Komitmen

25 6 4
                                    

Hari hari semakin cepat berganti dan kini tiba saatnya Fia, Harris dan Avtar untuk mewakili sekolahnya. Persiapan mereka pun sudah cukup matang, mulai dari makalah, materi presentasi, dan power point yang telah dirancang dengan sedemikian rupa. Harris dan Avtar cukup berantusias dalam challenge tersebut. Namun Fia tidak menampakkan wajah antusiasnya.

"Fia, Avtar, nanti kita harus bisa tampil semaksimal mungkin. Siapa tau gagasan kita bisa dikembangkan lebih luas lagi kedepannya, kan hebat jadinya.. Apa lagi kalo sampe dikasih penghargaan bupati, kan hebat banget" jelas avtar dengan wajah mendongak ke atas kepedean.

"Ready Tarr"jawab Harris dengan sifat soplak menandingi Avtar.

"Fia, kamu inget kan gimana penggunaan proyek kita?" Tanya Harris.

"Fiaaaa..."Lanjut Harris melambaikan tanga didepan wajah Fia, berharap Fia akan meresponnya.

"Ma..maaf, gimana gimana?" Celetuk Fia yang buyar lamunannya.

"Ya udah. Mendingan kita sholat dhuha aja deh. Kamu kaya ngga konsen gitu" ajak Harris yang diikuti anggukan Fia. Mereka berjalan menuju mushola sekolah, kecuali Avtar yang memang nonmuslim. Avtar hanya menunggu mereka dari taman dekat mushola.

~Sekolah Ifa

"Untuk seluruh panitia karya ilmiah Challenge diharapkan segera berkumpul di aula" pengumuman dari salah satu pembina KIR di SMA Negeri 18.

"Gue duluan ya Rev. Panitia udah pada dipanggil tu. Lu mau ikut apa nungguin disini?" Ajak Ifa.

"Ngga usah deh Fa, gue disini aja. Tadi gue juga ada janji sama Andra" tolak Reva.

"Yaudah gue duluan. Okey?"

"Oke deh"

Kebetulan, Ifa merupakan salah satu anggita Osis disekolahnya yang terpilih menjadi panitia KIR. Ia cukup aktif dalam kegiatan keorganisasian. Dan Hingga saat ini, Ifa belum tau bahwa Fia akan ikut serta dalam challenge di sekolahnya tersebut.

~Di sekolah Fia

Fia sudah menyelesaikan sholat dhuha nya. Ia baru saja merapikan mukenanya di rak. Baru saja dia menoleh ke arah rak sepatu, Dan nampaknya disana juga terdapat Harris yang sibuk mencari sepatunya.

"Fia, Fia" panggil Harris.

"I.. Iya.. Ada apa?" Jawab Fia latah. Dari dulu sikap latahnya saat berbicara dengan Harris belum juga hilang. Namun kali ini Fia terlihat lebih tenang.

"Kamu liat sepatu kiri ku ngga?" Tanya Harris berkacak pinggang kebingungan.

"Sepatu kamu yang kaya gimana?" Tanya Fia balik.

"Yang ada talinya, kaya gini" jawab Harris memperlihatkan sepatu kirinya merk Nike.

"Owh.. Itu tu. Kayanya yang nyangkut di pohon mangga" jelas Fia menunjuk pohon mangga yang ada di belakangnya dan Harris.

"Aduh, siapa lagi yang naruh situ. Udah ngerti aku ngga bisa manjat lagi, ya udah aku panggil Avtar dulu. mungkin dia bisa manjat" Harris mendengus kesal.

"Tar, Avtar. The legend of eng. Panjatin sepatu aku" suruh Harris bergaya layaknya anak kecil.

"Wey.. Jangan seenaknya, aku ngga botak kali" kesal Avtar.

"Pokonya cepet panjatin" Harris merengek dan lagi lagi Fia geli dibuatnya.

"Ini sepatu kamu" ternyata saat perdebatan Harris dan Avtar, Fia terlebih dulu memanjat pohon dan mengambil sepatu milik Harris.

"Loh, kamu bisa manjat ternyata. Makasih Fia" kaget Harris.

"Iya. Udah kan? Kita berangkat sekarang aja. Nanti challenge nya keburu dimulai" Ajak Fia.

"Oke, kita pamit ke bu Ika dulu"

Merekapun berangkat dengan mobil kesayangan milik Avtar. Ya, Avtar memang terlahir dari keluarga berada.

Avtar duduk didepan, Ia mengemudikan mobilnya dengan sangat ahli. Sedang kan Harris dan Fia duduk di belakang. Diperjalanan, Fia terlihat semakin terbebani. Mata indahnya mulai berkaca kaca melihat keluar. Entah apa yang ada dipikiran Fia.

"Fia, kamu baik baik aja kan?" Tanya Harris.

"Insyaallah aku baik baik aja" jawab Fia mengusap cairan bening yang meluncur dari mata ke pipinya.

"Kamu ngga sedang ada masalah kan? Aku tau, aku bukan siapa siapa kamu. Tapi mungkin aku bisa sedikit mengurangi beban kamu" jelas Harris pengertian.

"Harris.." Ucap Fia yang dilanjutkan tangisan yang semakin menjadi jadi dari mata Fia.

Fia pun jatuh ke pelukan Harris. Mereka merasakan seperti sudah akrab sebelumnya. Padahal sebelumnya mereka tidak terlalu banyak berbicara.

"Kenapa Fi? Kalo kamu ada masalah, cerita aja. Ngga pa pa kok" tanya Harris ingin tau.

"Bapak, sama Ibu. Me.. Mereka udah ngga ada" jelas Fia kepada Harris. Fia tau saat ini Harrislah orang yang paling mengerti dirinya.

"Bapak sama ibu kamu yang di desa? Ngga ada gimana?" Respon Harris yang langsung paham apa yang dikatakan Fia. Karena sebelumnya Harris sudah sering mendengar cerita dari Nisa tentang orangtua Fia.

"Mereka udah meninggal. Dan sekarang, aku udah ngga punya siapa siapa lagi buat tempat aku berbagi cerita. Yang ada cuma bibi, dan diapun juga lebih mentingin Ifa Riss" jelas Fia menahan isak tangisnya. Kini seragam putih Harris dibasahi oleh tangisan Fia.

"Kamu tenang dulu aja. Kita selesai in masalah ini sama sama" sahut Harris.

Harris dan Fia, sebelumnya memang tidak ada kedekatan sama sekali. Bahkan mereka bersikap seperti tidak saling kenal. Namun, apa yang ada dipikiran mereka berdua mungkin sama. Mereka merasa saling ingin memiliki. Entah mulai kapan rasa itu tumbuh. Tapi saat ini Harris merasa ingin sekali melindungi Fia.

"Ehmm, ehm.." Avtar mendehem ingin mengganggu adegan dramatis Harris dan Fia.

"Apaan sih tar. Kasian nih si Fia" elak Harris.

"Kasian gimana?" Tanya Avtar.

"Orangtuanya meninggal"

"Ya Tuhan. ya udah nanti setelah acaranya selesai, kita langsung ke rumah Fia" ucap Avtar turut berbela sungkawa.



Jarang update gaess
#SalamAuthorAmatir

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Infinite PleasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang