Takzir Semanis Takjil 2

29 0 2
                                    

Tidak terasa besok siang lomba baca kitab sudah akan dilaksanakan. Persiapan empat hari rasanya masih sangat kurang dan lagi mengingat lawanku semua adalah tingkatan-tingakatan diatasku. Yang lain sibuk belajar, kebanyakan memang santriwati yang ditunjuk dikelasnya, duh makin grogi, batinku. Tidak usah diragukan lagi, pastinya kemampuan mereka jauh diatasku. Aku yang baru belajar kemaren sore harus bersaing dengan para juara-juara kelas seperti mereka? Rasanya seperti mimpi saja.

"Dek dis, kelasmu siapa yang jadi wakil?" Tanya Mbak Imamah mengagetkanku.

"Ndak paham Mbak aku," jawabku ragu.

"Kamu aja sana Dek, daripada kena sanksi sekelas."

"Aduh Mbak, mendingan Rohim aja deh, ndak yakin kalau aku," gurauku.

Setelah percakapan singkatku itu, Mbak Imamah masuk ke dalam pondok.

Aku yang sendirian di depan aula sambil komat-kamit melancarkan hafalan tiba-tiba dipanggil Abi, pengasuh pondok. Beliau mengutusku menyapu halaman ndalem dan aula, ada sedikit gerutu di hatiku, tapi cepat-cepat kutepis dengan istighfar. Meski hapalanku belum lancar, tapi aku tetap harus khusnudhon. Aku bisa saja nglalar hapalaan sambil nyapu bukan? kenapa harus kesal? sekali lagi aku istighfar.

Aku ingin bercerita sedikit tentang Abi. Aku benar-benar mengagumi sosok beliau sebagai pemimpin, di samping mengasuh ponpes Al-Mubtadi-Ien kediri, beliau juga pengasuh di pondok Al-Mubtadi-ien tambak beras, Jombang, juga dosen di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, tidak terbayang bagaiman sibuknya beliau.

Saat awal mondok, aku yang masih belum terbiasa memegang sapu korek, masih sangat kaku ketika disuruh menyapu latar depan dalem. Waktu itu Abi melihatku dan menghampiriku.

"Mbak nyambut sekedap," pinta Beliau. "Lek nyapu ngeten Mbak," Beliau memberi contoh, bukan menyalahkanku yang tidak mahir menyapu latar.

Begitu pula ketika ro'an halaman belakang, membersihkan meja, Beliau selalu memberi contoh sebelum menyuruh. Bagaimana para santri tidak takdhim? sedangkan sifat Beliau yang lembut dan mengayomi seperti itu?

*********

Aku tetap suthu sampai jam 11 malam, menyendiri, mencari ketenangan untuk mengulang hapalanku untuk besok siang, tak lupa melancarkan muroti dan mempersiapkan mental untuk tanya jawab, tapi ternyata masih kurang setengah dari kisi-kisi yang diberikan yang sudah kubaca. Mataku mulai sayu, tapi masih ada empat bab yang belum aku pelajari sama sekali. Di tengah rasa kantuk yang hebat akhirnya aku memutuskan turun dan mengambil wudhu, bukannya kembali berbinar, rasa kantukku semakin tak tertahankan.

Ya Salam, kenapa mata ini tidak bisa diajak bernegoisasi, setidaknya sampai habis dua bab dulu. Kuputuskan untuk tidur, mungkin memang Allah terlalu sayang padaku, hingga tak mengizinkanku lebih lama lagi menahan kantuk, pikirku.

*********

Aku terbangun tepat jam dua, teringat ada beberapa halaman yang belum kubaca, aku menyempatkan membaca lebih dahulu, kemudian berwudhu dan menunaikan shalat malam, tak lupa shalat hajat, berharap semoga semua lancar besok siang. Kuulangi lagi membaca bab terakhir sebelum kembali tidur.

*********

Semua santri sudah berkumpul di aula grogi campur aduk dengan rasa malu. Di sampingku Mbak khudaifah menyemangatiku, kutengok di barisan depan peserta, kelas dua wustho ada Syafa, kelas tiga wustho ada Mbak A'yun, kelas satu ulya ada Mbak Tria, kelas dua ulya ada Kang khumaid dan di kelas tiga ulya ada Kang Alawi. Bismillah Disa bisa, Disa harus bisa, kuulang-ulang mantra itu untuk menguatkanku.

Kitab yang dilombakan kali ini adalah Washoya An-Nafi'ah, ada juga pertanyaan-pertanyaan mengenai sejarah dinasti-dinasti dalam islam.

Aku membuka kembali bab yang kubaca semalam sebelum tidur, kuulang dan kupahami benar-benar. Aku Tidak berharap menjadi juara ataupun mendapat nilai yang memuaskan, cukup mewakili kelas agar tidak kena sanksi saja sudah cukup bagiku. Rasanya mustahil bila harus menang, mengalahkan mereka para juara kelas.

Mbak A'yun maju, dia terlihat sangat percaya diri sampai menyebutkan setiap susunan kalimah dan tasrifannya, begitu pula dengan Kang Alawi. Aku merasa begitu down.

Giliranku pun sampai.

"Zuhrotun Nisa As Sadisa, perwakilan kelas satu wustho," panggil Mbak dewi, pembawa acara.

Aku maju dengan pelan, menunduk dan harap-harap cemas.

"Al- Wasiyatul Khomis, halaman lima puluh empat," Ustadz Sun'an langsung mengawali.

Batinku lega, antara tak percaya dan ingin teriak senang. Itu bab terakhir yang aku baca sebelum tidur, selepas tahajud dan sebelum lomba ini. Rasanya tak percaya, Allah kuasamu sungguh tak terduga.

"Alhamdulillahilladhi ja'ala tho'atahu wa taqwaahu......."

"Pengarang kitab Wasiyah An-Nafi'ah." Pertanyaan kedua setelah aku menyelesaikan jawabanku dipertanyaan pertama beserta murotnya.

"Imam Abdullah bin Alawi Al-Ahmad," jawabku tegas.

"Khalifah pendiri dinasti Umayah."

Aku berpikir keras dipertanyaan ketiga ini, benar-benar aku tak membaca buku sejarah karena sibuk dengan hapalan. Aku terdiam sebentar, menatap barisan belakang para penonton, ada Pak Syukron melambai-lambai ke arahku, aku membaca gerakan mulutnya, ah itu dia.

"Mu'awiah bin Abu Shofyan." Kali ini aku melantangkan suaraku, lebih dari saat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Rasanya puas, akhirnya aku bisa menyelesaikan dengan lancar, lega.

Setelah semuanya selesai, semua tetap berada di aula. Para Ustadz berembuk sebentar dan hasilnya pun diumumkan sore itu juga. Aku tidak cemas seperti yang lainnya, tujuanku hanya mewakili kelas, bukan berharap dapat menjadi juara.

"Juara tiga, A'yun Safiqah dari kelas tiga wustho." Huh yang selancar Mbak A'yun saja juara tiga apa lagi aku. "Juara dua, Hasan Al-alawi, dari kelas tiga ulya."Apa? Kang Alawi juara dua? Lalu siapa si jenius? "Dan juara satu." Semua pasang mata seperti mencari-cari siapa si jenius yang akan disebut. "Zuhrotun Nisa, dari kelas satu wustho." Deg, jantungku rasanya berhenti berdetak. Nama Allah tiba-tiba memenuhi rongga dada, mulutku tak henti mengucap syukur. Allah kuasamu sungguh tak terduga.

Finish....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 20, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bukan Penjara SuciWhere stories live. Discover now