Hujan dan Payung

213 11 2
                                    


-Part ini didedikasikan untuk kamu orang-orang yang pernah menjadikan dirinya payung bagi hujan seseorang.-

-Dia yang hadir ketika Gibran pergi.-

Kalian sudah tahu bagaimana cerita Gibran bisa masuk kedalam hidup dan hatiku bukan? Kali ini kalian wajib tahu juga bagaimana Gibran pergi dari hidupku dan hanya menyisakan perasaan,kenangan, dan luka pada diriku.

Waktu itu kami sudah berpacaran 10 bulan lamanya, tepat pada hari anniversary kami yang ke-10 bulan dan tepat pula pada hari ulang tahunku yang ke 19 Gibran memutuskan untuk pergi. Kala itu hubungan kami memang sedang tidak baik,Gibran yang mulai disibukan dengan agenda kuliah yang semakin padat karna Gibran sudah mulai 2semester akhirnya untuk lulus mulai jarang menghubungi aku dan kami sering berselisih paham karna jarang berkomunikasi.

Gibran selalu ingin tidak diganggu dan aku yang selalu ingin sekedar bicara dengannya setidaknya 2 menit sehari dianggap Gibran terlalu kekanakan.
Sudah berminggu-minggu aku gak berani menghubungi dia karna takut mengganggu dan membuatnya jengkel.

Malam itu tepat pukul 10 malam tanggal 10 september di atas rooftop kafe yang sengaja dia pesan untuk merayakan ulang tahun dan mensive kami, dijam yang sama seperti saat dia memulai semuanya, dia mengakhiri kita, kisahku dan Gibran.

Gibran membawakan aku cheese cake mini, sebatang coklat putih dan juga setangkai mawar merah. Aku sangat bahagia karna kupikir aku masih sangat special bagi Gibran, aku merasa dia sangat menyayangi aku sampai rela menyempatkan waktu nya untuk aku malam itu.

Gibran menyalakan lilin dan kemudian menyodorkan kuenya padaku, aku yang duduk disebelahnya tersenyum lebar dengan mata berbinar.

"Happy birthday Gita. Make a wish" ucapnya lembut, Aku menutup mataku sambil mengepalkan kedua tangan tanganku, berdoa, kemudian meniup lilin

"kamu doa apa?" Tanyanya memasang senyuman paling hangat yang selalu aku suka. Aku tersenyum mengingat doa-doaku didominasi oleh namanya.

"Banyaaakkkk, aku berdoa supaya Gibran cepet selesai kuliahnya dan bisa gak sibuk lagi aku kangen banget soalnya" Jawabku antusias. Dia memelukku sebentar lalu mengelus pipiku lembut

"Kok doanya saya?" tanyanya lagi, aku terkekeh sambil sedikit tersipu.

"Gak juga ko, aku cuma berharap Gibran dan aku selalu sama-sama, gapapadeh Gibran sibuk aku bisa sabar kok yang penting Gibran gak kemana-mana dan aku bisa liat Gibran terus"
Dia diam, gak meng-aminkan doaku dan benar-benar hanya diam. Perasaanku mulai gak begitu enak

"Berdoa yang benar Gita" Kali ini aku yang diam menatapnya.

"Doa aku terlalu muluk-muluk ya? kan Gibran itu jin pengabul doa aku.Pasti bisa kekabul kan?" aku tertawa mencoba mencairkan suasana.Gibran masih tetap membeku, please Gibran ngomong sesuatu.

"Saya gak bisa" Bukan Gibran, bukan itu yang ingin aku dengar.Mataku mulai memanas, segala kemungkinan terburuk muncul di otakku.
Gibran menunduk dan menghela napas berat, jangan Gibran jangan bicara lagi kalau kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut kamu akan menyakiti aku.

"Saya gak bisa lagi gita.. maaf" Aku menarik napas panjang mencoba menenangkan diri dan menahan air mata.

"Gibran bosen sama aku?" Tanyaku, dia menoleh dan menatapku lalu menggeleng.

"Saya cuma gak ingin menyakiti kamu lebih dari ini Gita"
Aku gak mengerti.

"Engga Gibran, kamu gak nyakitin aku.Aku gapapa kamu sibuk,aku gapapa gak dikabarin, ya please ya?" Aku memohon tapi dia menggeleng lagi.

"Saya hanya gak bisa lagi dengan kamu" Ucapnya telak.

"Kenapa?" Suaraku bergetar menahan tangis.

Gibran dan GitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang