Chapter 1 - Kelas Baru

138 13 2
                                    

Vida POV

Sudah hampir 30 menit aku duduk di ruang tunggu tempat bimbingan belajar baruku ini. Namun, sama sekali belum nampak batang hidung Tania. Gadis itu lama sekali.

Tania adalah sahabatku semasa SD yang kemudian berpisah denganku semenjak kami SMP. Kemarin sore—setelah mengetahui kalau aku dan dia berada pada bimbel yang sama—Tania merengek agar sekelas denganku. Aku dengan santainya menyanggupi permintaannya itu. Eh, ternyata kelasku sudah penuh. Dan demi menepati janjiku itu, aku lah yang harus mengorbankan diri. Aku akhirnya pindah ke kelas Tania. Entahlah, bakalan jadi apa aku di sana. Aku tidak mengenal siapapun di kelas baru ini.

"Vid!" sebuah seruan menyadarkanku dari lamunan. Akhirnya, dia datang juga. "Udah lama nunggu?"

Aku menggeleng. "Belum begitu lama, sih. Hm, kita masuk kelas sekarang?"

"Ya," jawabnya. "Yuk, kelasku dengan kelas lamamu nggak begitu jauh kok."

Aku mengikuti langkah kaki jenjangnya yang membawaku ke sebuah ruang kelas di lantai tiga. Lumayan dekat dengan kelas lamaku.

tok! tok! tok!

Meski pada akhirnya aku dan Tania membuka pintu sendiri, tapi apa salahnya mengetuk terlebih dahulu?

Kami masuk ke dalam kelas yang sudah dimulai sejak tadi. Aku bernapas lega setelah melihat ada Siska di kelas itu. Setidaknya ada yang kukenal.

Eh, sebentar... Tidak hanya Siska orang yang kukenal yang ada di kelas ini.

Ada tiga orang lain. Mereka bertiga duduk tepat di bangku depan. Langkahku terhenti di deretan bangku depan yang sudah penuh itu. Tidak tahu kenapa, kaki ini tidak ingin digerakkan.

Tiga orang tadi adalah Abra (mantan Siska), Nissya, dan...

"Satria...," gumamku tak sengaja.

Laki-laki bersweater  biru itu sontak menoleh padaku. "Memanggilku?"

"Ng—nggak," Aku gelagapan dibuatnya. Mataku melirik kanan kiri, ternyata Tania sudah duduk di bangku belakang. Aku melangkah cepat menuju sebuah bangku kosong di sebelah Tania.

"Ngapain bengong di depan?" tanya Tania setelah beberapa menit berlalu.

Aku menoleh. "Nggak papa."

Tania manggut-manggut. "Oh ya, Vid, itu," dia menunjuk tempat Satria, dkk. duduk dengan dagunya, "kamu kenal?"

"Ya," kataku. "Teman sekolahku."

Lagi-lagi Tania manggut-manggut. "Yang pakai sweater biru tinggi banget, sih."

"Namanya juga anak basket," ucapku.

"Oh ya? Wah, keren."

"Banget," timpalku sembari tersenyum miring.

Tania melirikku, heboh. "Naksir, ya?!"

Tanganku cepat membungkam mulutnya. Suara Tania tadi membuat guru di depan dan beberapa teman lain menoleh ke kami yang duduk di pojokkan.

"Ada apa ribut-ribut?"

"Ng-nggak, Pak. Kami hanya sedang diskusi kecil," elakku. Guru itu memandangku sebentar, kemudian kembali menulis di papan.

"Jangan keras-keras," bisikku pada Tania.

"Maaf, hehehe," balasnya. "Tapi, emang bener kamu naksir?"

"Nggak," kataku. "Dia kuakui memang keren dan ganteng banget. Manis juga. Tapi, bukan berarti aku naksir. Dia sudah punya pacar tau!"

Untuk ketiga kalinya Tania manggut-manggut menanggapi ucapanku. Sejurus kemudian kami berdua mulai serius mengikuti pelajaran di kelas bimbingan belajar sore ini. Sesekali mataku melirik ke arah bangku pojok depan sebelah kiri. Tempatnya duduk.

Laki-laki itu...

==

Vida or Diva?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang