Kota Palu.
Sebuah kota yang tidak terlalu terkenal ini berlokasi di Provinsi Sulawesi Tengah.
Hari itu, tanggal 28 September 2018.
Salah satu hari biasa yang dijalani oleh setiap orang dengan.. biasa saja.
Sore hari.. Seorang remaja berusia dua belas tahun sedang duduk di balkon rumahnya dengan secangkir teh dan sepiring biskuit. Ia duduk di sofa seraya menikmati secangkir teh dan sepiring biskuit tersebut.
Semuanya.. Memang, nampak biasa saja. Tetapi, sore itu ada yang berbeda.
Langit biru ditutupi oleh awan cerah, angin bertiup dengan kencang, dan udara terasa menyengat kulit.
Sebuah teriakan nyaring membahana yang berasal dari kamar menggema di seluruh rumah, khususnya lantai dua, sang ibu dari remaja dua belas tahun itu memanggil putri satu-satunya dengan cara yang sedikit ekstrim.
"VINA!! VINA!! AYO MAKAN, SEKARANG!"
Remaja yang bernama Vina itu kemudian mendengus kesal dan membalas teriakan sang ibu dengan lembut tanpa sedikit pun nada kesal terselip di sana.
"Iya, Bu! Bentar!"
Sang ibu sepertinya kesal dengan putrinya yang sangat gemar menunda-nunda perintah berhakikinya. Sekali lagi, ibu Vina berteriak. Kali ini, lebih keras dari sebelumnya.
"REYVINA SHANDRA! AYO MAKAN!!!!!!!!!"
Vina hanya bisa menghela napas pasrah dengan pelan. Niatnya tadi, ingin menghabiskan tehnya terlebih dahulu. Namun, kalau sudah begini, biarlah teh itu ia lanjutkan sebentar.
Vina pun turun ke lantai pertama dengan langkah yang gontai. Ia benar-benar masih sangat kenyang, karena baru saja ia melahap sepiring biskuit Malkist kesukaannya.
Vina membuka tudung saji dan tiba-tiba saja, ia semakin tidak mau untuk makan. Nafsu makannya pun anjlok seketika, ketika ia melihat makanan yang tersaji di hadapannya.
Mau tidak mau, ia harus tetap memakan masakan sang ibu tersayang. Ia menghargai karya sang ibu dengan cara melahap makanan tersebut.
Kunyah, kunyah, kunyah, dan kunyah.
Tak terasa sudah sepuluh menit ia duduk di ruang makan hingga sebuah getaran hebat mengguncang tanah.
Kaca bergetaran tanpa ampun, seakan-akan kaca itu akan pecah namun ternyata tidak pecah. Meja makan bergetaran dan Vina sadar.
"INI GEMPA!," ujarnya dalam hati.
Buru-buru ia bangkit dari tempat duduk di muka meja makan dan keluar dari ruang makan secepat yang ia bisa.
Entah apakah Vina ini terlalu baik atau bagaimana, sempat-sempatnya ia menutup kembali pintu ruang makan dan akibat getaran yang terlalu hebat, tangannya pun terjepit. Namun, itu tak berdampak rasa sakit sedikit pun padanya.
Sebelum benar-benar keluar dari rumah, ia berteriak memanggil sang ibu yang berada di lantai dua.
"IBU! IBU! AYO CEPAT TURUN!," teriaknya panik luar biasa.
Ia kemudian berlari dari ruang tamu dan melihat sang nenek berusaha berjalan ke arah pintu keluar yang telah dibuka lebar oleh sang paman. Nenek Vina berkali-kali terjatuh ke lantai dan membuat Vina refleks membantu sang nenek itu kembali bangkit berdiri.
"Vina! Kamu cepetan lari aja duluan, sana!," teriak sang Nenek panik ketika melihat cucu ke-tiganya itu berusaha membantunya.
"Sst! Udah! Biar aku bantu aja!!," jawab Vina keras kepala. Ia tidak akan pernah meninggalkan sang nenek apalagi ketika mereka berada dalam kondisi seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
28 SEPTEMBER 2018 - ONESHOT STORY《SELESAI》
Ciencia FicciónSatu bagian untuk menjelaskan kepanikan seorang anak dua belas tahun di tengah bencana alam yang menimpa sebuah kota pada 28 September 2018. ONE SHOT STORY! PERHATIAN! CERITA INI BUKAN UNTUK DI COPY-PASTE, KARENA CERITA INI SERATUS PERSEN FAKTA YANG...