Syafi'ah duduk di ujung ranjangnya. Sembari mengembungkan pipinya dan menekuk lengannya dedipan dada.
"Dek, ikut mas Harun yha,"
"Mas, Syafi'ah sudah berkeputusan bulat, Syafi'ah akan tetap sekolah di smp 1."Harun tak habis fikir. Kenapa adik perempuannya ini sangat sulit untuk di bujuk masuk ke pesantren.
"Syaf, mas Harun hanya ingin kamu selalu terjaga, kamu selalu dalam lingkup kebaikan."
"Syaf bisa jaga diri kok di smp 1."
"Kamu bicara seperti itu tanpa halangan. Tinggal ngomong, tapi asalkan kamu tau, sulit, apa lagi kamu tipe anak yang mudah terbawa."Syafi'ah mendengus kesal.
"Dulu mas Harun pernah menasehati Syaf kalau Allah selalu sesuai prasangkan hambanya. Sekarang Mas Harun malah berprasangkan buruk kalau Syaf bakalan terbawa sama dunia luar." jelas panjang lebar Syaf yang di iringi helaan nafas Harun.
"Oke, up to you. You better menage it on your own. I don't care." Ucap Harun mengalah sembari mengankat kedua tangannya tanda menyerah.
"Thanks. Ini yang Syaf mau."Harun menatap nanar manik adik kesayangannya. Adik satu satunya. Harun berharap sangat Syaf mau masuk ke pondok. Mengetahui kehidupan luar yang makin hari makin memburuk. Harun tak ingin adik perempuannya terbawa.
Syaf menyatukan alisnya. Lalu memiringkan kepalanya sembari membalas tatapan Harun dengan tatapan aneh.
"Mas, kenapa?" Syaf melambai-lambaikan tangannya di depan wajar Harun.
Harun segera memalingkan wajahnya. Lalu menggeleng.
"Kenapa masih disini? Syaf ingin sendiri" Ujar Syaf semabri mendorong tubuh Harun keluar kamarnya.
'Glek'
Pintu di tutup agak keras. Uma dan Abah menunggu di luar dengan gelisah. Harun mengendikan bahunya, tak banyak yang ia bisa lakukan, Syaf masih keukuh dengan pendiriannya. Uma hanya menghela nafas berat. Abah menepuk bahu Harun. Mewakili mulutnya untuk mengatakan 'ini bukan salahmu nak, tak bisa menasehatinya'.
"Sudahlah nak, cepat kau packing baju yang akan kau bawa besok kita berangkat pagi." Ucap Abah mengingatkan.
Harun pergi meninggalkan Abah dan Uma yang saling pandang. Entah sudah berapa kali nafas berat mereka hembuskan. Menasehati anak ketiga mereka memang tak semudah dua kakak laki-lakinya yang sangat penurut.
Sedangkan di kamarnya, Syaf sedang ber sosmed-ria. Menjelajahi akun facebook miliknya. Matanya tertuju pada sebuah akun yang baru saja mengiriminya pesan.
"Huda?"
Syaf membuka notifikasi dari Huda.
Hudashaleh: "Gimana Syaf? Kakakmu sudah berhenti mengoceh?"
Syafi'ah Al-Mahira: "Baru saja dia ku usir dari kamarku. Bagaimana dengan kakakmu?"
Hudashaleh: "aah, kakakku sangat menyebalkan. Dia masih terus mengoceh entah sampai kapan."
Syafi'ah Al-Mahira: "tenang saja, sbentar lagi pasti kakakmu akan diam."
Hudashaleh: "Baiklah, sampai nanti lagi yah. Jangan lupa janji mu yah. Daaaah."
Syafi'ah Al-Mahira: "Oke siiip. Daaaah."
Syaf menghentikan chatnya. Meletakkan ponselnya di samping ranjang tempat ia duduk. Ia menghela nafas berat. Ia agak ragu untuk najut ke smp umum. Tpi ia sudah terlanjur berjanji pada Huda, untuk melanjutkan di sekolah yang sama.
Huda, sosok yang diam - diam Syafi'ah kagumi.
Assalamualikum wrohmatullahi wabarakaatuh.
Afwan kalu ceritanya gaje masih amatir🙏😹 insyaAllah terus di perbaiki. Jangan bosen2 baca yah... InsyaAllah ada ilmunya, walau sedikit.
-santri NH PBG ditunggu kunjungannya-
#SilmaAul
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Senja
SpiritualSemua akan diulas. Kehidupan pesantren yang menurut kebanyakan orang menyeramkan. Menyibak tabir dan menjelaskan bahwa pesantren tidak mengekang. Membuktikan bahwa menyantri itu indah. Ketika orang lain mengisahkan indahnya kisah cinta di pesantren...