part 2

53.4K 134 1
                                    

"kak haris, siapa yang kaka bonceng kemarin?" tanya risa. mendapati lejo duduk sendirian di belakang rumah sembari fokus membaca beberapa buku, kacamata tak lupa menambah ketampanan lejo, bukan sebagai gaya namun telah menjadi ciri khas yang sudah setiap hari sebagai penghias wajahnya. gadis kecil itu duduk menyandarkan kepala pada bahu lejo, juga biskuit di tangan kanan sembari mengunyah nikmat. jawaban lejo adalah teman kampus, tidak lebih dan tidak kurang karna sudah sepatutnya untuk saling menolong. "dia sepertinya wanita baik kak" . lejo tersenyum lalu memeluk adiknya, juga berkata setiap wanita sudah pasti baik seperti ibu mereka. mendengar pengakuan lejo, ibu heti yang berdiri di pintu belakang tak jauh dari tempat duduk mereka dapat mendengar jelas jawaban manis putranya itu. memilih masuk menemui suaminya di dalam kamar, duduk membicarakan hal serius. "ibu akan bicarakan hal ini pada lejo nanti malam pak" tegas ibu heti. manaruh tangan di paha suaminya dengan harapan jawaban iyah sebagai penyemangat. pak heri juga menyetujui pinta istrinya itu, malam nanti mereka akan diskusikan bersama lejo si putra sulung. hari cerah beranjak gelap, pukul enam sore lejo masih sibuk dengan buku-buku, satu hari tidak ia lewatkan tanpa membaca buku kecuali bila itu ada hal serius mengganggu pikiran pria tampan tersebut. si kembar risa dan rian duduk menyaksikan kartun di televisi, sedang pak heri masih berada di kantor dan ibu heti berada di luar rumah. suasana rumah keluarga pak heri cukup tenang sore itu, sampai kepulangan pak heri dari kantor pukul tujuh malam barulah keributan terjadi sebab si kembar berlomba memeluk sang ayah dengan semangat, tidak bagi lejo karna ia hanya tersenyum manis ketika ayahnya pulang. ibu heti juga telah siap menyajikan makanan di atas meja makan, keluarga kecil pak heri menyantap makan malam dengan lahap dan nikmat, sambil bercanda juga tak luput mewarnai suasana keluarga tersebut. jam dinding mempertegas bunyi di malam yang semakin larut, tak ada lagi riang tawa si kembar adik lejo di atas pukul sembilan malam, keduanya telah masuk kamar untuk bersiap tidur sedang lejo masih setia duduk di meja belajar dalam kamar pribadi, membaca kembali buku-buku yang tadi sempat ia hetikan sesaat. visual tampan lejo makin tajam terpancar sinar cahaya lampu, hidung mancung,  kumis tipis dan rambut rapih adalah khas si haris permana. sehari-hari hidupnya tak jauh dari yang namanya  berbagai judul buku untuk ia baca sehari-hari, uang yang di berikan orang tuanya untuk jajan pun sering ia pakai membeli judul buku baru. hingga bunyi ketukan di balik pintu buyarkan fokus lejo terhadap barisan kata-kata di lembar buku yang sedang ia baca, melirik jam di pukul sebelas malam, segera beranjak membukakan pintu. mereka adalah kedua orang tuanya, datang dengan senyum mekar di wajah masing-masing, lekas masuk dan mulai membuka percakapan hening malam. lejo semangat sekaligus heran akan perihal apa kedatangan orang tuanya ke kamar, letakan buku di meja dan mengahadap ke arah orang tuanya duduk, dengan sopan memulai obrolan. "kamu ingat apa yang ibu katakan saat kamu kamu masih SMA dulu nak?" tetap tenang. ibu heti mengungkit cerita lalu, anggukan lejo mengiyakan bahwa ia juga ingat. "jika ibu ingin kamu menyanggupi permintaan ibu saat itu hari ini? apakah kamu bersedia anakku?" . jelas terdiam, lejo terpaku akan permintaan ibunya tiba-tiba padahal mereka sama-sama tahu waktu untuk membicarakan hal itu masih belum sampai di titik sekarang. kuliah adalah prioritas lejo untuk meraih sukses, sebagai lulusan sarjana terbaik adalah cita-citanya. tatapan dua orang terkasih di hadapannya tak bisa membendung hasrat untuk menolak, lejo tak bisa melihat kerisauan pada mata indah dua orang tersebut, dan hingga lima menit berlalu pun masih terdiam seorang haris permana. "aku tidak ingin menentang keinginan ibu, aku akan lakukan bila sekarangpun ibu ingin perjanjian kita lima tahun lalu harus aku penuhi sekarang, namun sungguh ibu, kalau boleh tunggulah sampai aku meraih sarjanaku dahulu, aku tidak akan membuat ibu menunggu sampai S2 ku tapi maukah ibu menunggu untuk S1 ku selesai?" lirih suara lejo terurai di hadapan orang tuanya. gelembung air mata pelan-pelan menutupi pandangan lejo, meraih tangan ibu dan ayahnya seraya memohon. ibu heti bagai teriris perih manakala tak mampu menunggu hingga perjanjian yang sudah mereka buat sampai pada waktunya tiba, air mata ibu lejo jatuh basahi pipi, ia sungguh terharu putranya dengan senang hati menerima ajakan dan tidak mempermasalahkan pelanggaran  perjanjian mereka.

Pelacur dalam balutan syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang