"KAMU MASIH LANJUT SAMA DIA YA TERNYATA?!"
"AKU UDAH BILANG, ITU UDAH SELESAI! KENAPA KAMU MASIH BAHAS LAGI?!"
Suara bersautan dengan nada tinggi itu benar-benar memekakkan telinga. Seorang gadis di dalam salah satu kamar di rumah tersebut terduduk lemas. Tangannya menutupi kedua telinga, berusaha menghilangkan dua suara menyakitkan itu meskipun akhirnya sia-sia. Kemudian ia menunduk lebih dalam, bersamaan dengan air matanya yang jatuh lebih banyak.
Gadis itu, Lisa, tak pernah setegar yang orang kira. Di sekolah, ia adalah kebanggaan guru dan teman-temannya. Semua orang merasa dia bisa diandalkan. Tapi di bangunan yang seharusnya ia anggap 'rumah' ini, Lisa hanya seorang pecundang biasa.
Ia pecundang karena tak bisa melakukan apapun untuk dirinya. Ia pecundang karena tak bisa menghentikan pertengkaran kedua orang tuanya. Ia pecundang karena hanya bisa diam di situasi menyulitkan ini.
Lisa beranjak, menyahut tasnya yang ada di atas meja belajar, kemudian pergi ke jendela dan melompat dari sana untuk keluar dari bangunan jahannam ini.
•sepatu•
"Jungkook, mama sama papa selalu sayang sama kamu. Maaf kalau kita jarang di rumah ya sayang."
Jungkook tersenyum miring. Omong kosong. Selalu sayang darimananya? Kerja kedua orang itu hanya mencari uang. Mereka sudah lupa bahwa Jungkook di sini kesepian. Jungkook tak butuh banyak pelayan, yang ia butuhkan hanya kasih sayang orang tuanya yang menghilang sejak dia berumur tujuh. Miris memang, hidup selama itu tanpa hadirnya rasa hangat keluarga.
Tadi pagi mama dan papa Jungkook pulang ke rumah, dan mereka mengatakan kalimat itu. Kalimat penuh kebohongan, yang sialnya harus Jungkook dengar pagi ini.
Sekolah masih sangat sepi ketika Jungkook datang. Maklum, ini masih pukul setengah enam pagi. Jungkook hanya terlalu muak berada di rumah, jadi ia pergi ke sekolah. Niatnya datang ke sinipun bukan untuk belajar, tapi untuk membuang sial. Sekarang, Jungkook butuh sebuah tempat untuk membuang amarah.
Jungkook melirik ke lantai teratas gedung IPS. Di sana sudah terlihat banyak remaja yang sedang bercengkrama. Ah, dalam kondisi seperti ini, Jungkook tak suka keramaian. Ia melirik ke rooftop gedung IPA. Sepi. Huh, memang siapa yang akan naik ke sana untuk bersenang-senang? Jungkook tahu anak IPA tak sebrutal itu. Sayangnya, Jungkook sedang malas dikejar dan dimaki oleh anak IPA jika memang ia ketahuan nongkrong di rooftop gedung mereka.
Pada akhirnya, Jungkook melangkah ke rooftop gedung laboratorium. Agak jauh memang, tapi itu malah menjadi alasan kenapa rooftop itu sering sepi.
Jungkook menaiki satu-persatu tangga hingga ia sampai di puncaknya. Cowok itu membuka pintu, pergerakannya terhenti ketika melihat sesosok gadis tengah meringkuk di sana. Bahu gadis itu naik-turun. Jungkook tebak, cewek ini sedang menangis.
Jungkook mendengus. Ia sedang malas mengurusi orang menangis karena keadaan hatinya pun sedang buruk. Lelaki itu baru saja akan berbalik jika saja ia tak menyadari hal ini; bahwa gadis itu adalah Lalisa, si anak IPA yang membuat Jungkook tertarik beberapa hari ini.
Bentuk badannya benar-benar mirip Lisa. Rambutnya juga coklat tua, sama seperti Lisa.
"Lalisa," panggil Jungkook sambil mendekat.
Yang dipanggil otomatis mendongakkan kepalanya, memperlihatkan mata sembab dan hidung merahnya. Lalisa mendorong tubuhnya terbelakang, entah dengan alasan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
sepatu • lizkook [Discontinue]
Fanfiction-kita adalah sepasang sepatu. selalu bersama, tak bisa bersatu. dalam kamus murid SMA Nusa Raya, IPS dan IPA adalah dua jurusan yang tak akan pernah akur karena keduanya ditakdirkan untuk menjadi musuh bebuyutan. dari jaman pra-aksara, sampai jaman...