Tempat dilahirkan seorang Malaikat

44 3 0
                                    

Daerah pegunungan dengan suhu mencapai 26 derajat celsius. Cukup dingin memang apalagi didaerah Magelang, Jawa Tengah daerah yang strategis dan sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai pekebun kopi. Suasana seperti ini mendukung tubuh mereka dengan tidur ada juga yang berkumpul bersama teman diwarung kopi.

Lain halnya dengan seorang gadis mungil itu yang meluangkan waktunya dengan duduk diteras lantai dua rumah ditemani secangkir teh hangat dan sepotong kue. Ia masih saja sibuk memandangi gunung berbatu tepat diujung sana. Sesekali dia menuliskan kata-kata pada buku kecilnya.

Kerudung lebar yang ia kenakan terkadang melambai mengikuti arah angin berhembus. Cuaca yang cerah namun tertutup oleh embun pagi semakin sejuk terasa.

"Nak, " ujar ibu beranjak menuju gadis itu sedang duduk. Rupanya ibu telah lama memanggil namanya tetapi Alaa tak menjawab jadi beliau terpaksa menghampiri anak tunggalnya itu ke lantai dua.

Alaa menolehkan kepala saat ibu telah sampai dan berdiri disampingnya.
"Ibu,"

Ia langsung tersenyum. Hal ini sudah biasa dilakukannga kepada orang tuanya. Menunjukan ekspresi bahagia entah perasaan itu benar atau tidaknya. Ibu memegang sebuah kertas yang kelihatannya lembar tersebut adalah surat penting. Sejenak beliau menghela nafas lalu perlahan mendekati putrinya.

Ibu menyerahkan kertas itu pada Alaa. Tanpa buang waktu ia segera membaca surat.

"Apakah ini benar ibu?" tanya perempuan berjilbab pink yang tak percaya akan isi pernyataan yang ada didalamnya.

"Iya Alaa surat itu benar, kamu harus berangkat besok pagi juga. " ucap ibu.
Perlahan air mata wanita paru baya itu membasahi pipi. Alaa beranjak dari kursi untuk memeluk ibu.

Berat memang bagi wanita yang disebut gadis itu sebagai ibu harus membiarkan ia pergi dari rumah karena keinginan sang ayah agar dapat berkumpul dengan anaknya sambil menyekolahkan dia diperguruan tinggi di Kalimantan.

Ibu tidak ikut sebab kehidupan kedua orang tuanya telah berbeda dan memiliki tanggung jawab masing - masing.

Setelah itu, Alaa lantas kembali ke kamar untuk berkemas barang-barang sedangkan ibu memasak makanan kesukaan putrinya. Hari terakhir bersama bidadari satu - satunya. Ini pertama kalia ia harus berpisah, jauh dari Alaa. Tapi, demi masa depan anaknya ibu rela malakukan apapun walau dengan nyawa taruhan sekali pun.

Dikamar, koper dan tas kecil telah siap terletak pada kasur ranjang. Dia mengeluarkan sebagian pakaiannya dari lemari. Alaa berhenti ketika ia lihat sebuah benda yang telah lama tersimpan didalam lemari tua. Benda yang mengingankannya bahwa ia dulu pernah bahagia bersama ayah dan ibu. Dia memeluk erat sweter kesayangan semasa kecil Alaa.

"Ayah, Alaa dingin. " ucap si kecil yang baru berumur 4 tahun. Ayah lalu mengambil sweter yang cocok untuk Alaa didalam ranselnya. Sedangkan ibu masih sibuk menyiapkan makanan.

Di alam terbuka satu keluarga tersebut sedang kemping pada daerah pegunungan yang sejuk, udara segar dan tanaman hijau untuk penyegar mata.
Laki - laki itu lantas memakaikan sweter kepada putrinya.

"Kamu suka? " tanya ayah.

"Suka sekali ayah,  hangat. "

Tak lama kemudian ibu menyuruh mereka bedua untuk makan bersama. 
Sungguh,  berkumpul dengan keluarga adalah nilai yang tidak dapat digantikan dengan apapun apalagi harta.

Namun kini seperti nasi telah jadi bubur kenangan yang telah lalu takkan bisa terulang kembali.  Ayah sudah dengan keluarga barunya adalah ibu menikmati kesendirian  beliau. Untung saja ibunda masih punya kasih sayang yang besar pada Alaa. Jika tidak ia akan tinggal bersama siapa?. Dan kini ayah baru menyadari setelah 10 tahun berpisah bahwa ada yang lebih penting dari egonya yaitu pendidikan Alaa serta kasih sayang seorang ayah.

Alaa beranjak dari kasurnya segera mengambil telpon genggamnya.  Ia melihat nama yang tak asing baginya menuliskan sebuah pesan di wattsap.

"Apa kau akan pergi besok ? "
"Iya kak,  Alaa akan berangkat besok. "
"Kapan kau akan pulang ? "

"Entahlah kak,  sepertinya akan lama. "

Hamas Rezasyah nama laki - laki yang selalu memantau keadaan Alaa dan ia juga sering menanyakan ibunda.  Bahkan tak cuma sekali Hamas berkunjung membelikan makanan untuk keluarga kecil tersebut.  Padahal ia tidak ada ikatan saudara dengan perempuan berkerudung panjang itu.  Dia seorang ketua osis waktu satu sekolah bareng Alaa tapi bedanya ia kakak kelas 2 tahun. Mereka memang bersahabat namun gadis itu lebih hati - hati  dalam berteman apalagi dengan seorang pemuda.

Ia melepaskan handphone setelah itu lanjut memasukan barang ke dalam koper.

Pukul 02.00 seorang gadis yang terbangun malam hari berjalan ke arah kamar mandi dan mengambil air wudhu. Kebiasaan yang tertanam sejak masuk pondok pesantren selalu ia terapkan pada kesehariannya.

Lanjut dengan sujudnya perempuan yang sedang berada dijalan Allah SWT  itu memohon agar dimudahkan segala kesulitan dan masalah dalam hidup.  Hingga air mata menetes pada kedua pipi. Bahkan Allah Ta'ala telah berjanji barang siapa yang bangun disepertiga malam lalu memohon kepada-Nya maka akan Allah kabulkan permohonannya.

    Ia menangis sampai tertidur di sajadah yang membentang. Ibu yang mengetahui hal itu sebentar tersenyum lalu membangunkan Alaa agar segera kembali ke tempat tidurnya.  Beristirahat untuk perjalanan panjang besok.  Ada rasa sedih yang memendam dihati ibu tetapi Ia tidak ingin menangis lagi. Toh,  tak selamanya mereka berpisahkan.

"Ibu sayang kamu. " bisik ibu sambil mengecup kening gadis mungilnya yang beranjak dewasa.

      Keesokan paginya,  Alaa telah siap dengan barang - barang yang akan ia bawa nanti.  Sementara menunggu jemputan travel.  Ia manfaatkan untuk sarapan pagi bersama ibu.

      Duduk dibangku yang saling berseberangan ibu lantas beranjak menghampiri Alaa dan memberikan sebuah kalung bertuliskan namanya.

"Mungkin tak banyak yang ibu berikan untuk bekalmu pergi,  tapi kalung ini akan sangat berharga bila kau bawa. " kata ibu seraya memakaikan kalung ke leher Alaa.

"Tapi ibu pasti membutuhkannya. " ujar Alaa berdalih.

"Tidak Alaa,  kau bawa saja.  Nanti kamu akan tahu kenapa ibu menyuruhmu memakainya. " cetus ibu tetap pasangkan kalung tersebut.

Tik... Tik.. Tik...  Mobil jemputan rupanya telah sampai didepan rumah. Bergegas Alaa melahap makanan yang tersisa.  Ibu hampir saja tertawa melihat kelakuan putrinya.

Selesai berpamitan dengan ibunda Alaa langsung masuk ke dalam mobil dan berangkat.  Semua barang - barang sudah tersusun rapi dibagasi. Sekali Alaa mencongolkan kepala sambil melambaikan tanggan kepada ibu hingga tak lagi terlihat oleh jarak pandang.  Wanita paru baya itu lantas kembali ke dalam rumah.

Ilusinasi KebahagiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang