7. Tragedi Koperasi

2.6K 387 55
                                    

Lisa duduk di atas kursi yang menghadapkannya langsung dengan komputer koperasi sekolah. Gadis itu sedang mencetak tugasnya. Biasanya, koperasi akan dihuni dan dikuasai oleh anak IPS sehingga kebanyakan anak IPA enggan pergi ke sini. Tapi Lisa nekat karena tugas ini harus dikumpulkan sekarang. Lagipula sekarang saatnya jam pelajaran, tidak mungkin kan, ada anak IPS yang masih berkeliaran?

"Woi."

Atau bisa saja, itu mungkin.

Lisa membeku kala ia mendengar suara dari arah belakangnya. Meskipun belum tentu gerombolan murid di dekatnya ini adalah anak IPS, tapi Lisa harus tetap was-was. Gadis itu menutup matanya sebentar, kemudian kembali berusaha tenang agar tak terlalu kentara kalau dirinya anak IPA.

"Kelas IPS 3 jamkos?" tanya yang lain.

"Yoi. Kelas lo jamkos gak?"

Tangan Lisa bergetar. Sudah jelas kalau kumpulan anak di belakangnya adalah murid dari kelas IPS. Dalam hati Lisa memaki dirinya sendiri. Kenapa dia sampai nekat datang ke sini tanpa mau menerima tawaran teman-temannya untuk ditemani.

Lisa bodoh, umpatnya dalam hati.

"Eh, masih lama gak?"

Tangan Lisa makin berkeringat kala seseorang menghampirinya dan menanyakan kalimat barusan. Lisa menggeleng lemah. Ia berusaha untuk tidak menoleh, berharap siapapun yang baru saja mengajaknya berbicara tidak mengenali wajahnya sebagai anak IPA dan juga tidak membaca bet kelas di lengan seragamnya.

Lisa buru-buru mencetak tugasnya kemudian beranjak. Bodohnya, ia membiarkan lengan seragamnya terekspos begitu saja dan berhasil dilihat gadis yang bertanya padanya tadi. Gadis itu menahan lengan Lisa sekarang, tentu. Anak IPS mana yang tak akan sensi melihat ada bet kelas berwarna merah--bet kelas IPA--di sekitar mereka?

"Pantesan sombong. Anak IPA ternyata," kata gadis itu. Namanya Jiho.

Dua gadis di belakang Jiho menggeleng heran. Keduanya berpikir betapa bodohnya Lisa sampai berani datang ke wilayah anak IPS sendirian.

"Lo anak baru apa gimana?" tanya Jiho. Matanya menatap Lisa, kemudian menyadari sesuatu. "Ah, bukan anak baru ternyata. Gue tau lo siapa."

Lisa diam. Ia benar-benar tak berani. Sekalipun Lisa galak, tetapi saat berhadapan dengan anak IPS sendirianpun ia hanya akan mati kutu. Sekarang harapan gadis itu cuma satu; ada guru ataupun anak IPA yang pergi ke sini dan bisa membantunya.

"Lo Lalisa, ketua kelas belagu yang kerjaannya cuma cari muka di depan guru. Benar?" Jiho menebak.

Lisa masih diam, membuat yang barusan berbicara tersenyum miring.

"Wah, ternyata murid kebanggaan SMA kita ini gak punya suara, guys. Dia gak bisa ngomong. Kasihan banget, ya." Jiho mengejek. Tangannya terangkat untuk memainkan rambut Lisa. Bahkan sesekali jari lentiknya menarik rambut gadis itu kencang, membuat si empunya meringis pelan.

Lisa bisa saja menjambak atau menendang Jiho sekarang juga. Tapi hei, bagaimana ke depannya? Ada sekitar 15 anak di koperasi sekarang dan semuanya adalah anak IPS. Jika Lisa mencari keributan, ia pasti akan dikeroyok mereka.

Tiba-tiba gadis itu beranjak, kemudian berlari secepat mungkin.

Grep.

Sayang sekali, seseorang menahan lengan Lisa yang baru saja akan kabur. Gadis itu bergeming di tempatnya. Lisa menutup mata, hatinya melafalkan doa.

"Berani banget lo masuk ke wilayah kami sendirian," komentar seorang cowok yang menahan Lisa tadi, namanya Rowoon. Ia kemudian mendorong Lisa kencang hingga gadis itu menabrak meja di belakangnya. Kepala dan punggung Lisa terbentur, tapi hal itu malah mengundang tawa dari semua anak IPS yang sekarang sudah berdiri melingkarinya.

sepatu • lizkook [Discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang