twelve

109K 14.8K 868
                                    

Udah jam sebelas malem

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udah jam sebelas malem. Sekarang tersisa tiga onggok makhluk di ruang tengah rumah. Ada Raka, Aldrian sama Kris papanya Raka. Sedangkan Dinan ayahnya Raka yang satu lagi, udah berkelana di alam lain, tidur cantik sejak satu jam yang lalu.

Mereka bertiga asik sama dunia sendiri-sendiri. Kris dengan siaran ulang liga semalam, Raka dan Al dengan hape masing-masing.

Emang sejak tadi sore Al sama Raka mendadak perang dingin. Mendadak sama-sama kaya orang bisu. Si Alnya kesel dia habis dikibulin Raka. Si Rakanya juga kesel ditinggal di pinggir jalan.

Habis Al tereakin Raka di depan peternakan tadi sore, acara keselnya Al berujung bikin Raka kudu jalan kaki pulang ke rumahnya. Gimana nggak? Aldrian seenak jidat bawa motor dan ninggalin Raka di pinggir jalan. Sepanjang jalan pulang, Raka dongkol dan ngumpat dengan segala macam umpatan yang dia kenal, ngutuk nasib Al dengan kutukan ternelongso yang ada di galaksi bima sakti ini: gak laku seumur hidup.

"Yah sial kalah" Kris ngelempar remote tv ke meja sampe baterainya ngacir kemana-mana.

Raka sampe suka heran, pasti gini. Harus rajin ganti remote tv, gara-gara kalo nonton bola papanya suka gak terima kalo tim jagoannya kalah. Berujung lempar remote sesuka hati. Padahal ini juga cuma siaran ulang liga yang semalem. Semalem juga dia udah nonton dan juga udah lempar remote. Oke, gak important. Yang lebih important itu adalah Raka nyesel banget gak rekam ekspresi si Al yang kagetnya gak nyelow.

"Dad tidur duluan. Jangan lupa kunci pintu sama jendela"

Dua insan yang dititipin amanah cuma ngangguk sambil liatin Kris yang jalan ke arah kamarnya. Sekarang cuma tersisa Raka sama Al di satu sofa tapi duduknya jauh-jauhan. Sebodo setan, mereka satu sama lain gak ada yang mau ngalah. Gak ada yang pengen mulai bicara duluan.

Ini udah kaya suasana absurd di ftv-ftv. Cuma kedengeraan suara jam aja. Sisanya senyap. Suara nafas Al sama Raka aja gak kedengeran. Saking absurdnya, mereka berdua sampe kompak lupa ngisi paru-paru alias sama-sama tahan napas.

"Ka"

"Ah? Eh? Apa?"

Raka yang pikirannya penuh sama umpatan tertahan jadi langsung nyaut pas denger makhluk di sampingnya itu manggil namanya.

"Selow dong jawabnya"

"Kaget"

Hening lagi.

"Gak usah ditahan gitu napasnya"

Nurut, Raka narik napas dengan rakusnya

"Sorry ya"

Selanjutnya dua kata itu yang Raka denger. Suara Al yang husky serak-serak becek malah sukses bikin bulu kuduk Raka berdiri. Dia naruh hapenya dan beralih mainin jari kelingking, kebiasaannya kalo lagi gugup. Al hafal banget.

"Buat?"

"Tadi sore ninggalin lo di pinggir jalan. Lo pulang jalan kaki kan? Sorry"

Raka cuma nyaut pake hm aja. Kalo inget tragedi tadi siang, dia beneran masih dongkol level 99.

"Raka"

"Hm?"

"Doh ibu negara ngambek, sini mau apa?"

"Apa sih sat"

Aldrian dengan sigapnya udah duduk di lantai di hadapan Raka. Dia ngelempar hapenya ke pangkuan Raka dan mulai mijitin kaki ibu negaranya itu. Si ibu negara yang nerima perlakuan itu cuma diem aja, masih kuat puasa bicara.

"Capek ya jalan kaki?"

"Masih nanya lo badak"

"Ya kan ini udah gue pijitin sat. Jangan ngambek lah, nanti manisnya ilang"

"Manis gundulmu"

"Oh jadi udah mau pake aku kamu sekarang?"

"Bangsat, gak"

"Sorry ya, jangan ngambek lagi"

"Iye bego"

"Ganteng gini dikata bego"

"Emang lo bego"

"Masa?"

Dengan gerakan slowmotion yang dibuat-buat, Al ngangkat kepalanya yang sedari tadi nunduk fokus ke kaki Raka, jadi tengadah natap lurus ke wajah pujaan hatinya. Raka yang gak siap sama pemandangan di bawahnya jadi mati kutu. Serasa terbunuh sama tatapan seonggok insan bernama Aldrian.

Raka beralih nunduk tafakur. Sampe sepuluh menit berlalu serasa mereka berdua lagi khusyu mengheningkan cipta. Raka gak paham kenapa bisa ada di situasi segakjelas ini.

"Ka"

"Hm?"

"Gue cinta sama lo"

"..."

"Gue bakal buktiin sama lo"

"..."

"Inget ya, gue bakal buktiin sama lo. Gue gak main-main soal cinta sama lo. Gue tau dan gue paham, kita kenal juga belom lama. Tapi gue gak pernah punya perasaan yang kaya gini. Gue yakin, u're my destiny"

Raka yang denger itu cuma bisa misuh dalam hati. Dia pikir, kayanya ditelen bumi bakal lebih baik daripada ada di situasi kaya gini. Bukannya apa, denger kalimat serius Al dari jarak sedeket ini, ditambah suaranya yang dalem, malah bikin Raka kikuk. Gak bisa dia pungkiri, ada sisi di sudut hatinya yang menghangat. Ada sesuatu yang sebenernya enggan banget Raka akui.

Sementara Al mulai gak sabar sama aksi mengheningkan ciptanya Raka. Aldrian butuh sinyal. Entah lampu merah yang mengharuskan dia berhenti, lampu hijau yang dengan senang hati mempedbolehkan dia jalan terus, ataupun lampu kuning yang membolehkan dia jalan dengan perlahan. Bukannya mau maksa. Tapi dia butuh itu. Dia butuh jawaban dari Raka.

"Ka, ngomong"

"Jangan memelas gitu. Yang ada gue kasian sama lo ntar"

"Gue cuma pengen tau prasaan lo. Setidaknya jangan diem aja"

Mengheningkan cipta lagi, untuk kesekian kalinya. Pencapaian point tertinggi untuk kategori kekaleman bagi dua makhluk yang sama-sama autis macem Al sama Raka. Mereka sama-sama sadar, mereka masing-masing gak pernah sekalem ini selama 20 tahun karir bernapas mereka di bumi.

Akhirnya Raka narik napas dalam. "Gue lumayan"

"Apanya?"

"Lumayan suka sama kegigihan lo"

Sedetik berikutnya Raka udah misuh-misuh sama dirinya sendiri. Ngumpatin mulutnya yang gak bisa diajak kerja sama.

Tapi emang gak bisa dipungkiri, setelah beberapa bulan ini selalu ditempelin Al, aslinya tiap hari keyakinan lurus Raka makin menurun aja. Itu sebuah fakta yang sukar banget buat Raka akui. Sesuatu yang gak pernah dia harapkan. Susah payah dia nolak mentah-mentah kata hatinya itu. Tapi apa daya, Raka juga cuma manusia biasa. As u know, yang namanya perasaan selalu susah dikendalikan.




.
.
.
Bintangnya lur, bintangnya jangan lupa
Terimakasih banyak

ROOMMATE - [ boyslove, END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang