prolog

102 8 4
                                    

Prolog

Masa orientasi sekolah baru saja usai. Semua siswa-siswi bernafas lega, setidaknya tiga hari yang mengerikan untuk mereka tidak akan pernah ada lagi. Bagaimana tidak, masa-masa itu adalah masa yang paling sulit. Terkadang mereka harus melakukan hal yang diluar dugaan ; membeli cokelat, meminta tanda tangan senior bahkan sampai mencari tahu kegiatan apa yang mereka lakukan setiap hari. Dan hari ini, tepatnya pukul satu lewat lima belas menit, sesudah shalat dzuhur, semua murid kelas sepuluh diminta untuk berkumpul dilapangan bersama senior dan juga para guru.

Di antara padatnya lapangan, ada seorang gadis yang hanya diam. Memperhatikan sekitar namun enggan berbicara. Gadis dengan rambut panjang sebahu ini bernama Raina Anjani. Disebelah Raina terdapat seorang gadis dengan rambut yang diikat ke atas seraya mengipas-ngipasi wajahnya, panas.  Nama gadis itu adalah Raini, kembaran nya Raina.

Meskipun bersebelahan, Raina sama sekali mengacuhkan keberadaan Raini. Meskipun sudah berulang kali Raini mengajaknya berbicara, tapi tetap saja Raina bersikap sangat cuek.

" Rain,  ayo ngomong dong. Masa lo diem aja dari tadi. " Keluh Raini pada kembarannya, membuat Raina melirik ke arahnya lalu setelahnya menatap tajam.

Bukannya marah, Raini justru malah terkekeh pelan. Dia tahu percis seperti apa seorang Raina oleh karena itu Raini mencoba membentengi hatinya agar tidak sakit hari dengan perlakuan saudara kembar nya itu.

" Rain, lo cantik deh. Mau cokelat nggak? Tadi gue disuruh beliin buat kak gibran tapi dia nolak. Yaudah, buat lo aja ya. " Semangat empat puluh lima Raini berkobar. Tangannya telah mengulur ke arah Raina seraya memegangi cokelat dengan merk terkenal itu, hendak diberikan.

" Lo kira gue tong sampah! " Ketusnya pada Raini. Bukannya menetap, Raina malah berjalan, menjauh dari Raini.

Raini merasa sedih namun dia kembali ceria lagi takala beberapa cewek berjalan kearah nya. Mereka meminta Raini untuk memperkenalkan diri. Usut punya usut, mereka adalah murid-murid terkenal yang mendapat kesempatan bersekolah disekolah internasional ini karena beasiswa.

" Gue Raini. " Ucapnya singkat seraya menampakkan deretan gigi putihnya. Tangan Raini menjabat tangan keduanya; laras dan karin.

" Boleh nggak gue panggil lo Rain? " Tanya karin pada Raini, membuat gadis itu menggelengkan kepalanya pelan.

" Panggil gue Raini aja ya. Kalau Rain mah panggilan buat saudara kembar gue. "

" Lo punya saudara kembar? " Raini mengangguk lalu menunjuk ke arah Raina yang sedang meminum air mineral. Merasa dilihat, Raina justru membuang muka lalu pergi dari hadapan mereka.

Disepanjang perjalanan, Raina menggerutu tidak jelas hingga kepalanya terasa pusing, ditabrak oleh tumpukan buku yang menjulang. " Lo kalau jalan pakai mata! " Ketusnya tanpa melihat siapa yang menabraknya.

" Lo nggak niat buat bantuin beresin ini? " Raina berbalik menatap seorang cowok yang kini sudah berada dihadapannya.

" Nggak! " Jawabnya singkat lalu berbalik dan berjalan kembali tanpa arah.

Raina tidak peduli untuk setiap mata yang saat ini menatapnya heran ataupun menatapnya dengan rasa ketidaksukaan. Raina sudah terbiasa.

Setelah berjalan sekitar lima menit, tanpa sengaja, Raina menemukan ruangan penuh buku. Dia melangkah kakinya masuk kedalam. Matanya menatap takjub, melihat deretan buku yang disusun rapi.

Ruangannya pun terlihat nyaman, membuat Raina segera buru-buru mengambil salah satu buku. Akan tetapi, sepertinya nasib selalu tidak berpihak padanya. Buku yang telah rapi itu tidak sengaja jatuh satu persatu karena nya.

Raina ingin pergi, " Kalau udah ngeberantakin, ya setidaknya lo tahu diri buat ngebersihin lagi. Jangan jadi manusia yang nggak bertanggung jawab. " Suara dingin nan menusuk itu membuat Raina mendesah panjang. Dia memutar badannya. Matanya mendapati orang yang sama, yang telah menabraknya tadi.

Mata Raina menyipit,  melihat tulisan nama yang terdapat di name tag cowok itu.

Gibran Al-Firdausy

Untuk RainaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang