4.

54 21 0
                                    

"Jimin" Jimin menoleh ke belakang melihat sesosok perempuan yang memanggilnya. Terpaan angin dirasakan Meyda sekarang. Bersamaan Jimin menoleh, rambut-rambut Jimin terbawa angin membuat rambutnya sedikit berantakan.

'Kenapa dia sangat menawan? Hah? Tidak. Dia adalah bajingan.' Sekalipun Meyda tersipu namun ia tak melupakan topik masalahnya sekarang.

Meyda mendekatkan diri pada Jimin. Namun Jimin nampaknya tidak peduli akan keberadaan Meyda.

"Sebenarnya aku salah apa padamu, sehingga semuanya kau balas dendamkan padaku?" Tanya Meyda sedikit memekik. Jimin sedikit bingung dengan Meyda. Ia menoleh ke belakang namun tak ada seorang pun dibelakangnya.

"Aku bertanya denganmu tuan Jimin yang terhormat." Tegas Meyda.

"Aku tak paham maksudmu." Jawab Jimin dengan ringannya. Ia seperti tak mengetahui maksud kedatangan Meyda.

"Sengaja tidak tahu? Kau mengambil toko bunga milikku, dan aku tak memiliki penghasilan lagi. Bukankah kau seharusnya salah disini?" Pekikan Meyda semakin menjadi.

"Oh, jadi kau memiliki toko bunga di jalan Lot**? ." Jimin mengangguk anggukkan kepalanya.

"Iya. Dan kau--" Meyda tak melanjutkan bicaranya. Ia berfikir, bukankah kata Jimin tadi jalan Lot**? Tapi toko bunga ayahnya berada di jalan ro*e. Jadi semuanya hanya salah paham?

"Maksudmu ini tokonya?" Jimin memperlihatkan ponselnya yang berisikan gambar toko bunga. Meyda meneguk salivanya dalam-dalam. Ia menggeleng pelan, pasalnya toko bunga tersebut bukanlah miliknya. Ia memarahi orang yang salah. Ia merutukinya dalam hati.

"Sepertinya kau sibuk, aku akan pergi." Meyda berniat pergi namun tangannya tertahan dengan cekatan tangan Jimin.

"Sebegitu mudahkah?" Dengan sedikit tarikan, membuat punggung Meyda bertabrakan dengan tembok. Ia sedikit meringis.

"Kau menyalahkanku tanpa bukti kemudian pergi?" Jimin mengunci tubuh Meyda. Dengan tangannya berada di sisi kanan dan sisi kiri tubuh Meyda. Tubuh Jimin sekarang lebih dekat dengan Meyda. Namun Meyda menatap ke bawah.

"Ma-maaf. Aku tidak bermaksud..." Jimin mendekatkan wajahnya ke bawah tepatnya mengikuti arah pandangan mata Meyda. Meyda terkejut, jarak mata mereka terpaut beberapa centi saja. Kecepatan detak jantung Meyda tak seperti normal lagi. Tatapan Jimin kembali seperti kemarin namun kali ini sangatlah dekat.

"Maaff"

Meyda mendorong kuat tubuh Jimin. Kemudian berlari meninggalkan Jimin. Jimin menorehkan senyum di bibirnya melihat tingkah Meyda.

                                 •

 "Mey" Meyda memberhentikan larinya setelah mendengar Erlan memanggil namanya. Meyda menumpukan tangannya pada kedua lututnya sembari menstabilkan hatinya.

"Dari mana saja?. Aku mencarimu di kelas dan kau tidak ada. Aku melihat tasmu kemudian aku membawanya." Erlan memberikan tas yang ia bawa pada Meyda.

"Kamu habis mandi atau keringetan, wajah kamu keliatan basah." Meyda mengambil tasnya dari pegangan tangan Erlan.

"Ya masa aku mandi di sekolahan sih Lan. Udah ayo pulang." Meyda menarik tangan Erlan.

                                •

"Lan, kamu nanti jangan langsung pulang ya." Pinta Meyda. Kini mereka jalan bersampingan di waktu pulang sekolah.

"Kenapa? Kangen nih?" Erlan mengatakannya bermaksud memberikan candaan pada Meyda.

"Iya kangen."

Deg

Erlan memberhentikan langkahnya. Sementara Meyda sudah berada satu langkah didepannya.

