5

176K 13.1K 2.2K
                                    

Beberapa Minggu kehamilan Siska berlalu, perut wanita itu kini membesar tiga kali lipat dari ukuran perut ibu hamil pada umumnya. Awalnya Siska khawatir, ia mengira jika makan terlalu banyak hingga menyebabkan tubuhnya membengkak. Namun, setelah dokter memeriksa kandungannya, terdapat tiga janin dalam perut Siska. Pasangan suami istri muda itu tentu merasa sangat bahagia, rasanya seperti mendapat jackpot yang tak pernah terduga-duga.

Hari ini akhir pekan, mereka berencana membeli kebutuhan pokok yang telah habis. Sejak pagi Raga menunggu Siska selesai bersiap-siap. Namun, hingga pertandingan tinju yang ia tonton selesai, istrinya itu tak kunjung keluar dari kamar.

Dengan perasaan curiga Raga kembali menuju kamarnya. Ketika pintu berbahan dasar kayu itu terbuka, mata Raga sedikit melotot tak percaya. Di sanaㅡtepatnya di pinggir ranjangㅡSiska telah siap dengan baju perginya dan polesan make up tipis yang nampak natural di wajah cantiknya. Istrinya itu terlihat sedang berpikir.

"Siska, kamu ngapain?" tanya Raga datar. Kakinya berjalan menghampiri calon ibu dari anaknya itu.

Siska mendongak ke arah Raga, sepertinya baru menyadari kehadiran sang suami. Bibir bawahnya ia gigit, menandakan jika tengah cemas akan sesuatu.

"Kenapa?" Raga kembali bertanya.

"I want you to do something, tapi aku yakin kamu nggak bakal mau," sahut Siska.

Raga memicingkan matanya curiga. "Do what?"

"Janji dulu kamu nggak bakal nolak permintaan aku," jawab Siska.

Raga semakin menaruh kecurigaan besar terdapat istrinya.

"Do what, Siska?" balas Raga kembali mengulang pertanyaannya, kali ini dengan penekanan di kalimatnya. Ia tak ingin semerta-merta berjanji begitu saja. Tak ada jaminan ia akan baik-baik saja dengan janji yang terlah diucapkannya.

"Janji dulu, Gaa!" rengek Siska.

Shit, Raga memaki dalam hati. Lagi-lagi Siska memakai tatapan yang selalu membuatnya luluh.

"I promise," sahut Raga menyerah.

Siska mengulurkan jari kelingkingnya ke arah suaminya itu, yang disambut dengan setengah hati oleh Raga, mata pria itu terus menatap curiga ke arah Siska.

"Em ... sebenarnya, aku pengen kamu pakai daster ke supermarket," ungkap Siska.

"Apa?! Nggak, Siska!" balas Raga terkejut bukan main.

"Tapi, kamu udah janji!" sahut Siska balas tak terima.

Raga mengusap rambutnya kasar. Permintaan Siska hampir membuat jantungnya melayang, mana mungkin ia memakai daster? Terutama pergi ke supermarket!

"Yang lain, aku bakal lakuin apapun lain selain itu," balas Raga.

"Tapi, aku cuma mau itu," jawab Siska, kepalanya menunduk dan matanya mulai terlihat mendung.

Raga semakin merasa frustasi, dokter mengatakan jika Raga harus menjaga suasana hati Siska tetap bahagia, jika tidak itu akan berpengaruh dengan janin di rahim istrinya itu.

"Okay, you win, Honey." Raga menyerah, demi istri dan calon anak-anaknya, Raga rela integritasnya sebagai pria mulai dipertanyakan.

Seketika raut wajah Siska berbuah secerah matahari, wanita itu mendongak ke arah Raga.

"Beneran?" tanya Siska memastikan.

"Cepet sebelum aku berubah pikiran," sahut Raga jengkel.

Dengan cepat Siska bangkit dan berjalan menuju lemari pakaiannya. Mengambil sebuah daster berwarna biru dengan ornamen bunga yang menghiasi. Itu adalah daster yang paling sering ia kenakan.

My Sweet DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang