5.

53 20 0
                                    

"Kita bertemu lagi." Meyda memberhentikan langkahnya. Tepat di depannya Jimin berdiri membawa bola basket. Meyda tidak menghiraukan perkataan Jimin, ia melangkah keluar. Namun Jimin yang berada di belakang pintu, dengan mudah tangannya menutup pintu tersebut.

'Apa yang sebenarnya diinginkan Jimin?' Meyda melontarkan kalimat itu dalam hatinya.

"Permisi."

Bukkk.

Tepat sasaran. Jimin melempar bola dan berhasil masuk ke dus. Hal itu membuat Meyda terjerumus. Ia yang hampir melewati Jimin, namun ia samar jika bola yang dipegang Jimin terlontar padanya.

Meyda menengok ke belakang tepat saat bola masuk ke dus. Sesaat, ia kembali meneruskan langkahnya. Namun setelah berbalik menengok, Jimin semakin dekat dengan tubuhnya. Jimin memajukan wajahnya. Terpaut beberapa centi jarak diantara mereka. Meyda membulatkan mata, ia tak percaya bahwasanya jantungnya lemah melihat seorang Jimin. Lemah akan pesona Jimin. Entah kapan ia baru menemukan rasa asing di hatinya ini.

Pelan-pelan Meyda melangkah mundur. Tanpa disadari Meyda menjatuhkan buku di ruangan tersebut.

"Apa yang kalian lakukan?" Meyda dan Jimin secara bersamaan menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka. Terlihat seorang laki-laki ber setelan jas dengan kemeja putih dan celana hitam layaknya seorang pekerja kantoran.

Dengan segera Meyda melewati Jimin, pergi meninggalkan kedua orang tersebut.

                               •

"Rin, mau ikut ke kantin nggak?" Meyda mengajak Airin usai pelajaran kimia. Semenjak kejadian tadi, Jimin tidak mengikuti pelajaran sehabis olahraga.

"Ayo deh."

Meyda duduk di kursi kantin, sedangkan Airin memesan makanan. Meyda melihat Erlan berjalan mendekatinya.

"Jahat banget, tadi nggak mau nunggu." Erlan duduk menarik kursi dan duduk di depan Meyda dengan meja makan sebagai pembatas.

"Buru-buru Lan. Lagian kamu pakek bangun kesiangan segala."

"Gitu juga, aku masih buatin kamu sarapan. Tada.." Erlan menaruh dua kotak bekal makanan ke meja.

"Wahh. Tau gini aku gak ninggalin he he.." Meyda segera membuka satu dari bekal yang dibawa Erlan.

"Loh Mey, kamu makan bekal siapa? Aku udah pesenin loh ini." Airin datang dengan dua nampan di kedua tangannya.

"Aduh maaf Rin. Kelupaan. Aku makan deh pesenan kamu."

"Terus dia pacar kamu? Kamu kok nggak cerita sih." Airin menunjuk ke Erlan kemudian duduk di samping Meyda.

"Oh iya. Dia sahabat aku Erlan Parawansa." Meyda memperkenalkan Erlan pada Airin.

"Lan, dia Airin yang sering aku ceritain ke kamu."

"Salam kenal." Erlan mengucapkannya dan melanjutkan memakan bekalnya.

"Terus siapa yang bakal makan makanan sebanyak ini?" Dari wajah Airin sudah terlihat ia marah pada Meyda mungkin karena pemberiannya tidak dipedulikan.

"Ih baperan deh Airin sekarang. Sini aku abisin deh." Meyda tak lagi memakan bekal buatan Erlan melainkan pesanan yang dipesan Airin.

"Enggak. Bekal buatan aku jauh lebih enak." Erlan menjauhkan pesanan Airin yang hampir dimakan Meyda.

"Apaansih. Nggak ada bagus-bagusnya dari segi apapun buatan kamu." Meyda dibuat bingung dengan kedua sahabatnya.

"Rin, bekal yang kamu kata enak itu buatan Erlan." Airin seketika menghentikan pertengkarannya dengan Erlan. Airin menganga terheran.

"Oh, jadi ini penggemarku. Selamat. Kamu menjadi penggemarku yang kesekian kalinya dari seluruh penggemarku yang menggemari masakanku." Erlan menjawabnya dengan nada sombongnya.

"Idih belibet. Masakan gitu aja bangga." Airin memutar bola matanya malas.

"Gini-gini juga Mey tidak bisa makan jika bukan aku yang membantunya?" Meyda menatap Erlan setelah Erlan melontarkan hal tersebut. Airin dibuat bingung oleh Erlan.

"Jangan bilang kamu nggak bisa masak Mey?" Airin menatap ke arah Meyda sembari menggelengkan kepalanya.

"He he. Nggak seenak masakan Erlan sih. Kamu pasti jago ya?" Tanya Meyda mengakui kelemahannya.

"Enggak juga sih." Airin melebarkan senyumnya membuat Meyda menepukkan tangannya pada dahinya.

"Kalian harus belajar dariku. Yang pandai dalam segala hal." Erlan mengatakan kedua kalinya dengan nada sombongnya.

"Jijik. Norak deh. Drama banget." Timpal Airin. Meyda tak henti-hentinya tertawa melihat kedua temannya saling berdebat. Percuma saja jika menengahi toh mereka akan melanjutkan debat mereka. Meyda hanya menonton drama mereka saja. Hampir lupa bahwa ia pemeran utamanya.

LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang