Lima tahun yang lalu....
Burgin, Pengungsian Youkahoma
Pasir kering tandus bergesekan dengan alas kaki Eragon. Terik matahari kini membakar ubun-ubun pria itu, topi yang dipakainya tak mampu melindungi kepalanya. Pakaian yang dipakainya terasa seperti bara api yang membakar kulitnya perlahan-lahan. Air.... dia butuh air.
Dua ember besar di kedua tangannya berisi literan air yang siap diminumnya. Tapi tidak, Eragon tidak bisa melakukannya dan membiarkan orang yang lebih membutuhkannya meraung meminta air.
Langkah Eragon berhenti di sebuah tenda berwarna biru. Dimasukinya tenda itu hingga akhirnya dia melihat pemandangan miris di sekelilingnya. Puluhan orang ditenda itu terbaring sakit dengan tubuh kurus tak berdaging. Dari tempatnya Eragon dapat melihat bibir pucat dan kering tiap-tiap orang yang dilewatinya. Eragon duduk berjongkok didepan teko kecil yang berjejer rapi lalu mengisinya dengan air yang dibawanya. Seorang perempuan sebayanya mendatanginya, bersapa dengannya sebentar lalu mengambil sebuah teko dan gelas plastik yang banyak untuk diminum orang-orang sakit di tenda ini.
Eragon memandang terik matahari yang masih membakar tubuhnya. Keputusan keluarganya untuk pindah kemari sepuluh tahun yang lalu pada awalnya bebar namun berangsur-angsur salah. Seharusnya keluarganya tidak pindah kesini, jika saja mereka tidak pindah mungkin saat ini dia sedang meminum dua liter air dingin sekaligus untuk memuaskan dahaganya. Jika saja keluarganya tidak memilih pindah kesini mungkin saat ini keluarganya akan menolong rakyat disini dengan uang yang banyak. Dan jika saja dia tidak menyetujui kepindahan itu hati, tubuh, pikiran juga jiwanya tidak akan merasa sesakit ini. Yah, rasanya lebih sakit saat mengetahui sudah lima tahun dia meninggalkan cintanya hanya untuk merasai kepedihan hidup disini.
Eragon bersandar pada puing-puing gedung yang kini sudah hancur. Ditangannya berlembar-lembar kertas berwarna kuning lapuk juga sebatang pensil siap saling menggores. Rasanya begitu menyakitkan mengingat Eragon hanya mampu menulis bait-bait puisi untuk melampiaskan cintanya yang membuncah tak terbendung pada seorang wanita diujung sana. Andai saja wanita itu tahu, andai saja Yuu tahu kalau Eragon disini begitu merindukannya. Sangat merindukannya. Terlalu merindukannya.
Semilir angin kering menyapa tubuh bagian atasnya yang tak berlapis benang. Tangannya mulai menggores diatas kertas miliknya.
Bertahun-tahun ku ragu
Ingatkah kau diriku?
Masihkah kau cintaiku?
Akankah kau tungguku?
Rasanya hati Eragon perlahan meringan. Hanya dengan kertas dan pensil inilah dia mencurahkan isi hati juga jiwanya. Setelah dia kehilangan cintanya, beberapa tahun lalu dia kehilangan sayangnya. Orangtuanya meninggal karena dehidrasi berlebihan.
Aku bangkit dari mati
Tak sakit, tubuh namun jiwa
Aku kembali hidup
Demi cinta sayang...
Eragon bukan penyair yang handal dan profesional seperti belahan jiwanya diujung dunia sana. Eragon bisa bersyair seperti ini karena dia selalu memperhatikan belahan jiwanya bersyair ria diatas buku biru laut berteman desiran angin membelai rambutnya.
Tapi kini ku tak tahan
Sungguh alam mentakdirkan
KAMU SEDANG MEMBACA
Feel
Teen FictionLangkah kakiku terhenti terpatut, pandang wajah sayu gerak air jatuh menggulir lewati wajah penuh gurat sedih dentuman derai cinta tak lagi sapa aku melemah getar jiwa tak lagi terasa aku merajuk meminta tanda inikah akhir rasa? memang tak lagi sama...