya denganku?
Tapi, lagi-lagi hati dan ego ku yang menang dibanding akal sehatku, aku se-girang itu dihubungi dia. Gibran u should feel grateful to have a fool ex like me who never say no to you or maybe I’m just too coward to resist you?.Malam itu Gibran masih sama, dia masih Gibran yang aku kenal, senyumnya masih konyol,tatapan matanya masih lembut dan tajam, dan parfumnya masih tetap lembut masih sama persis dengan ingatan terakhirku tentang dia, mungkin yang berbeda dari ingatanku hanya dia tampak lebih dewasa sekarang, ingin sekali aku menghamburkan diri kepelukannya saat pertama kali melihat Gibran lagi setelah sekian tahun,tapi aku masih berusaha waras dan berjalan anggun ke arahnya lalu kami bersalaman canggung dan duduk dimeja yang sudah dipesan Gibran.
Dia selalu memperlihatkan kesan tegas dan lembut saat menatapku. Aku sibuk mengaduk-aduk makananku, bukan karna tak selera, aku hanya terlalu gugup dan senang karna orang yang ada didepanku saat ini .
“Dimakan” katanya. Aku berdeham canggung lalu menyuap pasta yang sedari tadi kuacak-acak.”How’s life?” Dia memecah hening
“yagitu nothing special, kamu kapan sampe? Gimana New Zealand? Emang bener ya disana gaada cicak seekorpun?” Gita bodoh. Dari tadi bingung mau ngomong apa sekalinya buka mulut gabisa di-rem shame on you gitttttt. Bukanya menjawab pria berambut keriting agak gondrong didepanku ini malah terkekeh.
“Gita bawel, Saya suka” Tolong Gibran jangan senyum,jangan ketawa hati aku ga sanggup
“Ih Gibran gitu” aku mencebik
“Gibran? Gak kaka? Kamu mulai gak sopan ya” Gibran mulai menggodaku yang membuat pipi dan hatiku menghangat
“Sejak kapan kamu jadi kaka aku?”
“Oh iya sayakan mantan pacar kamu bukan kaka kamu”
Percaya deh Gibran ngomong seperti itu seperti tanpa beban seolah kata ‘mantan pacar’ gak membuatnya terganggu sama sekali
“Gibran gaberubah masi baku” cibirku
“Gita gaberubah masih lucu dan kekanakan hahaha” sambil tertawa dia mengacak rambutku pelan, tolong hatiii kamu jangan lemah ingat manusia yang sekarang sama kamu ini pernah bikin kamu sedih.
Akhirnya malam itu kami habiskan dengan tertawa dan menceritakan apa saja yang bisa kita ceritakan tanpa sedikitpun menyinggung masalalu aku-gibran dan alasan mengapa dia meninggalkan aku dulu.
Gibran mengantarku pulang ke apartemenku lewat tengah malam. Kami masih terdiam didalam mobilnya, jujur aku gak rela harus berpisah padahal sudah 3 tahun ga bertemu pria yang masih sangat aku sayangi ini.
“Aku pulang ya, makasih loh”
“Sama-sama gita”
Aku hendak membuka pintu mobil saat dia mengeluarkan suara lagi“Gita
Boleh ketemu lagi?
Saya senang bisa habisin waktu sama kamu”Aku diam beberapa detik merasakan jantungku berdetak lebih cepat lagi dan sibodoh gita ini cuma bisa mengangguk sambil mengulum senyum
Malam itu berakhir dengan aku tersadar kalau aku untuk kesekian kalinya jatuh cinta lagi pada orang yang sama, Gibran.
Tanpa peduli meski kenyataannya Gibran pernah menjadi alasan patah hati tersakitku dulu,aku jatuh lagi tanpa paksaan atau mungkin aku sengaja menjatuhkan diri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran dan Gita
RomanceGimana rasanya kalau tiba-tiba mantan pacarmu menghubungimu kembali? sebal? langsung menolak? Berbeda dengan kalian Gita menerima Gibran dengan tangan terbuka padahal Gibran itu pernah menjadi alasan 'patah hati terburuk' bagi Gita. Ini adalah kisah...