"Kangen masakan kamu, hehe." Jawab Meyda cengengesan menoleh ke arah Erlan. Erlan melanjutkan langkahnya hingga sama lagi langkahnya dengan Meyda.

"Lan, diem aja sih. Nggak mau ya? Yauda--"

"Siapa yang bilang gak mau?" Erlan dibuat bungkam dengan candaan yang ia mulai tadi. Ia pun mencoba tenang dan menjawab dengan seperti biasa layaknya teman pada Meyda.

"Tadi kamu diem aja, aku kira kamu nggak mau. Makin hari kamu makin aneh tahu nggak." Akhir pembicaraan Meyda yang tak terjawab oleh Erlan. Mereka sudah berada di depan rumah Meyda.
Meyda mempersilahkan Erlan masuk dan memasakannya beberapa makanan.

Nampaknya kehidupan Meyda semakin sulit. Ia tidak bisa hanya bertahan dengan perolehan uang dari almarhum ayahnya. Ia berkeinginan mencari pekerjaan yang menerima murid SMA untuk bekerja. Dia akan memulainya melamar pekerjaan sepulang sekolah besok.

                                 •

Jam pelajaran olahraga sudah dimulai. Meyda segera berkumpul bersama teman sekelasnya ke lapangan sekolah. Sesampainya disana, ia melihat sesosok laki-laki dengan mata eyesmile memasukkan bola basket ke ring lawannya. Meyda tampak terpukau dengan aksi laki-laki tersebut. Dengan kaos yang sedikit basah sebab keringatnya.

"Ngelamun aja Mey. Ngelamunin siapa nih" Airin menggugah lamunan Meyda.

"Ji--" Meyda menoleh, untung saja ia tidak keceplosan mengucapkan nama Jimin.

"Ji? ..Jimin?" Airin tersenyum pada Meyda.

"Eng--gak tuh" Meyda langsung menjawab pertanyaan Airin dan menggelengkan kepalanya.

"Jangan khawatir. Meskipun Jimin pendek, dia jago main basket kok." Meyda membentuk huruf O di bibirnya setelah mengetahui pernyataan tersebut.

Pembelajaran olahraga pun dimulai sesaat setelah guru olahraga tiba. Materi dan praktek belajar hari ini adalah basket. Pantas saja Jimin sudah stand bye di lapangan terlebih dahulu. Guru olahraga membagi beberapa kelompok. Dimana satu kelompok terdiri 5 orang. Adapun laki-laki di setiap kelompok guna untuk membelajari setiap perempuan yang masih belum bisa dalam olahraga basket.

Meyda tak sekelompok dengan Airin. Di kelompoknya terdapat 3 perempuan dan 2 laki-laki. Itupun semuanya tidak terlalu pandai dalam basket. Saat praktek basket dimulai, kelompok Meyda disepakati oleh guru olahraga melawan kelompok Jimin. Percuma, akhirnyapun kelompok Jimin yang memenangkan. Bersamaan dengan kekalahan kelompok Meyda, bel pergantian pelajaran terdengar. Pelajaran olahraga telah usai. Perjanjian sebelumnya adalah kelompok mana yang kalah akan mengembalikan bola-bola basket ke ruang piket disamping BK.

Karena teman-teman Meyda sudah pergi duluan, ia yang akhirnya mengembalikannya sendiri. Ia mulai mengambili bola di area tersebut. Ia memasukkannya dalam dus dan beranjak pergi.

"Kau meninggalkan satu bola lagi." Meyda menengok ke arah tersebut. Nampak Jimin memegang bola basket. Ia mendatangi Jimin berniat mengambil bola tersebut. Meyda menodongkan dus yang ia bawa ke depan Jimin.

"Kau berniat agar aku mengembalikan dus ini?"

"Siapa bilang? Aku meminta kau mengembalikan bola yang kau pegang ke dus ini." Jimin menyunggingkan senyumnya pada Meyda.

"Bagaimana jika satu set bermain denganku, aku akan mengembalikannya setelah itu." Jawabnya sambil memantul-mantulkan bola basket.

"Oh." Daripada meladeni, Meyda dengan langkah terburu-buru meninggalkan Jimin.

Setelah dus yang ia bawa sudah tertaruh rapi di tempatnya. Ia pun meninggalkan tempat tersebut.

"Kita bertemu lagi." Meyda memberhentikan langkahnya.

LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang