Pertemuan

11 3 0
                                    

Sehari setelah pertemuan Sara dengan Yuna, di kampus Sara tidak bisa menemukan keberadaan Yuna. Entah kemana dia pergi karena sebelumnya  Yuna tidak pernah absen dari kampus.

Di kantin, Sara menyibukkan diri dengan handphone miliknya.

"Sara, cepat makan mie nya sebelum dingin." Perintah Jonita karena sedari tadi sahabatnya itu belum memakan makanannya sedikitpun.

"Iya Joo, nanti sebentar. Aku lagi berusaha menghubungi Yuna." Kata Sara dengan pandangan yang tidak pernah beralih dari layar handphone miliknya.

Merasa ucapannya tidak pernah di gubris oleh Sara, Jonita juga memilih menyibukkan dirinya dengan cara menjelajahi Instagram dengan jaringan WiFi kantin. Lagi-lagi Jonita hanya bisa pasrah menghadapi ke keras kepalaan sahabatnya.

Brakkk...

"Kenapa gak aktif sih." Sara membanting handphone miliknya membuat Jonita dan orang-orang yang ada di kantin terperanjat.

"Ceilahhh... Orang kaya handphone juga bisa di banting seenaknya yaa." Sara tidak menanggapi ledekan dari Jonita. Karena lagi-lagi sahabatnya Yuna membuatnya merasa sangat kesal.

Jonita menarik nafas pasrah sebelum dia berkata.
"Sudahlah jangan marah-marah  terus malu dilihatin orang-orang. Setelah dari kampus kan kamu bisa datang ke rumahnya". Jonita berusaha meredam amarah Sara yang kapan saja siap meledak

"Iya deh nanti aku ke sana." Sara mengambil kembali handphone yang tadi sempat dia lempar dan meletakkannya di atas meja setelah itu dia mulai memakan makanannya. 

Setelah selesai kuliah, Sara memacu mobilnya menuju ke rumah Yuna. Sesampainya di sana, Sara mendapati pintu gerbang rumah Yuna tertutup rapat. Sara mengklakson mobilnya berharap ada seseorang yang membukakan gerbang untuknya.

Namun, akhirnya usaha Sara sia-sia karena setelah beberapa kali Sara membunyikan klakson mobilnya, gerbang rumah Yuna tidak pernah terbuka. Mungkin saat ini tidak ada siapa-siapa di rumah Yuna.
Merasa usahanya sia-sia, Sara memutuskan untuk pulang ke rumahnya dengan perasaan yang sangat kesal.

Sesampainya di rumah, Sara melemparkan tasnya ke sembarang arah lalu merebahkan dirinya di atas Sofa.

"Sara tidak baik membanting barang ke sembarang arah seperti itu, kalau kena orang bagaimana" Tegur seorang wanita paruh baya yang terlihat lebih pantas disebut sebagai kakaknya dibandingkan sebagai ibunya.

"Aku lagi kesel Buu."

"Yasudah. Ibu tunggu kamu di meja makan." Jika Sara sedang merasa kesal, Ibu Sara lebih memilih membiarkan anak sematawayangnya itu sendiri sampai tenang.

Setelah membersihkan tubuhnya, Sara keluar dari kamarnya berjalan menuju ruang makan.

Sesampainya di ruang makan Sara melihat ayah dan ibunya telah duduk di sana. Sara pun ikut kedudukan dirinya di salah satu kursi yang kosong.

"Sara, nanti malam ada acara peresmian di perusahaan ayah. Kamu bisa datang kan?". Tanya ayah Sara ketika Sara menuangkan nasi keatas piringnya.

"Enggak yah." Tolak Sara yang kini fokus pada makanan nya.

"Kamu itu pewaris tunggal perusahaan ayah..." Belum sempat ayahnya menyelesaikan ucapannya, Sara sudah menyela ucapan ayahnya.

"Iya aku datang."

"Sara." Ibu Sara memberi kode untuk menegur anaknya sambil memberikan tatapan tajamnya karena dirasa anak sematawayangnya itu telah berlaku tidak sopan kepada ayahnya.

"Hhheee... Iya maafin aku Ayahz ibu." Sara segera meminta maaf kepada orangtuanya walaupun emosi Sara terkadang tidak bisa dikendalikan namun, Sara selalu berusaha bersikap baik kepada orang tua nya.

Sara langsung menyetujui untuk hadir di acara itu karena kalau tidak ayahnya pasti akan menceramahi nya habis habisan.

Alunan musik klasik terdengar di seluruh penjuru ruangan. Satu persatu orang yang memakai jas dan gaun formal datang memenuhi gedung.

Sara sedikit tidak percaya diri dengan dandanannya sekarang, Sara tidak terbiasa mengenakan gaun dan makeup yang tebal. Ini semua karena ibunya tadi yang sangat memaksa untuk mendandani Sara dan memilihkan baju yang akan dikenakan olehnya.

Sara mengenakan gaun mewah berwarna silver bertabur mutiara dipadukan dengan hijab dan sepatu berwarna senada dengan glitter sehingga berkelap-kelip saat tersorot lampu.

Sara berusaha bersikap sopan dan ramah tatkala sang ayah mengajaknya untuk menyambut setiap tamu yang datang.

Setelah dirasa semuanya datang, ayah Sara mengajaknya ke sebuah tempat. Ayahnya bilang dia akan memperkenalkan Sara kepada seluruh koleganya.

Ternyata ayah Sara membawanya ke rooftop gedung. Benar saja disana sudah ada banyak orang yang duduk menempati kursi dengan meja makan yang sangat panjang tersebut.

Sebagian besar kursi di sana sudah ditempati dan menyisakan tiga buah kursi kosong yang diyakini untuk keluarga Sara.

Sara, ayah, dan ibunya duduk menempati kursi yang masih kosong.

Dengan bangganya ayah Sara memperkenalkan calon pengganti dirinya sebagai CEO perusahaan sekaligus pewaris tunggal perusahaan keluarganya dari turun temurun.

Tanpa Sara sadari, seorang pemuda yang duduk di hadapannya sedari tadi sibuk memperhatikannya. Hal pertama yang muncul di benak Sara saat melihat pemuda itu adalah 'tampan' walaupun pencahayaanya agak redup namun, Sara dapat melihat dengan jelas wajah pemuda tersebut.

Ketika Sara menengok ke sebelah kanan tempatnya duduk, Sara melihat ayahnya yang sibuk membicarakan tentang bisnisnya  sedangkan ibunya entah apa yang sedang dibicarakan ibunya dan istri dari teman ayah Sara.
Tapi kedengarannya mereka tengah membicarakan tentang dirinya dan anak-anak dari Tante di sebelah ibu Sara. Untung saja Sara tidak duduk di sebelah ibunya kalau dia duduk disebelah ibunya sudah dipastikan dia akan menguping semua pembicaraan ibunya.

Karena tidak ada teman untuk diajak ngobrol, Sara memilih untuk memainkan ponselnya untuk membunuh rasa jenuhnya.

My Partner is a Foreigner Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang