1.

144 26 0
                                    

Seorang siswi merapikan buku-bukunya memasukkannya dalam tas. Ia berjalan keluar pintu kelas. Membenarkan tas yang ada di punggungnya. Tangannya menggenggam beberapa buku pelajaran.

"Hey, Mey." Teriak seorang laki-laki yang ada di belakangnya. Ia menepuk bahu Armeyda, membuat Armeyda terkejut. Spontan, buku-buku yang dipegangnya jatuh berhamburan.

"Erlan, membuatku jantungan saja. Beruntungnya, berkas-berkas ini tidak basah." Armeyda berjongkok memunguti buku-bukunya. Cuaca hari ini memang tidak bersahabat. Hujan deras mengguyur jalanan membuat genangan air di setiap setapak jalan. Erlan membantu Armeyda mengambil buku-bukunya. Tak lama, datanglah hembusan angin yang begitu kuat.

"Mey, awas!" Motor dengan kecepatan yang cukup cepat hampir menyerempet Armeyda. Erlan segera mungkin menarik Armeyda menepi membuat mereka terjatuh.

"Kau baik-baik saja? Maaf. Aku akan mengambilnya untukmu." Erlan kemudian bangun dari keterjatuhannya. Menyadari kesalahannya, Ia segera mengambil buku-buku Armeyda.

"Aku tak apa." Armeyda menampakkan senyumnya pada Erlan.

"Ini bukumu. Pengendara motor tadi memang tidak tahu aturan. Padahal masih lampu merah, main nyelonong saja." Erlan menyerahkan bukunya pada Armeyda.

"Sudahlah. Jangan menyalahkan orang lain. Kau sendiri saat tergesa-gesa juga tidak memerhatikan sekelilingmu bukan?" Armeyda kembali berjalan, lantas Erlan kembali menyusulnya.

"Ya ya.... Sini tasmu biar kubawa." Erlan mengangkat tas Meyda Membuat Meyda sedikit oleng.

" Tak usah..tapi silahkan jika kau mau."Meyda melepas tas yang ada di punggungnya. Mereka berjalan berdampingan.

"Waahh..Armeyda Resha Kau membawa cukup banyak buku di tasmu. Apa kau tidak pernah lelah membawa terlalu banyak." Meyda memang si kutu buku yang haus akan membaca. Tak ada lagi waktu untuk bermain di kamus kehidupannya.

"Lemah sekali. Biar kubawa sendiri saja." Meyda menoleh pada Erlan yang tergopoh-gopoh membawa tas Meyda. Pasalnya Erlan juga membawa banyak buku di tasnya.

"Tak masalah. Mungkin aku kurang olahraga. Akan kutingkatkan olahraga tanganku setelah ini."Erlan menyunggingkan senyumnya pada Meyda, membuat Meyda tak bisa untuk membalas senyum dari Erlan.

Erlan, seorang teman sekaligus tetangganya. Ia pandai dalam segala hal namun dalam masalah bahasa inggris, ia masih mempelajarinya. Bisa dikatakan bahwa Erlan seorang yang sempurna. Namun jika sempurna hanya pada Tuhan, manusia hanyalah pemimpi yang serba akan kurangnya. Erlan adalah teman kecilnya hingga saat ini.

"Rumahmu terlihat ramai, saudaramu sedang bertamu?" Meyda memberhentikan langkahnya. Beberapa langkahnya lagi ia akan sampai pada rumahmya. Ia menyipitkan mata memandangi apa yang tengah dikerumuni banyak orang di sekitar rumahnya.

Meyda berjalan pelan meninggalkan Erlan. Semakin dekat, ia semakin berlari. Ia terdiam kaku didepan pagar rumahnya.

"Mey. Bibi harap kamu tabah--" Meyda berjalan mempercepat langkahnya menuju ke dalam rumah, tak menggubris pernyataan dari Yanran yang tak lain adalah ibu Erlan.

                               •
Selesai pemakaman almarhum ayahnya, Meyda berniat mendiamkan diri di kamar.

"Kecelakaan telah merenggut nyawa ayahmu. Tak ada seorangpun saksi yang melihat langsung kejadian tadi. Ibuku mengatakan hal tersebut padaku." Erlan menjelaskan apa yang sejujurnya ibunya katakan tadi.

LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang