2

256K 14.3K 1.1K
                                    

Tiga orang yang berada di dalam ruangan praktik poli umum pagi itu terlihat memiliki raut wajah yang berbeda-beda. Sang Dokter wanita berusia setengah baya terlihat mengukir senyum simpul, sedangkan Raga tetap pada ekspresi datarnya, dan Siska yang menampilkan raut wajah gelisah.

"Selamat, Ibu Siska Anda mengandung empat minggu," ujar Dokter wanita itu memberitahu hasil pemeriksaan yang tadi ia lakukan.

Selama beberapa detik Siska terdiam di tengah keterkejutannya, berbeda dengan Raga yang tetap tenang di tempatnya.

"Dok, t-tapi kemarin saya tes menggunakan testpack hasilnya negatif," sahut Siska pada akhirnya.

Dokter wanita itu kembali menarik senyum. "Mungkin, Bu Siska, salah lihat. Terkadang garis ke dua munculnya samar-samar, jadi harus diperhatikan dengan jelas, sedangkan gejala yang, Ibu Siska, alami adalah morning sickness itu biasa terjadi pada ibu hamil," terangnya.

"Jangan terlalu kelelahan, ya, Bu.
Saya akan tuliskan resep vitamin untuk kandungan, Ibu Siska," imbuh Dokter wanita itu menyelesaikan ucapannya.

"Kalau begitu kami permisi, Dok. Terima kasih," ucap Raga membuka suara.

"Sama-sama, Bapak Raga," sahut Dokter itu seraya tersenyum.

Setelah menyelesaikan urusan administrasi, Raga berjalan beriringan dengan Siska, sebelah tangannya merangkul erat pinggang istrinya itu. Wajah Raga mungkin tetap datar tanpa ekspresi, namun jauh di dalam lubuk hatinya ada perasaan yang sulit untuk ia jelaskan.

Saat sampai di dalam mobil, Raga memasangkan seat belt untuk Siska, setelah selesai pria itu tak langsung menghindar dan kembali ke tempatnya, melainkan membelai rambut panjang wanita yang kini telah menjadi istrinya. Menatap paras ayu itu dengan pandangan penuh cinta.

"Siska, I don't know how to convey this feeling through words," ucap Raga seraya terkekeh.

Siska hanya diam, menunggu Raga melanjutkan ucapannya seraya memperhatikan wajah suaminya. Mata tajam, hidung mancung, bibir tebal serta rahang tegas itu, semuanya seakan diukir khusus untuk Raga. Dibuat tanpa celah dengan tingkat kesempurnaan di atas rata-rata. Tuhan mungkin sedang tersenyum saat membuat wajah Raga.

"Thank you for being my wife, accepting me as I am, and thank you for being a future mother for our children. You just need to know that I love you more than anything in this world." Raga mengucapkan kata demi kata dengan suara yang sangat amat lembut.

Siska dengan cepat mengusap air mata yang terjun melalui pipinya. Akhir-akhir ini ia begitu sensitif, bahkan dapat menangis walau hanya karena hal-hal kecil.

"I love you too, Ga," balas Siska singkat, wajahnya ia sembunyikan di dada bidang Raga, tak kuasa menahan tangis haru yang berada di ujung tanduk.

"Nah, don't cry, Baby. We must celebrate this happy news," ucap Raga seraya menangkup wajah Siska seraya menghapus air mata yang mengalir dengan deras.

Siska mengukir senyum tipis ketika Raga membenarkan helai rambutnya yang menutupi wajah.

Tak sampai di situ saja, Raga kini beralih pada perut rata Siska, mengelus perut itu perlahan, tanpa sadar sebuah senyum tipis terukir di bibirnya. Sangat tipis hingga harus memperhatikan dengan jelas jika ingin melihatnya.

"Hello, Baby, Daddy's here. So, I have two babies now?" Lagi-lagi Raga terkekeh dengan ucapannya sendiri. "Grow up healthy there, don't be naughty, okay?"

"Okay, Daddy," sahut Siska, suaranya dibuat seperti anak kecil.

Raga kembali menegakkan tubuhnya dan mengusap surai lembut istrinya. Hari ini akan menjadi salah satu hari yang tidak akan ia lupakan seumur hidupnya.

***

Siska melenguh pelan, tubuhnya menggeliat di atas ranjang besar miliknya dan Raga. Namun, tidak sampai beberapa menit ia berusaha mengembalikan nyawanya, matanya seketika terbuka lebar, Raga tidak ada di sampingnya. Kepalanya lantas menoleh ke arah jendela, matahari sudah bersinar terang di atas langit. Membuatnya tersadar jika ia bangun kesiangan dan telat menyiapkan segala hal.

Dengan tergesa ia turunkan kedua kakinya ke atas lantai dan berjalan dengan cepat ke luar kamar. Dadanya bergemuruh ketika bau gosong menusuk indera penciumannya.

Segala perasaan risau di hatinya seketika meluruh saat matanya menangkap tubuh tegap seorang pria yang bergerak dengan kaku di depan kompor. Siska kembali melanjutkan langkahnya, namun kini dengan mengendap-endap layaknya seorang maling.

Satu ... dua ... tiga, hitung Siska dalam hati.

"Cara bikin sup ayam gimana, sih? Kenapa airnya bisa sampe surut begini?" tanya Raga, nadanya terdengar sedikit kesal.

Siska yang telah memasang wajah seperti seorang badut dan tangan yang bersiap mengejutkan Raga seketika menjatuhkan rahangnya. Untuk apa ia bertingkah bodoh seperti maling jika ternyata Raga sudah mengetahui kehadirannya? Dan kenapa juga pria itu tidak langsung bertanya, melainkan menunggunya sampai di dekat pria itu.

"Itu api kompornya dikecilin, kamu mau buat sup, tapi dibikinnya di atas api neraka. Ya gimana gak habis coba airnya?" cibir Siska seraya mengecilkan api kompor. Matanya memandang nenar sayuran yang dipotong besar-besar di dalam panci.

Raga mundur sembari melepas celemek berwarna pink yang biasa Siska pakai, membiarkan istrinya melihat kekacauan yang ia buat. Demi Tuhan, jika bukan karena Siska yang hamil dan ia ingin memberikan kejutan pada istri tercintanya itu, Raga tak akan menyentuh barang-barang dapur.

Siska berbalik, memandang suaminya seraya bersedekap dada. "Lagian kamu ngapain, sih? Tumben banget masak-masak begini."

Raga mengangkat bahunya acuh. "Pengen aja," sahutnya cuek, sangat berbeda dengan niat di hatinya.

Siska menggeleng pelan, tidak habis pikir dengan pria di hadapannya itu. "Ya udah sana mandi, aku mau beresin ini terus bikin sarapan."

"Kamu gak inget apa kata Dokter? Jangan kecapekan. Nanti aku suruh Bi Surti dateng dan beresin semuanya," ujar Raga seraya menghampiri Siska, memeluk pinggang ramping istrinya dan mengajaknya berjalan meninggalkan dapur.

Sekadar informasi, Bi Surti adalah asisten rumah tangga yang biasa datang ke rumah Raga dan Siska, dan akan pulang jika sore tiba. Hari Sabtu hingga Minggu Bi Surti libur, karena Raga ingin quality time dengan Siska.

"Terus kita mau ngapain?" tanya Siska linglung.

"Lanjut tidur? Atau nonton film? Terserah kamu," sahut Raga.

"Eh, kamu gak kerja?" tanya Siska setelah sadar jika suaminya masih bersantai bahkan belum mandi di saat matahari telah bersinar terang.

Raga menggeleng. "Jadi, kamu mau nonton film apa?"

"Aku gak mau nonton film horor, action atau apapun yang ada adegan bunuh-bunuhannya!" balas Siska cepat. Terserah Raga ingin bekerja atau tidak, itu akan menjadi urusan suaminya nanti.

"As you wish, Baby," jawab Raga diakhiri dengan mengecup singkat kening Siska.

Siska tersenyum puas, jika Raga bertingkah romantis seperti ini, ia seperti menjadi ratu sehari, karena Raga akan memanjakannya, menuruti kemauannya, walaupun tetap dalam batas yang wajar.

TBC

A/n: Sorry banget kalau part ini gak jelas abis 😭😭. Tadinya aku mau update Minggu kemarin, tapi hasil risetnya belum dapet, jadinya baru malam ini bisa update.

By the way, ternyata respon dari kalian sepi banget ya wkwk, padahal yang nanya kapan republish banyak banget, tapi yang komen cuma sebagian kecil. It's okay, tapi aku harap kalian bisa lebih cerewet lagi di kolom komen LOL. Oh iya, aku juga lagi belajar bahasa Inggris, jadi kalau ada grammar yang salah di atas tolong dimaklumi ya.

Thankyou so much buat yang udah baca dan nunggu. Don't forget to follow, vote and comment, see you next part!

IG: @dewiserayu.94
@raga.dirgantara

My Sweet DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang