03

7.4K 1K 86
                                    

Now playing : NCT 127 - No Longer

→←

"Kenapa Mark Hyung itu sangat tampan sih? Caranya melempar bola ke ring.. Astaga! Aku benar-benar sudah jatuh cinta sepertinya!" Jaemin menangkup kedua pipinya yang bersemu.

Jeno terkekeh. Mengangkat tangannya untuk mengusak surai lembut Jaemin. "Nana-ku sudah besar," godanya membuat Jaemin mengerucutkan bibirnya, menurunkan tangan Jeno yang merusak tatanan rambutnya.

"Tentu saja sudah!"

Keduanya tengah berada di kamar Jeno, Jaemin memang sering berkunjung ke rumahnya. Bermain game atau menonton film bersama.

Jeno tersenyum. "Sejak kapan kau menyukainya?"

Jaemin merubah posisi duduknya, memeluk bantal Jeno lebih erat. Wajahnya tampak antusias menyambut pertanyaan Jeno. "Apa kau ingat waktu itu..."

Jaemin yang tengah menemani Jeno latihan basket seperti biasanya, duduk di podium penonton sambil menggoreskan pensilnya di atas buku gambarnya. Matanya sesekali memperhatikan sahabatnya yang berlari ke sana kemari dengan bola oranye di tangannya.

"Wah.. Jeno hebat." Gumamnya terkagum-kagum oleh bakat sahabatnya itu.

Sampai bola itu Jeno oper kepada Mark dan Jaemin beralih memperhatikan pemuda itu. Mark tak sengaja melempar bola terlalu kencang sehingga melambung jauh ke podium penonton, tempat Jaemin duduk.

"Awas!"

Jaemin terlambat menghindar. Bola itu menghantam kepalanya, meski tak terlalu kuat karena sudah sempat memantul beberapa kali sebelum mengenainya.

"Ah..." Dia mengusap kepalanya yang langsung berdenyut.

Jeno membulatkan matanya, baru saja kakinya akan melangkah menghampiri Jaemin, Mark Lee sudah lebih dulu berada di sana. Membungkuk, menyamakan tingginya dengan Jaemin yang duduk.

"Maafkan aku. Pasti sakit, ya?"

"Tid—"

Kalimat Jaemin terhenti kala tangan itu mengusap kepalanya dengan lembut. Jarak wajah mereka yang berdekatan membuat Jaemin berdebar. Ekspresi khawatir dan bersalah Mark membuatnya merasakan sensasi menggelitik di perutnya, matanya beredar menelisik wajah tampan itu.

Dan saat mata mereka akhirnya bertemu, Jaemin segera mengumpulkan kesadarannya. "A-Aku tidak apa-apa."

"Benar?"

"Iya."

Mark kemudian tersenyum. "Baiklah. Sekali lagi maafkan aku, ya."

Pemuda Na itu mengangguk lalu Mark kembali ke lapangan setelah mengambil bolanya.

Jeno terdiam memperhatikan bagaimana Jaemin bercerita dan mengingat kejadian itu. Dia menyesal. Kalau saja posisinya berada lebih dekat dengan Jaemin dan segera menghampiri pemuda itu, apa mungkin Jaemin tidak akan menyukai Mark?

Dia berusaha sebaik mungkin untuk tersenyum. "Jadi sejak itu?"

Jaemin mengangguk cepat.

Mengingat ucapan Mark tadi di lapangan basket membuat senyuman di wajah Jeno hilang perlahan. Dia menatap Jaemin lekat. "Apa.. kau akan meninggalkanku kalau suatu saat kau dan Mark hyung.."

Kening Jaemin mengernyit. "Kenapa kau berpikir seperti itu? Tentu saja tidak!" Wajahnya terlihat kesal. "Apa kau lupa kita sudah berjanji untuk menjadi sahabat selamanya?"

Ah. Jeno terdiam. 'Jadi sahabat selamanya, ya?'

Tersenyum masam. Jeno menyesal pernah mengucapkan janji itu. Untuk menjadi sahabat selamanya. Itu artinya dia tak bisa melangkah lebih jauh, benar 'kan?

Seharusnya dia tidak mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Jaemin saat itu. Seharusnya ia menolak. Namun, saat itu Jaemin belum menyukai siapa pun dan bagi Jeno itu sudah cukup asalkan mereka bisa selalu bersama.

'Kau bodoh sekali, Lee Jeno.'

"Kau pasti lupa, ya?" tuding Jaemin setengah kesal, menyadarkan lamunan Jeno.

"Tidak. Mana mungkin aku melupakan janji kita." Sangkal Jeno cepat, Jaemin mencebikkan bibirnya.

"Aku hanya.. Siapa tahu kau akan melupakanku?"

Jaemin menangkup wajah Jeno, mengarahkannya untuk saling bertatapan lekat yang mana hampir membunuh Jeno karena debaran di jantungnya semakin menggila. Pemuda Lee itu menelan salivanya susah payah.

"Yang namanya janji itu harus ditepati 'kan? Aku tidak akan meninggalkanmu." Tekannya dengan tegas lalu menurunkan tangannya dari wajah Jeno yang tertegun.

'Tetap saja kau tak akan selalu bersamaku lagi jika kau dan Mark hyung berkencan.'

"Kau kenapa? Apa ada masalah? Kau.. tidak seperti biasanya sejak pagi kemarin." Jeno memalingkan wajahnya setelah tersadar dari ketertegunannya.

"Mungkin hanya sedikit tidak enak badan," bohongnya dan ketika Jaemin akan kembali memeriksa suhu tubuhnya, Jeno lebih dulu menyingkir lalu tersenyum. "Sudah malam. Ayo, ku antar pulang."

Pemuda Na itu terdiam. Bahkan saat Jeno sudah membuka pintu kamarnya dia masih duduk di ranjang empuk itu. Jeno berbalik, menatap sahabatnya dengan kernyitan di kening. "Jaemin?"

Yang dipanggil akhirnya bergerak turun dari ranjang, berjalan melewati Jeno dengan gumaman yang Jeno tangkap cukup membuatnya tersentak sesaat. "Aku harap kau tidak sedang berbohong."

No Longer [ ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang