· Untuk jiwa-jiwa yang sedang terkekang, aku harap saat ini ada kelepasan untukmu. Tak peduli kapanpun, dan dimanapun kamu, hari ini biarkan kasih menyatakan caranya bekerja.
· ○
Tepat ketika ibadah telah selesai dilaksanakan, seorang gadis berjalan terpatah-patah. Tubuh ringkihnya melangkah pelan, bahkan sangat pelan---hampir-hampir tak terdengar derap langkahnya.
"Kenapa ?" isak Yemima dengan nada serak.
"Kenapa apanya ?" tanya yang dilontarkan seseorang itu sempat membuat Yemima kaget, juga bingung. Sampai-sampai gadis itu dengan cepat menghapus air matanya.
Setelahnya barulah Yemima menoleh ke arah datangnya suara. "Kamu siapa ?"
Felicia melangkah hendak menyalakan lampu ruangan tengah, "Jawab pertanyaanku dulu dong."
Yemima berusaha menjawab, namun yang didapatinya hanya bibir tipis kelu yang tertutup rapat seolah enggan berkata-kata. Jadi dia diam saja.
Anehnya, Felicia tetap penasaran, dan malah mendekat untuk duduk tepat di samping gadis itu. "Namaku, Felicia. Bisa kok panggil Felis."
"Oke," ucap Yemima sekenanya.
"Kenapa masih di sini ?"
"Aku baru dateng." Jawaban Yemima membuat Felis mengerutkan dahinya.
"Baru dateng ? Kamu telat ibadah, ya ? Tapi telatnya banget, soalnya ibadah udah selesai." Felis terkekeh. Sedang yang ditanya hanya menggeleng, membuat gadis disampingnya terpaksa berhenti tertawa juga.
"Oke lupain soal itu.... Aku sebenernya cuma mau tanya," ucap Felis sembari menatap Yemima, "kamu kenapa tadi ?"
Yemima menutup matanya perlahan, tanda ia belum siap cerita. Sedangkan Felis mencoba untuk memaklumi. Dengan hati-hati ia bertanya, "Eum, kamu lagi ada masalah ya ? Dalam keluarga, atau hal lain gitu ?"
"Aku baik-baik aja." Maaf aku bohong, batinnya buru-buru menambahkan.
Dengan mata Yemima yang sedikit sembab, Felis masih yakin gadis itu punya suatu masalah. "Iya sih, tapi aku tungguin deh di sini, barangkali kamu mau cerita."
Hening. Cukup lama, sampai Yemima mulai menimbang-nimbang, apakah Felis bisa diajak berbagi, atau malah sebaliknya.
Felis ? Gadis itu hanya sedang menunggu.
Akhirnya, dengan helaan napas yang panjang, Yemima membuka bibirnya perlahan, "Gereja bikin aku tenang."
"Jauh sebelum keluargaku berantakan, aku sering kesini. Tapi sekarang, ini bahkan kali pertama aku dateng lagi, itupun dengan keadaan yang begini."
Yemima menatap ke arah depan, "Masalahku lagi-lagi menyurutkan semangatku, dan mimpi buruk itu selalu dateng, sampai aku gak bisa tidur mikirinnya."
Kuatkanlah hatimu, lewati setiap persoalan.
Felis sama sekali tak berniat memotong pembicaraan itu, jadi ia biarkan Yemima menyelesaikan ceritanya, "Kadang, aku bertanya-tanya, kenapa sih hidupku begini ? Ditinggalin di panti asuhan, sering sakit, dan sendirian," renung gadis itu ketika air matanya menetes dengan tiba-tiba, "anehnya, dateng ke Gereja tetep bisa bikin aku tenang."
Setelah yakin Yemima tidak melanjutkannya, Felis mulai berbicara, "Aku pengen bilang satu hal sama kamu."
Yemima menoleh bingung, "Apa ?"
"Bukan Gereja yang bikin kamu tenang," Felis tersenyum, "Tapi Tuhan."
Felis tidak tahu mengapa, tapi gadis itu merasa kalau ia perlu membantu Yemima, "Kamu pengen tahu, alasan kenapa Tuhan rela berkorban ?"
"Kenapa aku harus tahu ?"
"Hm, alasan klise nya sih karena deket-deket ini kan kita baru aja memperingati hari kematian dan kebangkitan Tuhan. Tapi lebih dari itu, kamu akan tahu sendiri nanti."
Yemima hanya diam. Meski dalam hati, gadis itu juga penasaran.
Felicia berdehem, "Siap-siap ya, aku akan bercerita...."
Tuhan Yesus s'lalu menopangmu, jangan berhenti harap pada-Nya.
"Jadi Tuhan mati untuk menebus dosa manusia, agar manusia dapat masuk ke dalam Kerajaan-Nya, dan Ia juga bangkit agar kita hidup. Itu artinya."
"Lalu ?"
"Tuhan Yesus sayang banget sama kita, makannya Ia rela berkorban untuk manusia," Felis menghela napas singkat, "termasuk kamu."
Tuhan pasti sanggup. Tangannya tak'kan terlambat tuk menolongmu.
"Dengan semua masalahku ?"
"Gak peduli apapun keadaan kamu...lagipula Dia tau segala sesuatu, hm."
Tuhan pasti sanggup, percayalah Dia tak tinggalkanmu.
Yemima menarik napasnya pelan, "Aku perlu berubah ? Untuk gak mengeluh tentang hidupku ?"
Dengan anggukan, Felis menjawab, "Iya."
Yemima menatap Felis tulus, "Boleh aku jadi teman kamu ?"
Sampai gadis itu terkekeh, dan menatap balik Yemima dengan lembut, "Tentu."
Selang beberapa saat, Felis bangkit berdiri dan mengangguk-angguk, "Aku pergi dulu ya, ada urusan. Kalau mau tetep di sini gak apa kok."
Belum semenit Felis berbalik, Yemima menahannya, "Tunggu."
"Hm ?"
"Makasih."
Felis tersenyum lebar menanggapinya.
Gadis itu memberikan ruang pada Yemima untuk lebih mengenal tentang sosok-Nya.

YOU ARE READING
Ruang Kata
Cerita PendekTeruntuk jiwa-jiwa yang gelisah, tenanglah. Ada ruang untuk setiap kisah dan keluh kesah. Ada pintu yang terbuka untuk setiap langkah yang seolah tak berarah.