04- Siapakah Dia?

24 7 4
                                    

Menit-menit menjelang bel masuk berbunyi, suasana kelas XI IPA 3 sudah cukup ramai oleh gemuruhnya suara khas anak SMA yang tengah sibuk mengurusi tugas sejarah yang harus dikumpulkan jam ini juga. Mau tidak mau, para siswa harus menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bu Sinta, sang guru yang dikenal dengan kedisiplinannya tersebut.

Sebagian siswa terlihat mondar-mandir mencari jawaban kesana kemari demi mengumpulkan tugas yang berjumlah dua puluh soal tersebut. Sebagian lagi justru asik dengan obrolan santainya karena tugas sejarah tersebut telah terseleaikan dengan baik.

"Woy, cepetan! Sekarang juga harus dikumpulin!" teriak Demas, sang ketua kelas yang mulai koar-koar di depan kelas.

"Iya, bentar-bentar," seru Friska sembari sibuk mencatat sesuatu.

"Ayo, guys! Bentar lagi jam tujuh!" seru Demas kembali.

"Emang kalau udah jam tujuh kenapa?" tanya Kirana polos.

"Elaaah, masih nanya lagi kenapa. Kalau gue dan lo-lo sekalian ngumpulin tugas nyampe jam tujuh lebih, tamat deh riwayat hidup kita!" jelas Demas.

Kirana hanya menganga mendengar penjelasan dari Demas yang masih berdiri di depan kelas, sembari mengenggam tumpukan lebar kertas. Rupanya, dirinya kurang memahami maksud dari perkataan Demas tersebut.

"Udah, mending lo lanjutin tugasnya aja deh biar cepet kelar. Susah gue ngomong sama lo!" perintah Demas gemas.

"Lo tadi ngomong apaan sih, Dem?" tanya Kirana lirih, sembari garuk-garuk kepala.

"Aduuuhh. Tau ah, capek gue ngomong sama lo!" geram Demas.

Kirana hanya melongo mendengar jawaban Demas yang begitu acuh tak acuh. Ia memang tipikal gadis yang memiliki nalar sedikit lambat. Jadi, wajar saja jika ia tidak begitu paham dengan penjelasan dari Demas.

"Yok, guys! Waktunya udah abis nih. Ayok, cepet kumpulin!" pekik Demas untuk yang kesekian kali.

Beberapa siswa kemudian segera berlari menuju ke depan kelas, tempat dimana Demas berkoar-koar mengerahkan segala daya pita suaranya. Beberapa diantaranya tampak tergesa-gesa mengingat waktu yang semakin bergulir cepat. Tak terkecuali dengan Kirana, yang sedari tadi hanya melongo kini telah bergerak cepat menyelesakikan beberapa butir soal yang masih tersisa.

"Ayok! Siapa lagi yang belum?!" seru Demas.

Setumpuk lembaran kertas tebal telah berada dalam genggamannya. Dengan cekatan, ia menghitung jumlah lembaran kertas tersebut demi memeriksa siswa yang belum menyerahkan tugas kepadanya.

"Tiga puluh tujuh, tiga puluh delapan. Kurang dua nih! Siapa nih yang belum ngumpulin!"

"Demas! Bentar-bentar. Gue kurang satu soal lagi. Please, tungguin!" sergah Kirana gugup.

"Ah elo! Makanya jangan bengang-bengong mulu dari tadi!" cerca Demas.

"Iya-iya. Nih udah selesai kok," ucap Kirana sembari menyerahkan lembaran kertas tugas tersebut kepada Demas.

"Satu lagi siapa yang belum?!" seru Demas dengan nada yang cukup tinggi.

Namun, seruan Demas tak begitu dihiraukan oleh siswa-siswi yang berada di dalam kelas tersebut. Sebagian hanya terdiam tanpa suara, sebagian lagi justru asik sendiri dengan kegiatan lain. Demas hanya mencicik melihat para siswa yang tak merespon seruannya.

"Tau ah, gue kumpulin sekarang nih," ujarnya dengan kegeraman.

"Demas, tunggu!" cegah Friska.

"Apa? Lo belum ngumpulin?"

STRAWBERRY [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang