12

125K 8.6K 1.1K
                                    

Semalam pada pukul dua dini hari Siska dibuat panik oleh Raka yang tiba-tiba meneleponnya dan berbicara dengan suara bergetar bahwa Putri sudah berada pada pembukaan ke tiga, Raka juga memohon kepada Siska untuk segera datang ke rumah sakit karena kebingungan harus melakukan apa saat mendengar Putri yang merintih terus-menerus. Raga yang tadinya terlelap pun ikut terjaga mendengar suara grasah-grusuh Siska berganti pakaian, sambil terus bergerak ke sana dan ke mari Siska menjelaskan apa yang terjadi, sontak Raga ikut bangkit dan hendak mengganti pakaian. Namun, Siska mencegah dan berkata bahwa trio kembar pasti akan bingung dan menangis jika tidak menemuka satu pun dari keduanya saat mereka membuka mata. Akhirnya Raga hanya mengantar Siska lalu pulang ke rumah, sebelum kembali melanjutkan tidurnya Raga juga memindahkan tiga malaikat kecilnya untuk tidur bersamanya di kamar miliknya dan Siska.

Biasanya jika Siska bangun lebih awal dari Raga, wanita itu akan mengecup kecil pipi Sang Suami atau menggesek hidung mancungnya pada hidung Raga dan sekitaran rahang tegas suaminya itu agar segera terbangun. Akan tetapi, pagi ini yang Raga rasakan adalah saluran pernapasannya tersumbat dan sebuah beban yang lumayan berat melonjak-lonjak di bagian perutnya.

"Daddy, ayooo bangun!"

Sebelum Raga benar-benar merasa akan kehilanga nyawanya karena tak bisa bernapas, pria itu segera membuka matanya dan terkejut melihat wajah putra bungsunya yang tersenyum dengan cerah seraya menutup kedua lubang hidungnya dengan jari mungilnya.

"Yeay, Daddy bangun!" seru Thirta gembira, tangan mungil itu akhirnya menjauh dari hidung mancung Sang Ayah.

Dhyana yang duduk di perut Sang Ayah pun tak kalah mengukir sebuah kurva yang lebar, tubuh mungilnya kemudian merangkak mendekati wajah ayahnya dan dikecupi bagian-bagian wajah pria berumur pertengahan dua puluhan itu seraya berkata, "Good morning, Daddy."

Raga balas tersenyum dan mengecup singkat bibir mungil putrinya. "Good morning, Princess," sahutnya.

Setelah Dhyana turun dari tubuhnya, Raga mengubah posisinya menjadi duduk dan menatap tepat mata si Bungsu. Thirta yang ditatap seperti itu menelan liurnya takut, wajah ayahnya memang masih nampak bersahabat, tetapi tatapan mata tajamnya membuat nyali Thirta menciut.

"Thirta, lain kali kamu gak boleh nutup lubang hidung orang kayak tadi, itu bahaya, bisa buat orang meninggal," ujar Raga memberikan pengertian sesederhana mungkin, sama sekali tidak berniat memarahi.

"Thirta disuruh Kak Angga, Dad," cicit Thirta.

Raga mengalihkan pandangannya ke arah putra sulungnya yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.

Angga mengedikkan pundak mungilnya. "Aku cuma kasih saran supaya Daddy cepat bangun," timpalnya acuh.

Raga menghela napas pelan, jangan sampai ide-ide mengerikan Angga dapat membunuhnya.

"Kalian bisa bangunin Daddy pakai cara yang lain."

"Dhy udah goyang-goyangin badan Daddy, tapi Daddy gak bangun juga," celetuk Dhyana.

Raga kembali mengalihkan pandangannya, kali ini menatap putrinya. "Kamu juga, Dhyana, ini pertama dan terakhir kalinya kamu duduk loncat-loncat di atas perut orang lain, selain gak sopan itu sakit, paham?"

Dhyana mengngangguk lesu.

"Jawab pakai mulut, Dhyana."

"Iya, Daddy, Dhy minta maaf."

Raga tersenyum tipis lalu mengusap rambut panjang Dhyana yang kini acak-acakan. "Good girl."

"Mommy mana, Dad?" tanya Angga.

My Sweet DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang