[Sebuah Harapan]

1.4K 102 9
                                    

"Dia baik banget sama aku."
"Dia perhatian banget tau."
"Dia cerita semua hal tentang kehidupannya."
"Bener, deh, dia kayaknya naksir Aku."

Inilah awal sebuah harapan yang kau anggap sebagai kenyataan. Spekulasi awal yang membuatmu jatuh pada tingginya keinginan.

Harapan; HA-nya RA-taPan angan-angAn.

Sudah yakin bahwa semua perhatiannya itu hanya berpusat padamu?
Sudah yakin bahwa hanya kamu yang dia ceritakan tentangnya, semuanya?
Sudah yakin bahwa hanya kamu yang dia inginkan?

Atau, itu hanya anggapanmu saja.

Semu.

Awalnya kukira juga sama: Perkenalan yang mendadak itu bagai menemukan oase dalam tanah yang gersang dalam hatiku.
Hatiku berbunga, sangat percakapan ringan kami yang hanya sebatas,

"Sudah mengerjakan tugas?"
"Itu makanan apa?"
"Buku kesukaanmu apa?"

Menjadi sesuatu yang saling berbagi rasa, berbagi tanggapan, berbagi kesukaan.

Ini membuatku semakin yakin, "Wah, kita cocok. Apa jangan-jangan kita jodoh?"

Namun, lambat laun, semua perhatian itu makin pudar. Makin lama justru makin jarang sekali kau dapati.

Rasa manis menjadi hambar.
Tak ada lagi dia, tak ada lagi kabar.

Jadi, selama ini perhatian itu apa?

Dia ngasih harapan palsu, atau gimana?

Saat kau tanya tentang hal ini pada teman sebayamu, mereka bilang: "Dia kode, mungkin kamunya yang kurang peka."

Kurang peka dari mananya? Kita bahkan sudah berbagi cerita, berbagi tawa.

Lalu, saat malam kau tidak sengaja membuka ponselmu, masih sisa pesanmu yang tidak ia balas.

Kamu bertanya dalam hati: "Aku harus bagaimana? Mengungkapkan semuanya, diam ditempat, atau mundur perlahan?"

Tapi, ini terlalu sesak, terlalu sakit.

Ingin sekali hatimu mendapatkan kejelasan dari hubungan ini.

Jadi, apakah semua perhatian ini hanya sebatas perhatian di ponsel saja?

Hanya sebatas cerita dan tawa dalam sebuah benda segi empat?

Hanya sebatas harapan yang kau anggap sebagai kenyataan?

Karena pasalnya, dia malah semakin menjauh.

Lalu, harus bagaimana?

Jawabannya, "Jangan terlalu tinggi berharap pada manusia."

Kamu sendiri yang menciptakan luka dan harapan.

Mungkin saja, dia hanya menganggapmu sebatas teman, yang justru bersikapnya baik pada semua rekan.

Kupikir:  lebih baik kau hentikan, lupakan, Ikhlaskan. Jadikan itu pelajaran.

Agar tidak ada lagi harapan yang memuncak.

Sebab, bukankah segala harap lebih baik kau curahkan pada-Nya?

Benar, kan?

Tapi, bagaimana, sakit akan harapan yang terlalu tinggi itu masih menggerayangi hatimu, masih belum kau temukan penawarnya.

Menjalani hari tanpa semangat, nafsu makan berkurang, ah atau bahkan pikiranmu yang tidak fokus- teringat pesan-pesan manis bersamanya, dulu.

Lalu, tiba-tiba saja, tidak sengaja jarimu bergulir di dunia maya dalam sebuah akun media dakwah, mengingatkan dirimu tentang "Cinta yang salah karena tingginya harapan pada manusia."

Video-video itu mengganti sedihmu menjadi tawa, mengingatkanmu akan pentingnya menjaga marwah seorang perempuan. 

"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia." (Ali bin Abi Thalib)

"Benar juga," ucapmu di kala melihat beberapa nasihat dari ucapan seorang Ustaz.

Setelahnya, kau merasa lega. Sebab sudah tidak tenggelam dalam sebuah harapan. Kau merasa bahagia karena ternyata hatimu masih hanya terpaut pada-Nya, dan bersyukur karena Dia telah menujukan sebuah harapan yang salah.

Karena setahuku:

"Ketika kamu berdoa pada-Nya: Apakah ia laki-laki yang baik? Yang seutuhnya harus kamu perjuangkan? Namun, ternyata dia pergi. Berarti tandanya, bukan dia. Bukan dia laki-laki yang terbaik untuk hidupmu."

=======================================

Gimana setelah membacanya?
Adakah kamu juga merasakan hal yang sama?

Jadi, setelah ini perasaan perempuan apalagi yang harus kutulis, yang ingin kau sampaikan?

Kata-kata ini juga akan dipubliskan di akun Instagram (@) tulisku.id.

Jazzakumullah ya Khair🌸

Perasaan Perempuan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang