Nurul Shaliha VS Huda Shaleh

134 8 1
                                    

                       Dengarkan Aku, suatu saat nanti
                       Kau akan butuh perkataanku ini.
                        ________________________________

              Seorang pemuda dengan kaos putih polos dan celana panjang berwarna hitam berdiri di depan jendela kamarnya. Menatap lurus ke halaman belakang rumahnya, tanpa memperhatikan seseorang di belakangnya. Yang berharap pemuda itu menoleh.

    "Tolong dengarkan kakak da. Sekali ini saja. Ini demi kamu. Abang mu, kakak, mama sama Abah. Sayang sama kamu."
    "Kalau mereka sayang, kenapa selalu mengekang Huda?. Toh, orang akan bahagia ketika orang yang dia sayang bahagia."

    Nurul memutar bola matanya kesal. Ia bangkit dari duduknya. Hampir setengah jam perdebatan antara Nurul dan adik laki-laki nya berlangsung. Dan sepertinya tak akan ada perubahan.
    Huda tak membuat Nurul menjadi prioritasnya. Ia lebih memilih membalas chatt yang sendari tadi keluar masuk ke ponselnya.
   
      "Matikan ponselmu, dengarkan kakak" suara Nurul meninggi.

Huda menurunkan ponselnya. Mengerti bahwa kakak perempuannya sudah marah. Nurul berdiri dari duduknya, berjalan selangkah mrnuju Huda.

    "Da, kenapa sih kamu keukuh sama pendirianmu? Sekolah umum itu bahaya dek. Pergaulan sangat bebas. Kamu akan mudah terbawa. Kakak cuma ingin kamu jadi anak sholeh. Bisa bahagiain mama dan Abah. Juga Abang. Kamu tau dek. Harapan kakak cuma kamu. Waktu pertama kali Abang Ammar jadi anak nakal dan akhirnya di D.O. kakak berusaha jadi anak baik yang bisa banggain orang tua. Tapi sekarang kakak belum pernah banggain mereka. Harapan kakak cuma kamu. Abang Ammar sekarang jadi berandalan, kita sekrng tak pernah tau dimana Abang Ammar. Tolonglah da, jadi anak baik, masuk pesantren yah..." nada Nurul berubah memelas.

Ruangan dengan luas 10×8 dan bercat putih bersih itu hening. Tak ada hiasan hanya ada Pigura dengan foto keluarga Bapak Abdus Sholeh Abah Nurul di dinding atas ranjang, tanpa Ammar. Nurul menggigit bibir bawahnya. Meredam suara isak tangisnya. Nurul berharap Huda tak melihat atau sekedar mendengar bahwa Nurul menangis.
     Huda menoleh sejenak menyadari kakaknya menutup wajanya dengan kedua telapak tangannya. Lalu kembali menatapa ke luar jendela saat Nurul mengankat kepalanya.

     "Maaf kak. Keputusan Huda sudah bulat. Huda ingin sekolah di smp 1." ucapnya sarkastik.

Nurul menghembuskan nafas kasar. Ia sunggung bingung dengan kelakuaan adiknya.

   "Baikalh jika itu maumu. Tapi Dengarkan aku, suatu saat nanti kau akan butuh perkataanku ini." Nurul dia sejenak, lalu melanjutkan. "Saat kau masuk smp. Kau hanya melihat dan melakukan apa saja yang kau bisa dang ingin kau lakukan. Tapi, ketika di pesantren. Kau akan melakukan hal yang sebelumnya tak pernah mampir dalam pikiranmu. Bahkan Khayalanmu. Melakukan suatu hal, yang belum pernah kau lakukan. Ingat perkataan kakak."

Suasana hening. Huda diam, lalu Nurul berbalik, berjalan pelan menuju pintu di ujung ruangan.

      "Kakak pergi, jangan lupa makan," Nurul mengakhiri kaliamatnya lalu segera menutup pintu.

Huda berbalik, menatap pintu yang baru saja tertutup. Ia menghembuskan nafasnya Kasar. Ia menatap layar ponselnya

-3 pesan diterima dari Syafi'ah Ra-

Huda menurunkan lagi ponselnya. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri. Ia lebih memilih gadis yang ia cintai di banding kakak yang menyayanginya dengan tulus.


Assalamualaikum,,,
Akhowatii wa Ikhwanii fii llah. Selamat Malam.
Semangat terus bacanya yah... InSyaaAllah Author bakal terus up date tiap hari kalau liburan. Kalau masuk pondok lagi ya harus hiatus.
-salam bwt santri NurulHuda Purbalingga-
-Aulqismullughoh-

                          

Pangeran SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang