06

6.2K 1K 45
                                    

Now playing : NCT 127 - No Longer

→←

“Lee Jeno, bangun!”

Jeno tersentak mendengar suara yang dihapalnya itu. Ini Sabtu pagi. Kenapa Jaemin berada di kamarnya?

“Kenapa tidak mengangkat telepon dari ku semalam?”

Jeno mengusap matanya, bangkit, menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Matanya yang masih setengah terbuka itu menatap Jaemin yang tengah duduk di pinggir ranjangnya dengan wajah kesal.

“Maaf. Aku ketiduran.” Pemuda Lee itu menyengir menghasilkan dengusan dari sahabatnya.

“Bagaimana keadaan Sehun Hyung? Aku tidak melihatnya tadi di bawah.”

Satu alis Jeno naik. “Tahu darimana?”

“Mark hyung memberitahuku. Aku benar-benar khawatir, bodoh!” Pukulan itu Jeno terima di kakinya berkali-kali hingga ia meringis dan menarik kakinya menjauh.

“Ah.. Baiklah. Baiklah. Maafkan aku. Aku hanya terlalu panik kemarin.”

Jaemin lagi-lagi mendengus. “Karena aku baik, maka kau ku maafkan.”

Pemuda Lee itu tersenyum. Jaemin berpindah, melangkahi tubuh Jeno dan duduk bersandar di sebelahnya. Jeno hanya diam memperhatikan lalu pikirannya terbawa pada sebuah pertanyaan yang berputar di kepalanya sejak kemarin.

“Bagaimana pulang dengan pujaan hati?” godanya membuat Jaemin bersemu. Pemuda itu menoleh dengan mata berbinar. Jeno tersenyum menyambut ekspresi menyenangkan Jaemin.

“Apakah aku harus berterima kasih karena kau yang pulang lebih dulu membuatku bisa pulang bersama Mark hyung?”

“Benar sekali. Kau harusnya berterima kasih padaku.”

Jaemin membetulkan posisi duduknya menghadap Jeno, lalu membungkuk kecil. “Terima kasih banyak.”

Pemuda Lee itu kemudian terkekeh. “Apa kalian membicarakan banyak hal?”

Sahabatnya itu mengangguk cepat. “Iya! Kami membicarakan banyak hal. Aku bertanya hal-hal yang disukainya dan dia bertanya balik. Sesederhana itu saja aku sudah sangat senang, Jeno.”

Jeno tak bisa untuk tak ikut tersenyum melihat lengkungan lebar itu di wajah Jaemin. “Aku ikut senang.”

“Mau sarapan?” tanya Jaemin setelah melihat Jeno mengusap-ngusap perutnya.

“Hm. Aku lapar sekali.” Nada bicaranya terdengar merengek layaknya anak kecil. Jaemin mendengus geli, menarik Jeno untuk beranjak dari ranjang.

“Ayo! Biar ku masakkan sarapan yang enak.”

“Ok!”

“Masakanmu selalu jadi yang terbaik, Na

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Masakanmu selalu jadi yang terbaik, Na.” Jeno mengacungkan jempolnya setelah memasukkan sesuap besar nasi goreng.

“Makan perlahan dan kunyah dulu baru bicara.”

Jeno hanya menyengir merespon omelan Jaemin.

Pemuda Na itu menopang dagunya di atas meja. “Bagaimana kalau aku membuatkan bekal untuk Mark hyung dan mengatakan perasaanku padanya Senin nanti? Aku juga pernah menggambarnya saat bermain basket. Apa ku berikan—”

“Uhuk!” Lee Jeno tersedak makanannya sendiri.

Mata Jaemin membulat, dia segera menuangkan air untuk Jeno yang tengah menepuk-nepuk dadanya berkali-kali.

“Kan sudah ku bilang makan perlahan!”

Jeno meminum air yang diberikan Jaemin dengan cepat. “K-Kau mau menyatakan.. perasaan?”

Jaemin terdiam sejenak lalu mengangguk. “Bagaimana menurutmu?”

Ingin sekali Jeno berteriak ‘Tidak boleh!’, tapi yang keluar dari mulutnya justru, “Ide bagus. Masakanmu ‘kan sangat enak dan gambarmu sangat bagus. Dia pasti menyukainya. Aku mendukungmu.”

Jaemin tersenyum sangat manis oleh itu. “Terima kasih. Menurutmu apa yang harus ku masak?”

Berikutnya Jeno hanya berusaha merespon semua celotehan Jaemin sebaik mungkin dengan lengkungan palsu yang terus berada di wajahnya.

No Longer [ ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang