Part 2

314K 11.5K 138
                                        

"Eheem..." suara Derian menyadarkan kami berdua, lantas aku dan Delvin pun kembali duduk di kursi, lain halnya dengan client kami, mereka menatap kami --aku dan Delvin--dengan tatapan penasaran.

Derian sedari tadi menjelaskan persentasi tetapi penjelasan Derian tidak masuk ke dalam otakku. Semua yang Derian jelaskan tidak satupun kalimat yang ia lontarkan lengket di otak.

Bagaimana bisa fokus apa yang Derian jelaskan tentang persentasi jika otakku sudah berkelana menerawang jauh tentang Delvin.

Astaga! Aku kan sudah bertekad dari dulu untuk melupakannya. Kenapa di saat pikiran dia telah hilang kini sosok itu muncul? Huftt... Ini sangat rumit Tuhan!

"Baiklah, semua sudah jelas, jadi meeting ini ditutup. Selamat siang." Suara Derian yang tegas saat menutup meeting ini membuat aku terkesiap.

Aduhhh gawat ini! Kenapa aku belum sedikitpun menuliskan isi kalimat yang di persentasikan oleh Derian?! Astaga... Kalau Derian ngamuk bagaimana?!

Ruangan meeting pun kosong, kecuali di dalam ruangan ini masih ada aku, Derian dan Delvin. Entah kenapa makhluk satu itu bukannya pergi malah masih berdiam diri disini.

"Jadi Delv, aku memintamu menunggu disini adalah, kita akan bekerjasama menyelesaikan proyek ini. Apakah Anda setuju dengan pendapat saya?" Derian membuka pembicaraan pada Delvin.

Sialan! Jadi si Derian ulahnya membuat Delvin harus berada disini?

Arghhh... Derian bego'!

"Baik, saya sangat setuju atas kerjasama dengan Anda untuk membangun proyek ini." Delvin berkata seraya melirikku dari ujung matanya.

Merasa di acuhkan oleh dua orang pria ini, aku berdiri niat untuk meninggalkan ruangan ini. Bukan, maksudku menghindari sosok Delvin. Karena sedari tadi aku menahan nafas hanya melihat mata indah berwarna turquoise itu. Aku tau bahwa rasa itu belum hilang. Tapi, bagaimana bisa? Padahal sebelumnya aku sudah membuang jauh-jauh rasa itu padanya! Kenapa saat aku melihatnya, melihat wajahnya, melihat mata indah itu membuat jantungku berdegub dengan kencang?! Aishh.... Seharusnya aku sadar kalau Delvin tidak akan pernah menyukaiku! Aku harus menutup rasa itu agar tidak kembali.

"Ferlyn, kenapa kau berdiri?" Derian bertanya, dahinya mengkerut kecil.

Aku menggeleng, "maaf Pak, mungkin saya harus permisi dulu, karena saya tidak mau mengganggu pembicaraan bapak dan Pak Delvin karena saya." kataku.

Derian menahan senyumnya.

Sebenarnya Derian tau kalau aku dulu sangat suka eh, bukan! Aku bukan suka, melainkan jatuh cinta pada Delvin. Iya, dia cinta pertamaku. Cinta yang susah buat dilupakan walaupun dia sudah berkali-kali menghinaku dan mencaci makiku kalau aku tidak pantas dengannya dulu.

Saat mataku bersibobok pada mata indah turquoise itu, ada raut sedih atau kecewa (?) Saat aku ingin meninggalkan ruangan ini.

"Tidak apa-apa Ferlyn, sebentar lagi aku dan Pak Delvin akan lunch bersama, bukankah kau sebelumnya memintaku untuk lunch bareng? Jadi apa salahnya kita lunch bareng?" Ucao Delvin dengan seringaiannya.

Arghh.. Derian kampret! Memang kalau aku mau lunch bareng sama Derian, tetapi tidak dengan Delvin! Sialan kau Derian!

"Tapi..."

"Saya tidak ingin mendengar penolakan, Ferlyn!"

Derian sompreeeeet! Kalau begini mau gak mau aku turuti permintaannya.

*

*

*

Derian memang menyebalkan! Masa aku ditempatkan duduknya berhadapan dengan Delvin, sedangkan manusia menyebalkan itu di sampingku.

My Love From The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang