cem

4.2K 527 102
                                    

Happy reading


Part ini semua nya Renjun POV ya



Saya menyalahkan Diri Saya sendiri karena ucapan yang baru keluar dari mulut Saya, meringis kecil dan melirik Hana yang sedang tersenyum malu.

Tanpa sadar Saya tersenyum kecil melihat wajah menggemaskan Hana yang terlihat malu malu hanya karena Saya memberikan gombalan receh.

"Hana Kamu baik baik saja? " Hana mengangguk dan tersenyum dengan rona merah di pipi nya yang berhasil membuat Saya tersihir beberapa saat.

Lucu - Batin Saya

"Kak? " Saya menggerjapan mata Saya dan sedikit terkejut karena Hana memergoki Saya sedang memandang nya, Apa yang Saya fikirkan, bukankah Saya memacari Hana hanya untuk menutupi kebenaran yang ada di Diri Saya?.

"Udah sore sebaiknya Kamu pulang, Ayo Saya antar" Hana mengangguk dan mengambil tas nya yang berada di atas meja, Saya keluar untuk berpamitan dengan Bunda.

"Bun" panggil Saya pada Bunda yang sedang menonton TV sendirian, Bang Winwin belum pulang jadi Bunda selalu menonton acara Televisi sendirian.

"udah bangun? mau makan? " tawar Bunda, Saya menggeleng pelan sambil duduk di dekat Bunda yang masih fokus menonton acara di TV.

"Aku mau nganter Hana, kasian dari pagi jagain si Rendi" Bunda menengok dan apa apaan ekspresi itu, kenapa Bunda tampak terkejut dengan ucapan Saya tadi.

"Kamu pacaran ya sama Hana" Saya tersentak kaget, harus Saya jawab apa pertanyaan Bunda, mengatakan kalau Saya hanya berpura pura berpacaran dengan Hana hanya untuk membuat Hana tutup mulut soal kondisi Saya? Jelas tidak, itu akan membuat Saya terdengar seperti Saya tokoh antagonis di sini.

"I..iya Bun" Jawab Saya tergagap, Bunda terkekeh kecil dan mengusap pelan kepala Saya, merapikan poni yang tampak sedikit berantakan karena bangun tidur.

"Bunda seneng Kamu udah lupain Ningning dan ngebuka hati Kamu buat Hana, tapi tidak bisakah Hana jadi alasan yang kuat buat Kamu ikut terapi? "

•••

Saya mengayuh sepedah Saya dengan perlahan mengingat ada seorang perempuan yang berstatus pacar- hanya untuk tutup mulut- yang berdiri di tapal kuda dan berpegangan pada pundak Saya.

"tidak bisakah Hana jadi alasan yang kuat buat Kamu ikut terapi? "

Kata kata Bunda terus terngiang ngiang di kuping Saya, untuk apa Hana menjadi alasan Saya untuk sembuh, toh Dia bukan siapa siapa Saya walaupun status kami adalah berpacaran.

Kami menikmati perjalanan tanpa ada yang membuka suara sama sekali, entah apa yang terjadi namun Saya rasa Hana menjadi lebih pendiam setelah keluar dari kamar Saya.

Tak ambil pusing Saya menjalankan sepedah Saya seperti biasa, sesekali melirik Hana melalui kaca di rumah orang yang kami lewati, seperti nya gadis itu sedang Badmood.

Saya bukanlah orang yang pas jika harus menghadapi perempuan yang sedang Badmood, jika biasanya lelaki akan menghibur atau membuat Mood mereka membaik, tapi tidak dengan Saya yang jelas jelas bukan tipe orang seperti itu.

prince | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang