Love Song

502 14 0
                                    

Burung-burung berkicauan memenuhi indera pendengaranku. Aku sedang duduk santai di salah satu bangku yang ada di taman ini. Biasanya, sore-sore begini yang menemaniku adalah buku. Buku apapun itu, mulai dari buku pelajaran sampai novel-novel remaja. 

Angin berhembus kencang ketika mataku terpaku pada salah satu objek yang tak jauh dari tempatku duduk. Lelaki itu adalah sahabat satu-satunya yang aku punya. Kamu pasti berpikir kalau aku orang yang pendiam? Ya, kau benar. Aku memang suka menyendiri daripada harus berinteraksi dengan orang-orang. Hal itu membuatku tidak punya teman sama sekali kecuali dia--teman kecilku yang mungkin terpaksa berteman denganku.

Brian namanya. Dan aku sudah menyukainya sejak aku mencium pipinya sewaktu acara ulang tahun Brian yang ke-5 tahun. Mungkin bisa dibilang ini hanyalah cinta monyet. Tapi bagiku tidak. Brian adalah cinta pertamaku dan mungkin cinta terakhirku, karena kupikir tidak akan ada laki-laki selain Brian yang mau mendekatiku. Secara fisik, aku terlahir sempurna tidak ada bagian tubuh yang cacat. Bicara soal cantik? Aku biasa saja. Jujur, aku hanyalah perempuan berambut panjang dengan warna rambut hitam legam. Hidungku mancung seperti pada umumnya. Tapi serius, aku tidak cantik tidak juga jelek.

"Leona!" tegurnya agak keras ketika ia sudah berdiri dihadapanku. Kemudian, Brian mengambil tempat untuk duduk di sebelahku.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku dengan wajah dan suara yang datar. Oh ya, inilah caraku menyembunyikan perasaanku dari Brian. Tentu saja, tak dapat kupungkiri kalau jantungku sebenarnya berdetak dengan kencang. Hey, come on! Ada laki-laki yang kupuja duduk disampingku!

Brian mendengus pelan sebelum menjawab pertanyaanku. "Kau ini jahat sekali, tak heran kalau tak ada laki-laki yang berani mendekatimu selain aku." 

Ugh, sakit sekali fakta yang kau lontarkan itu, Bri.

"Sudah tau jahat masih didekati," gumamku masih cukup terdengar oleh telinga Brian.

"Aku kan kasihan padamu, Leona. Maka dari itu, kutemani kau agar tidak sendirian. Aku baik, kan?"

Aku bangun dari dudukku. Berjalan pergi meninggalkan Brian. Ya Tuhan, perempuan mana yang tidak sakit hati mendengar ucapan seperti itu? Hei! Aku ini masih punya hati. Inginku berteriak seperti itu pada Brian, tapi kuurungkan niatku. Daripada aku harus menangis di depannya, lebih baik aku menghindarinya.

"Leona!" panggilnya sambil mengejarku yang berjalan terburu-buru menuju rumahku. Aku tetap tidak menggubris ucapannya dan hampir berlari ketika menyeberang.

TINNNN! TINN!

Kepalaku sontak menoleh ke arah kanan dimana sebuah truk sedang mengarah ke arahku sebelum truk itu menabrak tubuhku dan semuanya gelap.

***

Aku menyadari kalau sekarang aku sedang berada di tempat antah berantah. Bajuku berubah dari yang terakhir aku ingat. Saat ini aku memakai baju terusan yang panjang sampai menutupi kakiku. Kepalaku melirik ke kanan dan ke kiri tapi disini gelap sekali. Mataku tidak bisa melihat apapun yang ada di sekitarku.

Sampai akhirnya ada sebuah cahaya kecil yang menarik perhatianku. Kakiku bergerak menuju cahaya tersebut. Rasanya jauh sekali karena cahaya itu bergerak pelan dari yang awalnya redup dan sekarang menjadi terang benderang. Tangan kananku meraih cahaya tersebut, kemudian aku tertarik ke dalamnya.

Semuanya terasa cepat dan sekarang aku berada di taman yang tidak pernah aku kunjungi. Di depanku ada sungai yang mengalir pelan. Aku menyusuri sungai tersebut, lalu berhenti untuk bermain air. 

"Hei."

Kepalaku segera menoleh ke arah sumber suara yang berada di belakangku. Disana ada Brian. Kedua sudut bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman lebar. Entah mengapa, aku merasa bahagia ketika menyadari kalau aku tidak sendiri disini. Terlebih, itu Brian. 

ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang