Si lejo. begitulah sapaan untuk dirinya yang khusus di berikan sebagai panggilan sayang oleh wanita paling mulia, yaitu ibu. di usianya yang baru genap berumur lima bulan, ibu heti sebagai ibu kandungnya telah membiasakan diri memberikan sapaan lejo untuk putra pertamanya itu walau ia dan suami telah sepakat menamai anak pertama mereka haris permana. tak ada kebahagian terbaik bagi seorang wanita selain mampu dengan susah payah membawa seorang janin dalam perut hingga tiba masa bersalin, waktu dimana ketegangan dan risau bersatu penuhi pikiran relung hati. ayah lejo memilih mendampingi sang istri meski dirinya harus melawan ketakutan, sejak kanak-kanak pak heri akan lari terbirit-birit manakala melihat banyak darah berceceran, dan itu pula yang ia takuti selama tetap setia berada di samping sang istri. sejam berlalu kesakitan penuhi raut wajah ibu heti, pucat pasi juga tak henti berteriak agar sekiranya dapat membantu proses kelahiran anaknya. Sedang pak heri tak kuasa menahan tangis manakala perjuangan istrinya seolah mengiris sisi kulit tubuhnya. "alhamdulillah ya allah, terima kasih bu! anak kita lahir dengan selamat" ucap pak heri. mengusap bulir-bulir air mata dan langsung memeluk erat tubuh lesu istrinya. "ada apa bu? kok merenung sendiri di luar" seru pak heri. mengusap pelan pundak istrinya lalu ikut duduk bersama. Sejenak kembali ibu heti mengingat kejadian lampau, haris yang dulu ia perlakukan sebagai anak kecil kini menjelma sebagai pria tampan. di usianya 22 tahun, haris tak lagi layak di perlakukan manis persis saat masih belum menginjak masa sekolah dasar. "ibu teringat saat melahirkan lejo dahulu pak, dia telah tumbuh dewasa sekarang" . tahu kerisauan istrinya, segera pak heri melempar tanya akan perjanjian ketika haris masih berada di bangku SMA. ibu heti mengangguk pelan menatap sayup suaminya itu, berfikir tidak ada salahnya untuk menanyakan kesiapan haris. "haris akan terkejut bila ibu tanyakan sekarang padanya, kalian sudah sepakat untuk kembali membicarakan perjanjian itu nanti begitu haris menyelesaikan S2" jelas pak heri. terdiam ibu heti, memalingkan wajah sebab benar ucapan suaminya itu. tak berapa lama duduk berdua di taman belakang, suara tawa adik kembar lejo pecahkan hening, mereka baru pulang sekolah. buru-buru ibu heti menengok anak kembarnya risa dan rian, keduanya hanya berselang sepuluh menit saat di lahirkan tiga belas tahun lalu. kini keduanya tengah sibuk akan persiapan UN sekolah, sama halnya lejo yang suka belajar di malam hari sampai tengah malam, adiknya risa dan rian pun belajar bersama hingga terkadang pukul sebelas malam. "ibu, kak haris tadi berboncengan dengan wanita bercadar saat menjemput kami disekolah" ucap risa. sambil melepas baju seragam di bantu ibu heti, rian pun mengangguk seolah jawaban yang sama. bukannya mengantar adiknya pulang justru datang bersama dua ojek untuk mengantar dua adiknya pulang. lejo berasalan karna harus mengantar wanita bercadar itu pulang, bahkan melempar senyum dengan sopan yang jarang terlihat bila itu untuk banyak wanita lain. ibu heti tak melanjutkan menanyai apakah hubungan mereka dekat atau tidak, ibu risa dan rian itu malah bertanya makan siang apa yang ingin putra dan putri inginkan. selang sejam berlalu barulah lejo pulang, salam lembut keluar di bibir lelaki tampan itu dengan tersenyum menyambut balasan salam ibu heti.