Elang Memeluk Senja - Part I

7.6K 462 24
                                    

"Semoga kamu bahagia."

Hanya itu yang bisa kukatakan saat pria di hadapanku memilih untuk mengakhiri hubungan kami. Hampir 5 tahun kami menjalani hubungan tapi semuanya terasa sia-sia karena hubungan kami tidak bergerak satu langkah pun. Hubungan kami terasa datar bahkan cenderung hambar. Apa karena sudah tidak ada cinta lagi diantara kami? Apa itulah yang membuat kami harus berpisah?

"Kamu juga.. jaga diri kamu baik-baik." balasnya tanpa menatap ke arahku. Aku tahu mengapa ia melakukan itu. Selama ini ia bahkan tidak pernah berhasil membohongiku karena saat itu terjadi hanya dengan memandang matanya saja aku tahu, kalau ia sedang berbohong.

"Aku permisi." ujarnya disusul oleh tubuhnya yang beranjak bangkit dari kursi kafe dimana kami selalu menghabiskan malam kami dari mengerjakan tugas bersama sampai seru-seruan dengan beberapa teman.

Aku menatapnya dari posisiku. wajahnya masih tertunduk.

'Sekali saja.. aku ingin menatap matamu, Elangku..'

Seolah tuhan mendengar doaku saat itu juga mata Elang akhirnya bertemu dengan mataku. Aku melihatnya, semuanya terbaca jelas.. senyumnya mengembang tapi mata itu tidak. mata itu memancarkan kepasrahan. tentu saja pasrah pada hubungan ini. tapi mengapa rasa rela yang sejak awal sudah kusiapkan kini perlahan luntur. aku tidak siap, aku tidak akan pernah siap untuk ini. Tolong Elang.. tolong aku..

Raganya perlahan berbalik lalu mulai menjauh dari pandanganku. Aku terus memandangnya dengan hati yang tak berhenti menyerukan doa-doa. meminta agar ia kembali dan membatalkan semuanya lalu kami bersama seperti kemarin atau setidaknya beberapa menit yang lalu.

"Elang... Elangku.."

*****

'Aku percaya..hatiku takkan pernah salah, tapi kita yang salah.. Kita terlambat untuk menyadari arti hadir kita masing-masing"

Aku menginjakkan kakiku kembali di kafe itu. Bulan sudah berlalu dan kini tahun yang baru menyambut hidupku. Tak seharipun kulewatkan tanpa mendatangi kafe ini. Tapi tak satu kali pun aku bisa bertemu dengan sosoknya. Semua kontak yang kupikir cukup membuatku tenang karena Elang pasti masih akan ada buatku walau status kami bukan sepasang kekasih lagi. Tapi ternyata aku salah. Elangku terlalu cerdas. Ia menghilang dari semua jejaring sosial yang selama ini menjadi andalan kami untuk berkomunikasi. Nomor handphone yang sejak SMA digunakannya kini sudah tidak aktif. Elangku hilang bagai ditelan bumi.

"Manggo Vannila seperti biasa." Ujar Silla salah satu karyawan kafe yang sudah lama kukenal. Setelah meletakkan pesananku dimeja, sosok tinggi langsingnya kini duduk di hadapanku.

"Kamu masih menunggu Elang?" Tanyanya. Aku meraih gelas pesananku lalu menganggukkan kepalaku sebagai jawabannya. Silla terdengar menghela nafas. Ooh.. Dia mulai menatapku dengan tatapan rasa kasihan yang membuatku jengah.

"Elang belum juga menghubungimu?" tanyanya lagi. Aku menyeruput Manggo Vanilla menu yang selalu kupesan. Rasa manis vanilla dan sedikit asam dari Mangga membuatku tersenyum menikmati.

"Belum." jawabku singkat.

Silla melipat kedua lengannya. ekspresinya mendadak serius aku sedikit kebingungan dan memilih untuk menanti dalam diam."Sudah setahun Ja, mau sampai kapan kamu menunggu seperti ini?" pertanyaan Silla menohokku keras.

Sampai kapan aku harus menunggu? Tentu saja sampai aku bertemu Elangku dan mengatakan kalau aku tidak baik-baik saja. Aku hancur tanpa dia. Tanpa senyum sinis yang selalu ia berikan saat aku bertingkah konyol, tanpa tawa renyahnya saat kami membahas candaan jadul yang tidak pernah gagal membuat kami berdua terbahak, tanpa raganya yang selalu memelukku secara tiba-tiba dan berakhir dengan mataku yang terpejam dalam dekapannya. Aku bukan Senja tanpa Elang.. Dan hatiku yakin Elang takkan sama tanpa Senja.

Box Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang