1

347K 16.6K 704
                                    

Raga menuruni satu-persatu anak tangga dengan langkah pelan, wajahnya terlihat kusut khas orang bangun tidur, matanya masih setengah terpejam, serta sebelah tangannya menggaruk perutnya yang terasa gatal. Sebetulnya Raga enggan betul membangkitkan tubuhnya dari ranjang, terutama di akhir pekan seperti ini, karena pada saat-saat seperti inilah ia bisa mengistirahatkan tubuhnya dari segala kepenatan yang ada. Namun, secara tidak sopan, aroma masakan yang Siska buat menguar hingga ke seluruh penjuru rumah, membuatnya tanpa sadar menuju aroma yang dapat membuat perutnya berbunyi dengan nyaring itu.

Tak langsung mendudukkan tubuhnya di meja makan, Raga meneruskan langkahnya menghampiri Siska yang tengah berdiri membelakangi kompor. Memeluk tubuh mungil itu seraya menyandarkan kepalanya di atas punggung sempit sang istri.

"Good morning," ucap Raga pelan.

"Morning too. Kok udah bangun? Sarapannya sebentar lagi baru jadi," balas Siska seraya tersenyum lembut.

Raga hanya membalas dengan bergumam pelan. "Ada yang bisa aku bantu?" lanjutnya.

"Enggak, ini udah mau selesai, kok. Kamu duduk aja," sahut Siska.

Raga mengangguk pelan, bibirnya mencuri kecupan singkat di leher jenjang Siska membuat wanita itu menggelinjang kegelian, sebelum akhirnya berbalik dan berjalan menuju meja makan.

Setelah menunggu beberapa saat, masakan yang Siska buat untuk menu sarapan pagi ini akhirnya selesai. Siska mengambilkan nasi goreng beserta telur mata sapi untuk Raga, setelah itu baru untuk dirinya sendiri. Walau terkesan sederhana, Raga tak pernah protes apapun masakan yang Siska buat untuknya, bahkan jika hanya sekadar kopi hitam.

Sarapan berjalan dengan tenang, tak ada percakapan di dalamnya, hanya dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring sesekali mengisi keheningan.

Siska lebih dulu menyelesaikan sarapan dari Raga, setelah menenggak habis air putih di gelasnya, Siska menatap Raga gelisah.

Raga yang menyadari itu segera menyelesaikan sarapannya dan balas menatap Siska.

"Ada apa?" tanya Raga, lebih dulu membuka suara.

"Sebenarnya ... aku udah telat tiga hari," sahut Siska, melirih pada akhir kalimatnya.

Raga berdeham pelan. "Aku mau ke apotek, kamu mau nitip apa?"

Siska menggeleng pelan. "Jangan lama-lama."

Setelah mendengar jawaban Siska, Raga bangkit dari duduknya dan bersiap untuk membeli alat tes kehamilan.

Selama beberapa detik Siska memandang lurus ke depan, tatapannya kosong, sedangkan pikirannya bercabang ke mana-mana. Namun, dengan cepat ia tepis segala pikiran yang bersarang di otaknya. Memilih mengumpulkan piring-piring kotor untuk ia cuci, dan mensugesti dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja.

***

Esok paginya, Siska langsung mencoba alat tes kehamilan yang kemarin dibeli oleh Raga. Sembari menunggu, Siska menatap penuh harap seraya berharap-harap cemas. Namun, setelah beberapa menit, raut wajahnya seketika berubah.

Raga yang menunggu di tepi ranjang seketika berdiri melihat Siska keluar dari balik pintu kamar mandi. Istrinya itu terlihat mengukir senyum, tetapi kali ini terlihat begitu berbeda.

Raga tetap diam, menunggu Siska menjelaskan hasilnya.

"Garisnya cuma satu, kamu jangan marah, ya?" ucapnya, berusaha tegar.

Ini kali ke dua Siska mengecek, dan hasilnya tetap negatif. Jujur, Siska merasa kecewa, tetapi entah harus kecewa pada siapa.

"Buat apa aku marah?"

Memilih tak menjawab pertanyaan Raga, Siska malah memeluk tubuh kekar suaminya itu, menyembunyikan wajahnya di dada bidang Raga.

"Kamu mau shopping?" tanya Raga yang memiliki arti tersirat.

"Shopping apa aja?" Siska balas bertanya.

"Iya," sahut Raga, sebelah tangannya mengelus rambut panjang Siska, sedangkan tangan yang lain ia gunakan untuk membalas pelukan Siska.

"Jangan nyesel, ya?"

"Iya, Sayang. Sana siap-siap."

"Nanti dulu, masih mau begini," sahut Siska manja. Ia malah menyamankan dirinya dalam dekapan Raga.

"Siska, Tuhan udah mengatur hal-hal apa aja untuk setiap hambanya. Gak akan ada yang salah apalagi terlambat. Jadi, sebetulnya kamu gak perlu sedih karena ini emang belum waktunya," ujar Raga, tangannya masih belum berhenti mengelus surai lembut istrinya. "Apalagi alasan kamu sedih karena omongan orang lain, itu cuma buang-buang waktu dan tenaga aja," lanjutnya.

Siska mendongak, tatapannya seketika beradu dengan bola mata sehitam malam milik Raga.

"I love you, Ga. Aku benar-benar merasa jadi manusia paling beruntung karena punya kamu di sisi aku," ucap Siska haru.

"Terima kasih karena mau nerima si berengsek beruntung ini jadi suami kamu. I love you more than everything, Siska."

Siska tersenyum haru, air yang berkumpul di pelupuk matanya dapat terjun kapan saja jika ia berkedip. Benar, Tuhan sudah mengatur hal-hal apa saja untuk setiap hambanya, dan itu semua tak akan pernah salah.

***

Detik demi detik berlalu, tak terasa hari telah berganti. Raga yang telah siap dengan pakaian kantornya berjalan menuruni tangga, tetapi hingga ia sampai di ruang makan yang berdampingan dengan dapur, Raga tak juga menemukan sosok Siska di dalamnya.

Setelah meletakan tas kerjanya di atas meja makan, Raga mulai mencari keberadaan Siska. Kaki jenjangnya menyusuri dapur hingga telinganya mendengar sebuah suara yang berasal di kamar mandi dekat dapur.

Betapa terkejutnya Raga menemukan Siska tengah berusaha mengeluarkan isi perutnya di kloset yang telah dibuka.

"Hoek! Hoek!"

Sejak pagi tadi rasa mual mendominasi diri Siska, tetapi tak ada muntahan yang dapat ia keluarkan. Tubuhnya terasa lemas, namun perutnya sama sekali tak dapat diajak bekerjasama.

Raga yang ikut berlutut di belakang Siska memijat tengkuk istrinya supaya merasa lebih baik.

"Kita ke dokter, ya?" tanya Raga yang terdengar seperti perintah.

Siska menggeleng pelan. "Enggak, aku cuma masuk angㅡhoek!" Belum sempat satu kalimat terucap, rasa mual kembali mendobrak perut Siska.

"Aku gak terima penolakan," tegas Raga final.

TBC

A/n: Halo, Semua! Pertama, aku mau bilang terima kasih banyak buat kalian yang selalu nunggu cerita ini, bahkan sampai dm dan nanya aku di wall, ada beberapa juga yang sampai dm di Instagram aku. Mohon maaf banget, untuk akhir-akhir ini aku gak bisa update cepet-cepet, karena aku benar-benar sibuk. Sibuk apa? Sibuk sekolah, daring jadi makin go*lok dan tugasnya malah banyak banget. Aku tipe orang yang nulis bisa makan waktu lumayan lama, mungkin tiga sampai lima jam kalau idenya ngalir terus, kalau mampet bisa jauh lebih lama. Jadi, aku mohon maaf banget karena gak bisa update cepet-cepet. Tolong terus dukung cerita ini, ya. Vote dan komen dari kalian benar-benar jadi salah satu penyemangat aku. Sekali lagi terima kasih banyak.

Don't forget follow, vote, and comment. See you next part!

IG: @dewiserayu.94
@raga_dirgantara

My Sweet DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang