2

104 15 0
                                    

Jeffrey menatap langit pagi yang begitu indah, matahari belum menampakkan dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeffrey menatap langit pagi yang begitu indah, matahari belum menampakkan dirinya. Sedangkan langit mulai membiru muda. Jeffrey sibuk berdiri dengan kedua tangan yang dimasukan kedalam kantung celananya.

19 Agustus 2013

Tanggal itu masih terlukis indah di otak Jeffrey tentu saja, saat usianya sembilan belas tahun Jeffrey pergi dari rumahnya untuk menemui sang nenek yang sakit hingga di perjalanan dia menemukan seorang wanita yang sedang duduk di pinggir aspal dengan darah di mentel wanita itu, Jeffrey pun menghentikan mobilnya dan turun dari mobil.

"Hei, what are you doing here?"

Wanita itu mendengar suara lembut Jeffrey, dia menoleh dengan wajah tanpa ekspresi dia berdiri dan berjalan mendekati Jeffrey. Tanpa di duga, wanita berambut pirang itu pingsan dan tubuhnya jatuh ke dada Jeffrey.

"Miss?"

Mau tak mau Jeffrey harus membawa wanita itu ke tempat neneknya, Jeffrey membawanya dan merawat wanita yang diketahuinya bernama Adara Pandhita dari kartu tanda pengenalnya, ternyata Adara orang Indonesia. Sama seperti Jeffrey namun memilih tinggal di New York.

"Kapan dia bangun, nek?" Tanya Jeffrey penasaran.

Neneknya yang baru selesai membersihkan Adara pun hanya tersenyum maklum dengan rasa penasaran sang cucu, "Sebentar lagi, kamu tidur dulu saja. Nenek mau membuat makanan untuknya."

Jeffrey tidak tidur, dia menunggui Adara yang terlelap dengan nyenyak. Wajah perempuan ini terus dilihatnya seolah tidak bosan Jeffrey menyingkirkan helaian anak rambut Adara dan menguncir rambut Adara.

"Eungh," Adara melenguh dalam tidurnya, dia merasa terusik oleh gerakan tangan Jeffrey.

"Oh! She wake up!" Jeffrey berseru bahagia, Adara yang membuka matanya pun merasa aneh dengan kegirangan pria di depannya ini.

"Who are you?"

Jeffrey menunjuk dirinya, "Me? I am Jeffrey Andreson!" Katanya bahagia.

Adara mengernyit, "Oh, hello Jeffrey. I am Adara Pandhita, Thank you so much for you helping."

"I can speak Indonesian! You can?"

Adara tersenyum, ternyata Jeffrey tahu dia warga negara Indonesia, "Of course, aku tinggal di Indonesia sudah 14 tahun dan 5 tahun menetap di New York." Jawab Adara dengan seulas senyum yang membuat jantung Jeffrey berdebar.

"Where are your home? Aku bisa mengantarkanmu."

Adara menggeleng, dia merasa tidak enak dengan Jeffrey, "Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Lagipula, kamu sudah banyak membantuku."

"No! Kamu tidak merepotkanku, ayo aku akan mengantarmu!"

Adara terpaksa menurutinya, dia takut kembali. Terlebih Aurel membunuh seseorang dan pastinya mafia itu akan membunuh Adara jika mengetahui bahwa anak buahnya terbunuh.

"Jeff, bisakah aku turun disini?" Adara bertanya disela perjalanan menuju kota New York.

Jeffrey menoleh, "Ini masih jauh dari kota, kamu mau naik apa nantinya?"

"Aku bisa jalan kaki!" Adara bersikekeuh ingin turun.

Jeffrey tentu tidak ingin melakukan itu pada Adara, "No, i can't!"

"Please, aku ngga mau kembali ke kota."

"Why?"

"I'm scared"

Jeffrey menghentikan mobilnya, dia melihat Adara yang menangis dalam diam dan tubuh wanita itu bergetar seolah merasakan kepanikan, kegelisahan, ketakutan tercampur menjadi satu.

"Hei, tell me. What you feel? I'm here for you, Adara."

"i am killed someone, Jeff"

"Hei!" Jeffrey merasakan dua tangan memeluknya erat dari belakang, itu adalah Rose yang kini sudah rapi dengan setelan kerjanya.

"Apa yang lagi kamu pikirin, Jeff?" Tanya Rose.

Jeffrey menggeleng, "Bukan apa-apa, mau di antar?"

"Sure! Nanti siang, makan siang bareng aku 'kan?"

"Yes dear, aku jemput kamu jam 12.30 nanti."

"I love you." Rose mengutarakan perasaannya pada Jeffrey berulang kali, namun hal kecil itu selalu mampu membuat Jeffrey bertambah mencintai Rose dengan ungkapan sederhananya.

"I love you too, a lot."





AlterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang